Senin, 27 Februari 2012

Diare

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Di Indonesia diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita. Tatalaksana utama diare adalah rehidrasi dan meneruskan pemberian makanan yang bergizi. Penyebab terbanyak diare pada anak adalah virus, pemberian antibiotika pada diare ditujukan untuk disentri. Sehingga pemakaian antibiotika pada diare perlu dievaluasi kembali baik dari segi kerasionalan, efektifitas maupun aspek ekonomisnya. Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak. Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Terkadang orang tua kerap bertanya-tanya apakah bayinya mengalami diare. Pada anak-anak, konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada anak belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti hari-hari pada umumnya. Seorang ibu dapat mengetahui kapan anaknya terkena diare, dan bergantung pada situasi anak. Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yeng terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare dapat menyebabkan seseorang kekurangan cairan. Penyebab diare bermacam-macam, diantaranya infeksi (bakteri maupun virus) maupun alergi makanan (khususnya susu atau laktosa). Diare pada anak harus segera ditangani karena bila tidak segera ditangani, diare dapat menyebabkan tubuh dehidrasi yang bisa berakibat fatal. B. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain: 1. Menjelaskan definisi diare 2. Menjelaskan factor – factor yang mempengaruhi penyebab dari diare 3. Menjelaskan patogenesis, patofisiologis, gambaran klinik, komplikasi, penatalaksanaan, tindakan keperawatan dari diare dan diare karena infeksi khusus. BAB II PEMBAHASAN A. Etiologi Diare dapat di sebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorpsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain d saluran pencernaan. Tetapi sekaranglebih dikenal dengan “Penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor: 1. Faktor infeksi a. Infeksi interal; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut : • Infeksi bakteri: vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. • Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain – lain. • Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis). Jamur (Candida albicans). b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut (OMA), tonsillitis/ tnsilofaringitis, bronkpneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. 2. Faktor malabsorbsi • Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa). • Malabsorbsi lemak • Malabsorbsi protein 3. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan 4. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar). 5. Imunodefisiensi Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa pernapasan Kussmaul, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi. Patofisiologi Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi: 1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia). 2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah) 3. Hipoglikemia 4. Gangguan sirkulasi darah Gambaran Klinik Mula – mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau – hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak di absorbsi oleh usus selama diare. Gejala munah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun – ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik. Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata – rata kehilangan cairan sebanyak 12 ½ % . Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipoplemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, samnolen kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan kussmaul). Asidosis metabolik terjadi karena (1) Kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, (2) Ketosis kelaparan, (3) Produk – produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena oliguria atau anuria), (4) Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel, (5) Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan). Komplikasi Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut: 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atu hipertonik). 2. Renjatan hipopolemik 3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram). 4. Hipoglikemia. 5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukrosa usus dan defisiensi enzim laktase. 6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik. 7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman peyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten). 2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang). 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. 4. Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik. Penatalaksanaan Prinsip: 1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi rumatan). Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/atau muntah (previous water losses=PWL); ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, dan pernapasan (normal water losses=NWL); dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung (concomitant water losses=CWL). Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing – masing anak atau golongan umur. Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur < 2 tahun (BB 3-10 kg) sesuai dengan derajat dehidrasi Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan 50 100 25 175 Sedang 75 100 25 200 Berat 125 100 25 250 Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur 2-5 tahun (BB 10-15 kg) sesuai dengan derajat dehidrasi Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan 30 80 25 135 Sedang 50 80 25 155 Berat 80 80 25 185 Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur > 15 tahun (BB 15-25 kg) sesuai dengan derajat dek hidrasi Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan 25 65 25 115 Sedang 50 65 25 140 Berat 80 65 25 170 2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan slama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi 3. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus, termasuk diare berat dan diare dengan panas, kecuali pada: • Disentri, bila tidak berespon pikirkan kemungkinan amoebiasis • Suspek kolera dengan dehidrasi berat • Diare persisten 4. Obat – obat antidiare meliputi antimotilitas (misal loperamid, difenoksilat, kodein, opium), adsorben (mis.norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk prometazin dan klorpromazin. Tidak satu pun obat – obat ini terbukti mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa malahan mempunyai efek yang membahayakan. Obat – obat ini tidak boleh diberikan pada anak < 5 tahun. Tabel. Penilaian derajat dehidrasi Penilaian A B C Lihat : Keadaan umum Mata Air mata Mulut dan lidah Rasa haus Baik sadar Normal Ada Basah Minum biasa tidak haus Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak Lesu, lunglai, atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Tidak ada Sangat kering Malas minum atau tidak bisa minum Periksa: Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda lain Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda lain Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C Penilaian dimulai dengan melihat pada kolom C Rencana Pengobatan A Digunakan untuk: 1. Mengatasi diare tanpa dehidrasi 2. Meneruskan terapi diare di rumah 3. Memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi Tiga cara dasar terapi di rumah adalah sebagai berikut: 1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi • Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit, makanan cair (sup, air tajin, minuman yoghurt) atau air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak di bawah (catatan: jika anak berusia < 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi orlit dan air matang daripada makanan yang cair). • Berikan larutan ini sebanyak anak mau. • Teruskan pemberian larutan ini hingga kurang gizi 2. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi • Teruskan ASI atau susu yang biasa diberikan • Untuk anak < 6 bulan dan belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari. 3. Bila anak ≥ 6 bulan atau telah mendapat makanan padat: • Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang – kacangan, sayur, daging atau ikan, tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi • Berikan sari buah segar atau pisang untuk menambah kalium. • Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk dengan baik • Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari • Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut: • Buang air besar cair sering kali • Muntah berulang – ulang • Sangat haus sekali • Makan atau minum sedikit • Demam • Tinja berdarah Jika anak akan diberi larutan diare di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan berikan oralit yang cukup untuk 2 hari Tabel.Kebutuhan oralit per kelompok umur Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap b.a.b Jumlah oralit yang disediakan di rumah < 12 bulan 50 – 100 ml 400 ml/hari (2 bungkus) 1-4 tahun 100 - 200 ml 600 – 800 ml/hari, 3 – 4 bugkus >5 tahun 200 – 300 ml 800 – 1.000 ml/hari, 4-5 bungkus Dewasa 300 – 400 ml 1.200 – 2.800 ml/hari Cara memberikan oralit: 1. Berikan sesendok teh tiap 1 – 2 menit untuk anak di bawah umur 2 tahun 2. Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua. 3. Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih sedikit (misalnya sesendok tiap 1 -2 menit). 4. Bila diare berlanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit. Rencana Pengobatan B Dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/kgBB atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan di lapangan, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel di bawah ini: Umur < 1 tahun 1-5 tahun >5 tahun Dewasa Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml • Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah • Dorong ibu untuk meneruskan ASI • Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI, berikan juga 100 – 200 ml air masak selama masa ini. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit • Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan. • Tunjukkan cara memberikannya sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah 2 tahun, beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua • Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah • Bila anak muntah tunggu 10 menit, kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2-3 menit. • Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana A bila bengkak telah hilang. Setelah 3 – 4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan • Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur. • Bila tanda menunjukan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan, susu, dan sari buah seperti rencana A. • Bila tanda menunjukan dehidrasi berat, ganti dengan rencana C. Ya Medik Dasar pengobatan diare adalah: 1. Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, dan jumlah pemberiannya. • Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum. a. Cairan per-oral. Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per-oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl, dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/ sedang kadar natrium 50 – 60 mEq/L. Formula lengkap sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula, untuk pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa berobat ke Rumah Sakit/ pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi lebih jauh. b. Cairan parenteral. Ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau pasien yang MEP. Tabel 1.1 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun Derajat dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan 50 100 25 175 Sedang 75 100 25 200 Berat 125 200 25 350 Tabel 1.2 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2 – 5 tahun Derajat dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan 30 80 25 135 Sedang 50 80 25 155 Berat 80 80 25 185 Tabel 1.3 Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur Berat Badan Umur PWL NWL CWL Jumlah 0-3 kg 0-1 bl 150 125 25 300 3-10kg 1 bl – 2 th 125 100 25 250 10-15 kg 2-5 th 100 80 25 205 15-25 kg 5-10 th 80 25 25 130 Keterangan : PWL = Previus Water Losses (ml/kgBB) (cairan yang hilang karena muntah) NWL = Normal Water Losses (ml/kgBB) (karena urin, penguapan kulit, pernapasan) CWL = Concomitant Water Losses (ml/kgBB) (karena diare dan muntah – muntah terus) Tetapi kesemuanya itu bergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan ringer laktat (RL) selalu tersedia di pasilitas kesehatan dimana-mana. Mengenai pemberian cairan seberapa banyak yang di berikan bergantung dari berat atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. Cara memberikan cairan: a. Belum ada dehidrasi • peroral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau satu gelas tiap defekasi b. Dehidrasi ringan • 1 jam pertama:25-50 ml/kgBB/oral (intragastrik) • Selanjutnya :125 ml/kgBB/hari ad libitum c. Dehidrasi sedang • 1 jam pertama :50-100 ml/kgBB/oral/intragastrik (sonde) • Selanjutnya :125 ml/kgBB/hari ad libitum d. Dehidrasi berat • Untuk anak 1 bulan-2 th berat badan 3-10kg: 1 jam pertama: 40 ml/kgBB/jam =10 tetes/kgBB/menit (set infus berukuran 1 ml =15 tetes)atau 13 tetes /kgBB permenit (set infus 1 ml =20 tetes). 7 jam berikutnya: 12 ml/kgBB/jam=3 tetes kgBB/menit (set infus 1 ml =15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes) 16 jam berikutnya:125ml/kgBB/oralit per-oral atau intragastrik . Bila anak tidak mau minum,teruskan DG aa intravena 2 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes) • Untuk anak lebih dari 2-5 th dengan berat badan 10-15 kg 1 jam pertama: 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kg BB/menit (1 ml=15 tetes)atau 10 tetes/kg BB/menit (1 ml=20 tetes ). 7 jam berikutnya: 10 ml/kgBB/jam atau 3 tetes/kgBB/permenit (1 ml=15 tetes )atau 4 tetes/kgBB/menit (1ml=20 tetes). 16 jam berikutnya: 125 ml/kgBB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). • Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan BB 15-25 kg 1 jam pertama: 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1ml=15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 l=20 tetes) 7 jam beikut: 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1ml=15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml=20 tetes) 16 jam: 105 ml/kgBB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgBB/menit (1ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kgBB/menit (set 1 ml=20 tetes). • Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kgBB/24 jam. Jenis cairan: Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %). Kecepatan : 4 jam pertama: 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1 ml= 20 tetes). 20 jam berikutnya 150 ml/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 ml= 15 tetes) atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1ml= 20 tetes). • Untuk bayi berat badan lahir rendah dengan berat badan kurang dari 2 kg. Kebutuhan cairan 250 ml/kgBB/24 jam. Jenis cairan: Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %) kecepatan cairan sama dengan pada bayi baru lahir. • Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat Misalnya untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg jenis cairan DG aa dan jumlah cairan 250 ml/kgBB/24jam. Kecepatan: 4 jam pertama: 60 ml/kgBB/jam atau 15 ml/kgBB/jam atau 4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kgBB/menit (1ml = 20 tetes) 20 jam berikutnya: 190 ml/kgBB/20 jam atau 10ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml= 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml= 20 tetes) Pemberian cairan pasien MEP tipe Marasmik Kwashiorkor dengan diare dehidrasi bera, misalnya dengan berat badan 3-10 kg, umur 1 bl – 2 tahun, jumlah cairan 200 ml/kgBB/24 jam. Kecepatan tetesan 4 jam pertama idem pada pasien MEP. Jenis cairan DG aa. 20 jam berikutnya: 150 ml/kgBB/20 jam atau 7 ml/kgBB/jam atau 1 ¾ tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 menit) atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). Selain pemberian cairan pada pasien – pasien yang telah disebutkan masih ada ketentuan pemberian cairaan pada pasien lainnya misalnya pasien bronkopneumonia denan diare atau pasien dengan kelainan jantung bawaan, yang memerlukan jenis cairan yang berbeda dan kecepatan pemberiannya yang berlainan pula. Bila kebetulan menjumpai pasien –pasien tersebut sebelum memasang infus hendaknya menanyakan dahulu kepada dokter. 2. Pengobatan Dietetik (cara pemberian makanan) 1. Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan: • Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya). • Makanan setengah adat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa. • Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh. Cara memberikannya: Hari 1: Setelah rehidrasi segera diberikan makanan per oral. Bila diberi ASI/susu formula tetapi diare masih sering, supaya diberikan oralit selang – seling dengan ASI, misalnya 2 kali ASI/susu formula rendah laktosa penuh. Hari ke-2 sampai ke-4: ASI/susu formula rendah laktosa penuh. Hari ke-5: Bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan. Kembali susu atau makanan biasa, disesuaikan dengan umur bayi dan berat badannya. 3. Obat – obatan Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya). • Obat anti sekresi Aetosal. Dosisi 25 mg/ tahun dengan dosisi minimum 30 mg Klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari • Obat spasmolitik dan lain – lain. Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladona, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi. • Antibiotik. Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikn tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti: OMA, faringitis, bronkitis atau bronkoneumonia. Keperawatan Penyakit diare walaupun tidak semua menular (misalnya diare karena faktor malabsorbsi), tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dentgan perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi (selalu tersedia desinfektan dan air bersih) serta tempat pakaian kotor tersendiri. Masalah pasien diare yang perlu diperhatikan ialah risiko terjadi gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit. 1. Resiko terjadi gangguan sirkulasi darah Diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan pasien menderita dehidrasi dan jika tidak segera diatasi menyebabkan terjadinya dehidrasi asidosis; bila masih berlanjut akan terjadi asidosis metabolik, gangguan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam keadaan renjatan (syok). a. Bila dehidrasi masih ringan. Berikan minum sebanyak – banyaknya, kira – kira 1 gelas setiap kali setelah pasien sefekasi. Cairan harus mengandung elektrolit; seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garam dengan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam 1 sndok teh gula pasir dan 1 jimpit garam dapur. Pengganti air matang dapat teh atau air tajin. Cara melarutkan oralit lihat petunjuk kemasannya karena ada yang untuk 1 liter atau 1 gelas. Untuk bayi di bawah umur 6 bulan, oralit dilarutkan 2 kali lebih encer (untuk 1 gelas menjadi 2 gelas). Jika anak terus muntah/tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila pemberian cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain yang tersedia setempatjika tidak ada RL (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesn berjalan lancar terutama pada jam – jam pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi. b. Pada dehidrasi berat selama 4 jam pertama tetesn lebih cepat, selanjutnya secara rumat (lihat kecepatan pemberian cairan). Untuk mengetahui apakah kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk ke tubuh dapat dihitung dengan car: • Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang dipakai). Contoh: tetesan per menit 12 tetes. Banyaknya cairan yang harus habis (masuk ke dalam tubuh) dalam 1 jam ialah 12 x 60/15 = 48 cc 9bila pada set infus yang setiap cc nya berisi 15 tetes). Jika kontrol cairan dilakukan setiap 2 jam berarti 48 x 2 = 96 cc. Berikan tanda batas cairan pada waktu kontrol tersebut pada botol infusnya. • Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu da tekanan darah. Bila masih terdapat hipotensi beritahu dokter apakah masih sering, encer atau sudah berubah konsistensinya. • Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering. • Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau secara realimentasi. 2. Kebutuhan nutrisi Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika pasien juga menderita muntah – muntah atau diare lama; keadaan ini menyebabkan makin menurunya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai bahkan dapat timbul komplikasi. Pasien yang sering menderita diare atau menderita diare kronis seperti pasien malabsorbsi akhirnya dapat menderita MEP kalau tidak mendapatkan penanganan yang baik. Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan membantu menaikan daya tahan tubuh, pasien diare harus segera diberi makanan setelah dehidrasi teratasi dan makanan harus mengandung cukup kalori,protein, mineral dan vitamin tetapi tidak menimbulkan diare kembali (WHO 1980). Bayi yang masih minum ASI selama diare walaupun bayi tersebut dirawat dan dipasang infus setelah keadaan tidak terlalu lemah, ASI harus diberikan terus. Jika bayi tidak minum ASI diberikan cocok. Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian makanan harus mempertimbangkan umur, berat badanda kemampuan anak menerimanya. Pada umunya anak diatas 1 tahun dan sudah makan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada hari – hari masih diare (boleh bubur pakai kecap dengan telur asin jika bukan karena telur anak diare)dan minum teh. Hari esoknya jika defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak. Jika anak tidak dapat meninggalkan susu (orantua seringkali mengatakan anaknya tidak mau tidur jika tidak minum susu) boleh diberi tetapi diencerkan dahulu misalnya hari pertama 1/3, hari kedua ($E 2/3) dan jika defekasi tetap boleh penuh pada hari berikutnya. Untuk membantu mengembalikan daya tahan tubuh yang menurun selama diare sebenarnya jumlah kalori perlu ditambah 30% dan protein juga dinaikan; protein yang diperlukan anak pada umumnya adalah 2,5 g/kgBB/hari perlu ditambah menjadi 3-4 g/kgBB/hari.di samping itu anak perlu diberikan banyak minum. 3. Resiko terjadi komplikasi Komplikasi pada pasien diare yang paling sering ialah dehidrasi asidosis. Tetapi komplikasi dapat juga terjadi sebagai akibat tindakan pengobatan seperti: a. Infeksi pada bagian yang dipasang infus atau terjadi hematoma, flebitis. b. Kelebihan cairan; terutama pada bayi yang kecil (neonatus, prematur). Gejala kelebihan cairan; mula – mula terlihat sembab, mengkilap pada kelopak mata bayi, kemudian bengkak seluruh muka. Jika berlanjut menyebabkan edema paru dan terjadi sesak napas; bila edema sampai pada otak akan menyebabkan pasien kejang. Oleh karena itu, setiap pasien yang mendapatkan infus terutama bayi, tetesannya harus selalu dikontrol dengan benar. Kelebihan cairan juga dapat terjadi jika setelah rehidrasi seharusnya tetesan sudah dikurangi tetapi belum dilakukan. Dalam sekian jam akan terjadi kelebihan cairan. Sebaliknya bila tetesanmacet tidak segera dibetulkan atau tetesannya kurang dari semestinya rehidrasi tidak segera tercapai yang berarti memperpanjang penderitaan pasien. c. Komplikasi pada kulit akibat seringnya berak – berak dan adanya asam laktat dalam tinja dapat menyebabkan iritasi dan lecet pada anus dan sekitarnya. Untuk menjaga lcet pada kulit, setiap habis buang air besar bersihkan dengan kapas 9kapasnya disiram air panas dahulu kemudian diperas/ kapas cebok)yang dibasahi dengan minyak sayur/kelapa tetapi jangan dibedak lagi karena akan lengket. Jika telah lecet, setelah dibersihkan dengan minyak, keringkan dengan tisue kemudian oleskan saleo (misalnya boorsalep). d. Kejang – kejang pada pasien yang diare bila ada kejang pada paisen diare periksakan gula darahnya dan tindakan selanjutnya setelah ada instruksi dokter. e. Komplikasi lain bila diare menjadi kronis dapat menyebabkan pasien menderita malnutrisi energi protein. Oleh karena itu, pasien diare harus diobati sesuai dengan penyebabnya agar dapat sembuh benar dan orangtua harus diikutsertakan untuk mencegah berulangnya diare. 4. Gangguan rasa aman dan nyaman Pasien yang menderita diare akan merasakan gangguan aman dan nyaman karena sering buang air sehingga melelahkan; apalagi pada pasien kolera yang b.a.b-nya terus menerus disertai muntah. Untuk mengurangi kelelahan pasien tersebut sebaik – baiknya dirawat di atas eltor bed, yaitu tempat tidur dari terpal yang dilubangi di tengahnya dan dibawahnya ditempatkan ember penampung kotoran. Di dalam ember tersebut diisi dengan desinfektan. Selain kelelahan juga adanya rasa tak enak di perut serta kurang istirahat karena sering buang air besar. Pada dehidrasi ringan/sedang, dengan dipaksanya anak minum oralit sampai beberapa gelas tentu tidak menyenangkan; oleh karena itu,perlu pendekatan dengan cara membujuk. Pada anak yang telah mengerti berikan penjelasan mengapa ia harus banyak minum. Pemasangan infus yan telah mengerti berikan penjelasan mengapa ia harus menyebabkan gangguan apalagi jika tidak langsung berhasil. Hal ini sering pada vena yang kolaps sehingga susah mencarinya. Lebih baik vena seksi. Pasien yang dilakukan biopsi usus sangat lelah karena biopsi dilakukan berjam – jam sedangkan pasien harus hanya miring ke kanan saja. Untuk mengurangi ini biasanya orangtua diminta membantu menunggu sambil mengusap – usap serta membujuknya (kepada orangtua sebelumnya harus diterangkan untuk apa biopsi usus dapat berlangsung orangtua akan ikut merasakan kelelahan akibat menunggu. Biopsi usus dapat berlangsung 2-3 jam karena menunggu kapsul masuk ke dalam usus halus. 5. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit Penyebab diare telah dikemukakan lebih dahulu baik karena infeksi enteral maupun parenternal serta faktor lainnya. Tetapi mengingat ada beberapa faktor resikoyang ikut berperan dalam timbulnya diare yang kebanyakan karena kurangnya pengetahuan orangtua maka penyuluhan perlu diberikan. Hal – hal tersebut adalah: higiene yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, pola pemberian makanan, sosio ekonomi dan sosio budaya. Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui ”4F” (finger, feces, food dan fly) maka penyuluhan yang penting adalah: a. Kebersihan perorangan pada anak. Mencuci tangan sebelum makan dan setiap habis bermain, memakai alas kaki jika bermain di tanah. b. Membiasakan anak buang air besar di jamban harus selalu bersih agar tidak ada lalat. c. Kebersihan lingkungan untuk menghindarkan adanya lalat. d. Makanan harus selalu tertutup (jika di atas meja). e. Kepada anak yang sudah dapat membeli makanan sendiri agar diajarkan untuk tidak membeli makanan yang dijajakan terbuka. f. Air minum harus selalu dimasak. Bila sedang berjangkit penyakit diare selain air harus yang bersih juga perlu dimasak mendidih lebih lama. Berikan juga pentunjuk bila anak menderita diare agar secepatnya diberi banyak minum (jelaskan apa perlunya) dan lebih baik dengan oralit atau jika tidak ada dapat dengan larutan gula garam. Tetapi jika anak muntah lebih sering atau berak – berak terus sehingga pemberian oralit tidak dapat menolong supaya segera dibawa berobat ke pelayanan kesehatan agar tidak terlambat. Jelaskan bahwa oralit/LGG bukanlah untuk mengobati diarenya tetapi hanya untuk mencegah agar anak tidak jatuh dalam keadaan dehidrasi berat. Dalam perjalanan agar pasien terus diberi minum untuk mencegah bertambahnya dehidrasi. B. Diare karena infeksi khusus 1. Kolera Kolera merupakan penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang disebabkan oleh basilVibrio cholerae, dengan gejala diare hebat, sering disertai muntah, turgor cepat berkurang, timbul asidosis dan tidak jarang disertai renjatan (syok). Infeksi terjadi akibat masuknya kuman V.cholerae melalui mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar dengan tinja yang mengandung kuman kolera. Masa inkubasi adalah 8-48 jam. Penyakit ini umumnya menyerang di daerah sanitasi lingkungan buruk (golongan masyarakat dengan sosial ekonomi kurang). Patogenesis Setelah kuman masuk ke dalam usus halus, berkembang biak, kemudian mengeluarkan enterotoksin kolera yang akan mempengaruhi sel mukosa usus halus dan meningkatkan sekresi ion Cl ke dalam usus. Akibat diare dengan atau tanpa muntah akan terjadi: a. Gangguan keseimbangan air (dehidrasi) dan elektrolit. b. Gangguan gizi (berat badan turun banyak dalam waktu cepat). c. Hipoglikemia (terutama pada pasien malnutrisi). Pada kolera dehidrasi berat dapat terjadi dalam waktu kurang 24 jam dengan kehilangan cairan sekitar 25% dari berat badan. Kalium banyak hilang bersama tinja tetapi sukar dinilai dalam plasma. Gangguan lain adalah asidosis metabolik karena keilangan bikarbonas bersama dengan tinja dan karena ketidakmampuan ginjal untuk memproduksi bikarbonas hingga tubuh kekurangan bikarbonas. Akibat asidosis metabolik dapat timbul: a. Pernapasan cepat dan dalam )Kussmaul) sebagai kompensasi. b. Bertambahnya pemindahan ion hidrogen ke dalam sel dan keluarnya ion kalium dari dalam sel ke cairan ekstrasel. c. Cadangan jantung menurun sehingga dapat terjadi gagal jantung bila asidosis tidak segera diatasi. Akibat kehilangan banyakcairan dan elektrolit yang terjadi dalam waktu singkat dapat timbul gangguan sirkulasi berupa renjatan. Gangguan gizi terjadi akibat kehilangan air dan kurangnya masukan makanan. Hipoglikemia sering terjadi pada anak sebagai akibat habisnya persediaan glikogen di dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan kejang, stupor sampai koma. Gambaran Klinik Diare terus menerus: tinja tampak seperti air cucian beras atau tajin, kadang disertai muntah, keadaan turgor cepat turun, mata cekung, ubu – ubun besar cekung, pernapasan cepat da dalam, sianosis, nadi kecil da cepat, tekanan darah turum, bunyi jantung melemah akhirnya timbul renjatan. Penatalaksanaan Medik Di Bagian Ilmu Kesehatan AnakFKUI-RSCM Jakarta digunakan sistem ROS (Ringer Laktat-Oralit-Stimulan-Edukasi), yaitu memberikan cairan Ringer Laktat secara intravena dan secara simultan (bersamaan) diberikan oralit dan pendidikan kesehatan kepada keluarga/orangtua. Cairan Ringer laktat diberikan dengan kecepatan: • 1 jam pertama, 10 tetes/kgBB/menit • 7 jam berikutnya, 3 tetes/kgBB/menit Bila telah terdapat renjatan, cairan diberikan dengan diguyur; yaitu klem selang infus dibuka, sampai nadi teraba; selanjutnya pemberian cairan seperti yang disebut di atas. Seterusnya selama 4 jam diberikan oralit saja. Bila keadaan pasien tetap baik dipulangkan. Makanan tidak usah dibatasi (tidak perlu realimentasi) karena pada kolera ini tidak terjadi kerusakan pada mukosa usus. Sebaiknya diberikan makanan lunak yang tidak merangsang. Pada hari ke-3 pasien diminta kembali kontrol. Antibiotik yang efektif untuk kolera adalah tetrasiklin dengan dosis 50 mg/kgBB.hari dibagi 4 dosis selama 5 hari. 2. Diare karena kandidis (moniliasis) Penyebab : Candida albicans. Infeksi dapat mengenai beberapa alat tubuh seperti mulut, paru, usus, dan vagina. Candida albicans dapat hidup sebagai saprofit, tetap pada keadaan tertentu seperti prematuritas, pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang lama, gangguan gizi, dan diabetes melitus dapat berubah menjadi parasit. Walaupun dapat mengenai semua umur tetapi yang sering terdapat pada bayi (bayi baru lahir). Diagnosis dapat ditegakan dengan ditemukannya ragi dan miselium. Pengobatan yang diperlukan adalah nistatin (Mycostatin); larutan gentia violet (untuk pengobatan lokal), Amfoterisin B, dll. 3. Diare karena Escherchia coli Toksin yang dikeluarkan oleh E.coli dapat menyebabkan diare pada binatang juga pada manusia. Kemampuan melekat (adhesi) bakteri pada usus halus menentukanvirulensi bakteri; salah satu strain E.coli mampu menembus mukosa usus. Dewasa ini dikenal 3 jenis (strain) E.coli dianggap patogen, yaitu: a. Enteropathogenic E.coli (EPEC) Kuman ini ditemukan pada tahun 1945 dari pasien kolera anak. Bakteri ini mengeluarkan cairan yang berbau spesifik seperti semen sperma. Pada saat ini dikenal lebih dari 15 subtipe yang dapat menimbulkan epidemidiare terutama padabayi (dapat menimbulkan banyak kematian pada bayi baru lahir). b. Enterotoxigenic E.coli (ETEC) Jenis E.coli (ETEC) ini mempunyai toksin yang tidak tahan panas, yaitu labile toxin (LT) yang bersifat seperti toksin Vibrio cholerae yang dapat merangsang enzi adeni siklase sel mukosa usus halus dan mempunyai sifat imunologik yang sama dengan koleragen (antigen Vibrio cholerae). c. Enteroinvasive E.coli (EIEC) Jenis ini dapat menembus sel mukosa usus besar (kolon), menimbulkan kerusakan jaringan mukosa, sehingga ditemukan eritrosit dan leukosit dalamtinja pasien. Patogenesis diare oleh EPEC ini mirip diare yang disebabkan oleh Shigella spp. Gambaran klinik akibat infeksi E.coli, yaitu bayi menjadi letargi (lemas), anoreksia (tak mau minum), berat badan menururn kemudian terdapat diare dan muntah. Tinja banyak, cairan berwarna hijau agak kuning, khas baunya seperti sperma. Bayi menjadi dehidrasi, asidosis, dan renjatan. Keadaan menjadi makin payah hanya beberapa jam saja. Pengobatan sama dengan pasien lain yang diare ialah penggantian cairan dan berikan susu rendah laktosa. Pemberian antibiotik seperti pada pengobatan diare akibat salmonela, misalnya gentamisin 4 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 2 dosis dan berikan selama 7 hari (atau obat yang ada dan cocok).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar