Senin, 27 Februari 2012

DHF PADA ANAK

Oleh : Yayang Nur Enida
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue Hemoragik Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang sering terjadi di Indonesia. Dulu penyakit ini hanya berjangkit pada musim hujan saja, namun sekarang kasus DBD bisa ditemui pada setiap musim. Deman berdarah Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari). Penyakit ini masuk ke Indonesia pada tahun 1779 di Jakarta yang di temukan oleh Dr. David Baylon dan menamakan penyakit ini knokkel koorts karena pasien mengeluh sakit pada sendi. Lalu pada tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980 DHF telah dilaporkan tersebar secara luas serta melanda di seluruh profinsi di Indonesia. Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah ilmu kesehatan anak. b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang DHF dari materi yang dicari diluar bangku kuliah. BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. B. Etiologi 1. Virus dengue sejenis arbovirus. 2. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak. C. Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. D. Tanda dan Gejala Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah : - Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan. - Asites - Cairan dalam rongga pleura ( kanan ) - Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma. E. Klasifikasi DHF WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : • Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi. • Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. • Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80  120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0 ) • Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. F. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : • Perdarahan luas. • Shock atau renjatan. • Effuse pleura • Penurunan kesadaran. G. Pemeriksaan dan Diagnosis • Trombositopeni (  100.000/mm3) • Hb dan PCV meningkat (  20% ) • Leukopeni ( mungkin normal/ lekositosis ) • Isolasi virus • Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder • Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, Faal hemostasis, EKG, Foto dada, creatinin serum. H. Penatalaksanaan Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue : • Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang. • Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat. • Panas disertai perdarahan • Panas disertai renjatan. 1. Belum atau tanpa renjatan: a. Grade I dan II : 1). Oral ad libitum atau 2). Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu secukupnya. Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebnyak-banyaknya dan sesering mungkin. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut : • 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg • 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg • 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg • 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg • Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat. 2. Dengan Renjatan : a. Grade III 1). Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut : • 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg • 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg. • 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg. • 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg. 2). Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander ( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. 3). Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. I. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1.1 Identitas DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ) 1.2 Keluhan Utama Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun. 1.3 Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun. 1.4 Riwayat penyakit terdahulu Tidak ada penyakit yang diderita secara specific. 1.5 Riwayat penyakit keluarga Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty. 1.6 Riwayat Kesehatan Lingkungan Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. 1.7 Riwayat Tumbuh Kembang 1.8 Pengkajian Per Sistem 1.8.1 Sistem Pernapasan Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles. 1.8.2 Sistem Persyarafan Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS 1.8.3 Sistem Cardiovaskuler Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur. 1.8.4 Sistem Pencernaan Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena. 1.8.5 Sistem perkemihan Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah. 1.8.6 Sistem Integumen. Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit. 2. Diagnosa Keperawatan • Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue • Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke ekstravaskuler • Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler • Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. • Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan penurunan factor-fakto pembekuan darah ( trombositopeni ) • Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan • Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi. 3. Rencana Asuhan Keperawatan DP : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue Tujuan : Suhu tubuh normal Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 Nyeri otot hilang Intervensi : a. Beri komres air kran. Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi. b. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi). Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi. c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering. Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program. Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien. DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan. Kriteria : Input dan output seimbang. Tidak ada tanda presyok. Akral hangat. Capilarry refill < 3 detik. Intervensi : a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler. b. Observasi capillary Refill Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer. c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi. d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ) Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral. e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok. DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal Intervensi : a. Monitor keadaan umum pasien Raional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan. d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat. e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut. DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Menunjukkan berat badan yang seimbang. Intervensi : a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi b. Observasi dan catat masukan makanan pasien Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ) Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi. d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster. e. Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas. Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster. DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ) Tujuan : Tidak terjadi perdarahan Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat Intervensi : a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike. b. Monitor trombosit setiap hari Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien. c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest ) Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis. Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan. e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah. Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. J. Dampak Hospitalisasi Hospitalisasi/ sakit & dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah & efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial; Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran . b. Fisiologis; Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri. c. Lingkungan asing; Kebiasaan sehari-hari berubah. d. Pemberian obat kimia; Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun). e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya. f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. g. Selalu ingin tahu alasan tindakan. h. Berusaha independen dan produktif. Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak. b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit. BAB III PENUTUP 4.1. Kesimpulan Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut : • Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). • (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. • Untuk pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti. • Dan bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. • Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan. 4.2. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. DHF harus dipelajari untuk lebih memaksimalkan dalam pemahaman ilmu keperawatan. 2. Pihak akademik perlu menyelenggarakan seminar tentang DHF pada anak. 3. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan DHF pada anak, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan ilmu kesehatan anak. DAFTAR PUSTAKA • Ensiklopedia Wikipedia Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). • Maryati S.Suroso T.Soegijanto. 1999. tata laksana demam dengue.Jakarta : Balai Penerbit FKUI. • Tarsito.1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung. • Arif M. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Jakarta FKUI. • Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada edisi I Jakarta. Fajar Intra Pratama. • Doengoes. Marlin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. • Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. • Ahmad Sofian. 1963. Ilmu Penyakit. Medan: Sriganda. DHF PADA ANAK Oleh :Yayang ,Rika,Wulan,Rani,Titin ,Neka,Nineu,Roni ,Pitriadi DAFTAR ISI Kata Pengantar .....................................................................................................................................i Daftar Isi .............................................................................................................................................ii BAB I Pendahuluan ................................................................................................................1 C. Latar belakang...................................................................................................................1 D. Tujuan................................................................................................................................2 BAB II Pembahasan..................................................................................................................3 I. Definisi...............................................................................................................................3 J. Etiologi...............................................................................................................................3 1. Virus dengue sejenis arbovirus.......................................................................................3 2. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae .........................................................3 K. Patofisiologi........................................................................................................................4 L. Tanda dan Gejala................................................................................................................4 M. Klasifikasi DHF..................................................................................................................5 N. Komplikasi.........................................................................................................................5 O. Pemeriksaan dan Diagnosis................................................................................................5 P. Penataaksanaan...................................................................................................................6 1. Belum atau tanpa renjatan..............................................................................................6 a. Grade I dan II ..........................................................................................................6 2. Dengan Renjatan............................................................................................................6 a. Grade III....................................................................................................................6 I. Asuhan Keperawatan............................................................................................................7 1. Pengkajian.....................................................................................................................7 2. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................9 3. Rencana Asuhan Keperawatan......................................................................................9 J. Dampak Hospitalisasi.........................................................................................................13 BAB III Penutup ......................................................................................................................15 A. Kesimpulan.................................................................................................................15 B. Saran...............................................................................................................................15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue Hemoragik Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang sering terjadi di Indonesia. Dulu penyakit ini hanya berjangkit pada musim hujan saja, namun sekarang kasus DBD bisa ditemui pada setiap musim. Deman berdarah Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari). Penyakit ini masuk ke Indonesia pada tahun 1779 di Jakarta yang di temukan oleh Dr. David Baylon dan menamakan penyakit ini knokkel koorts karena pasien mengeluh sakit pada sendi. Lalu pada tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980 DHF telah dilaporkan tersebar secara luas serta melanda di seluruh profinsi di Indonesia. Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. BAB II PEMBAHASAN B. Definisi Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. B. Etiologi 1. Virus dengue sejenis arbovirus. 2. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak. C. Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. D. Tanda dan Gejala Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dangejala lain adalah : - Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan. - Asites - Cairan dalam rongga pleura ( kanan ) - Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma. E. Klasifikasi DHF WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : • Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi. • Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. • Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80  120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0 ) • Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. F. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : • Perdarahan luas. • Shock atau renjatan. • Effuse pleura • Penurunan kesadaran. G. Pemeriksaan dan Diagnosis • Trombositopeni (  100.000/mm3) • Hb dan PCV meningkat (  20% ) • Leukopeni ( mungkin normal/ lekositosis ) • Isolasi virus • Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder • Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, Faal hemostasis, EKG, Foto dada, creatinin serum. H. Penataaksanaan Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue : • Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang. • Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat. • Panas disertai perdarahan • Panas disertai renjatan. 1. Belum atau tanpa renjatan: a. Grade I dan II : 1). Oral ad libitum atau 2). Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu secukupnya. Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebnyak-banyaknya dan sesering mungkin. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut : • 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg • 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg • 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg • 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg • Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat. 2. Dengan Renjatan : a. Grade III 1). Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut : • 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg • 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg. • 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg. • 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg. 2). Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander ( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. 3). Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. I. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1.9 Identitas DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ) 1.10 Keluhan Utama Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun. 1.11 Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun. 1.12 Riwayat penyakit terdahulu Tidak ada penyakit yang diderita secara specific. 1.13 Riwayat penyakit keluarga Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty. 1.14 Riwayat Kesehatan Lingkungan Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. 1.15 Riwayat Tumbuh Kembang 1.16 Pengkajian Per Sistem 1.16.1 Sistem Pernapasan Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles. 1.16.2 Sistem Persyarafan Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS 1.16.3 Sistem Cardiovaskuler Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur. 1.16.4 Sistem Pencernaan Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena. 1.16.5 Sistem perkemihan Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah. 1.16.6 Sistem Integumen. Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit. 2. Diagnosa Keperawatan • Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue • Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke ekstravaskuler • Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler • Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. • Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan penurunan factor-fakto pembekuan darah ( trombositopeni ) • Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan • Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi. 3. Rencana Asuhan Keperawatan DP : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue Tujuan : Suhu tubuh normal Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 Nyeri otot hilang Intervensi : f. Beri komres air kran. Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi. g. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi). Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi. h. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. i. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering. Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. j. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program. Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien. DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan. Kriteria : Input dan output seimbang. Tidak ada tanda presyok. Akral hangat. Capilarry refill < 3 detik. Intervensi : f. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler. g. Observasi capillary Refill Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer. h. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi. i. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ) Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral. j. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok. DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal Intervensi : f. Monitor keadaan umum pasien Raional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok g. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok h. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan. i. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat. j. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut. DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Menunjukkan berat badan yang seimbang. Intervensi : g. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi h. Observasi dan catat masukan makanan pasien Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan i. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ) Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi. j. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster. k. Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral l. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas. Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster. DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ) Tujuan : Tidak terjadi perdarahan Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat Intervensi : f. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike. g. Monitor trombosit setiap hari Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien. h. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest ) Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. i. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis. Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan. j. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah. Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. J. Dampak Hospitalisasi Hospitalisasi/ sakit & dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah & efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial; Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran . b. Fisiologis; Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri. c. Lingkungan asing; Kebiasaan sehari-hari berubah. d. Pemberian obat kimia; Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun). e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya. f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. g. Selalu ingin tahu alasan tindakan. h. Berusaha independen dan produktif. Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak. b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit. BAB III PENUTUP 4.1. Kesimpulan Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut : • Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). • (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. • Untuk pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti. • Dan bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. • Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan. 4.2. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 4. DHF harus dipelajari untuk lebih memaksimalkan dalam pemahaman ilmu keperawatan. 5. Pihak akademik perlu menyelenggarakan seminar tentang DHF pada anak. 6. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan DHF pada anak, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan ilmu kesehatan anak. • DAFTAR PUSTAKA Ahmad Sofian. 1963. Ilmu Penyakit. Medan: Sriganda. • Ensiklopedia Wikipedia Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). • Maryati S.Suroso T.Soegijanto. 1999. tata laksana demam dengue.Jakarta : Balai Penerbit FKUI. • Tarsito.1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung. • Arif M. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Jakarta FKUI. • Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada edisi I Jakarta. Fajar Intra Pratama. • Doengoes. Marlin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. • Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar