Senin, 27 Februari 2012

PERUBAHAN KESEIMBANGAN ASAM BASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH. Klasifikasi pH yaitu pH 7,0 adalah netral, pH diatas 7,0 adalah basa (alkali), pH dibawah 7,0 adalah asam. Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ. Perubahan keseimbangan asam-basa adalah masalah klinis yang sering dijumpai dengan keparahan bervariasi dari ringan sampai mengancam jiwa. Bab ini mengulas prinsip-dasar fisiologi asam-basa, mekanisme umum terjadadinya abnormalitas, dan cara penilaian gangguan asam-basa. Bahasan selanjutnya menjelaskan lebih rinci mengenai empat gangguan asam-basa primer—asidosis metabolik, alkalosis metabolik, asidosis respiratorik, dan alkalosis respiratorik—dan gangguan asam-basa campuran. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah patofisiologi. b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang perubahan keseimbangan asam basa dari materi yang dicari diluar bangku kuliah. BAB II PEMBAHASAN A. Pertimbangan Fisiologis Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen ([H+]) pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai metabolisme, namun ([H+]) cairan tubuh tetap rendah. Kadar ([H+]) normal darah arteri adalah 0,00000004 (4 x, 10-8) mEq/L. Meskipun rendah, kadar ([H+]) yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel. Perubahan ([H+]) yang relatif kecil dapat sangat memengaruhi seseorang karena berefek terhadap enzim sel. 1. Skala pH Peningkatan ([H+]) menyebabkan larutan menjadi bertambah asam, dan penurunannya menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. Nilai pH berbanding terbalik dengan [H+]. Apabila [H+] meningkat, pH menurun, lalu Apabila [H+] menurun, maka pH meningkat. Kadar pH yang rendah berarti larutan itu lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti larutan itu lebih basa. Air mempunyai pH 7, dan bersifat netral karena jumlah ion hidrogennya (asam) (H+) tepat sama dengan jumlah ion hidroksil (basa) (0H-). Larutan asam mempunyai pH kurang dan 7; sedangkan larutan alkali atau basa mempunyai pH lebih besar dan 7. Skala pH berkisar dan 1 (paling asam) sampai 14 (paling alkali). Nilai pH rata-rata darah atau cairan ekstrasel (ECF) adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal pH darah adalah dan 7,38—7,42 (deviasi standar 1 dan nilai ratarata) atau 7,35—7,45 (deviasi standar 2 dan nilai rata-rata). 2. Asam Asam adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih ion [H+] yang dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton). Asam kuat, seperti asam hidrokiorida (HCl), hampir terurai sempurna dalam larutan, sehingga melepaskan lebih banyak ion H+. Asam lemah, seperti asam karbonat (H2C03), hanya terurai sebagian dalam larutan sehingga lebih sedikit ion [H+] yang dilepaskan. Proses metabolisme dalam tubuh menyebabkan terjadinya pembentukan dua jenis asam, yaitu yang mudah menguap (volatil) dan tidak mudah menguap (non-volatil). Asam volatil dapat berubah menjadi bentuk cair maupun gas. Karbondioksida—produk akhir utama dan oksidasi karbohidrat, lemak, dan asam amino—dapat dianggap sebagai asam karena mampu beneaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang akan terurai menjadi bentuk H+ dan HCO3- (CO2 + H20 H2C03 H+HC03-). Karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru, sehingga karbondioksida sening disebut asam volatil. Semua sumber lain H+ dianggap sebagai asam nonvolatil atau asam terfiksasi (fixed-acids). Asam non-volatil menguap tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk bisa diekskresi oleh paru-paru, tapi harus diekskresikan melalui ginjal. Asam non-volatil dapat berupa anorganik maupun organik. Asam sulfat adalah produk akhir oksidasi asam amino yang mengandung sulfur, sedangkan asam fosfat dibentuk dan metaholisme fosfolipid, asam nukleat, dan fosfoprotein. Asam organik (seperti asam laktat dan asam keton) dibentuk pada metabolisme karbohidrat dan lemak dan kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan air, sehingga dalam keadaan normal asam-asam mi tidak memengaruhi pH tubuh. Namun demikian, asam-asam organik mi dapat menumpuk pada keadaan abnormal tertentu. Asam laktat akan menumpukjika tidak ada oksigen, misalnya pada syok sirkulatorik atau henti jantung. Pada diabetes melitus tak terkontrol, asam-asam keton (asam asetoasetat dan beta-hidroksibutirat) dapat tertimbun karena meningkatnya metabolisme lemak. Sekitar 20.000 mmol H2C03 dan 80 mmol asam non-volatil diproduksi oleh tubuh setiap han dan dikeluarkan melalui paru-paru dan ginjal, secara terpisah. 3. Basa Berlawanan dengan asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor proton). Basa kuat, seperti natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian yang terurai dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam. 4. Bufer Bufer adalah substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang disebabkan penambahan asam maupun basa. Bufer adalah campuran asam lemah dan garam basanya (atau basa lemah dan garam asamnya). Bufer akan sangat efektif dalam mempertahankan [H+] terhadap asam atau basa, jika bufer tersebut terurai 50% (mempunyai jumlah asam belum terurai yang sama dan garamnya). Kadar pH pada keadaan asam atau basa yang 50%-nya terurai disebut sebagai pK dan bufer itu. Keefektifan suatu bufer ditentukan oleh kadar dan pKnya, relatif terhadap komponen tempat bufer itu bekerja. Empat pasang atau sistem bufer utama dalam tubuh yang membantu memelihara pH agar tetap konstan adalah: • Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 danH2CO3) • Sistem bufer fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4) • Sistem bufer oksihemoglobmn-hemoglohin eritrosit (Hb0- dan HHb) • Sistem bufer protein (Pr - dan HPr) Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat adalah yang paling banyak secara kuantitatif, dan dalam ECF. Bufer ini berperan dalam lebih dari separuh kapasitas bufer dalam darah. Sistem bufer nonbikarbonat sisanya terutama bekerja dalam intrasel (ICF). Sistem bufer fosfat merupakan bufer yang penting dalam eritrosit dan sel ginjal. Ion [H+] yang diekskresi dalam urine, dibufer oleh fosfat, dan disebut sebagai asam yang dapat tertitrasi Hemoglobin adalah suatu bufer ion [H+] yang efektif, diproduksi dalam eritrosit dalam perjalanan transpor CO2 dan jaringan ke paru dalam bentuk bentuk bikarbonat (HCO3). Hemoglobin tereduksi mempunyai afinitas yang kuat dengan ion [H+], sehingga sebagian besar dari ion ini menjadi berikatan dengan hemog1obin. Dalam keadaan ini, hanya sedikit [H+] yang masih tetap bebas sehingga keasaman darah vena hanya sedikit besar dan darah arteri. Sewaktu darah vena melalui paru-paru, hemoglobin tersaturasi dengan oksigen dan punya kemampuan untuk mengikat ion [H+] menurun lalu ion [H+] dilepaskan, bereaksi dengan CO2, dan dikeluarkan melalui ekspirasi paru. Sebenamya sistem hemoglobin/oksihemoglobin menyangga sistem bufer bikarbonat/asam karbonat, Sistem bufer protein paling banyak terdapat pada sel jaringan dan juga bekerja pada plasma. Lebi dari separuh dari 70 mmol ion [H+] yang berasal dan awalnya dibufer secara intrasel. 5. Pengaturan pH ECF Berbagai asam dan basa terus menerus memasuki tubuh melalui absorpsi makanan dan katabolisme makanan, sehingga perlu beberapa mekanisme menetralkan atau membuang zat-zat ini. Sebenarnya pH yang konstan dipertahankan secara bersamaan oleh sistem bufer tubuh, paru-paru, dan ginjal. Tiga mekanisme pengaturan ini berbeda dalam kecepatan dan keefektifannya untuk mempertahankan ke konstanan pH sesuai dengan bertambah atau kurangnya asam atau basa dalam tubuh. Respons segera (dalam beberapa detik) terhadap bertambah atau berkurangnya [H] adalah bufer kimiawi ion [H+] oleh sistem bufer ECF maupun ICF. Tetapi, bufer hanya merupakan tindakan sementara dalam pemulihan pH normal. Usaha kedua untuk menstabilkan konsentrasi [H+] adalah mengendalikan kadar CO2 pernapasan dalam cairan tubuh melalui ventilasi alveolar. Respon ini berlangsung cukup cepat, hanya memerlukan beberapa menit untuk bisa bekerja sepenuhnya. Terakhir, usaha pemulihan pH agar tetap normal pada gangguan asam-basa bergantung pada pengaturan ginjal terhadap keadaan bikarbonat dalam aliran tubuh. Respons ini relatif lambat, membutuhkan beberapa hari untuk mencapai koreksi penuh. B. Tinjauan Ketidakseimbangan Asam-Basa Primer Gambar diatas menunjukkan batas normal pH darah yaitu sekitar 7,4 dan batas terjauh yang masih dapat ditanggulangi adalah antara 6,8 sampai 7,8 atau Interval dan satu unit pH. Batas normal pH adalah dan 7,38 sampai 7,42 jika menggunakan nilai yang Iebih sensitif yaitu satu standar deviasi dari nilai rata-rata 7,4. Tetapi, umumnya para klinisi memakai nilai yang kurang sensitif yaitu 7,35—7,45, dengan dua standar deviasi dart nilai rata-rata. pH darah yang kurang dan 7,35 disebut asidemia dan proses penyebabnya disebut asidosis. pH 7,25 atau kurang dari itu dapat membahayakan jiwa dan pH 6,8 sudah tak dapat ditanggulangi oleh tubuh. Demikian juga, pH darah yang lebih besar dari 7,45 disebut alkalemia dan poses penyebabnya disebut alkalosis. pH yang lebih besar dan 7,55 dapat membahayakan jiwa dan pH yang lebih besar dan 7,8 tidak dapat ditanggulangi lagi oleh tubuh. Empat gangguan asam-basa primer dan kompensasinya dapat diketahui dengan memakai persamaan Henderson-Hasselbaich yang telah disederhanakan : Persamaan mi menekankan fakta bahwa perbandingan basa terhadap asam harus 20:1 agar pH bisa dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi. Ketidakseimbangan metabolik teijadi jika gangguan primernya adalah kadar bikarbonat. Bikarbonat adalah pembilang pada persamaan Henderson Hasselbalch, sehingga peningkatan kadar bikarbonat akan meningkatkan pH, yang disebut sebagagai alkalosis metabolik. Penurunan kadar bikarbonat nenyebabkan penurunan pH, disebut sebagai asidosis metabolik. Ketidakseimbangan respiratonik terjadi jika gangguan primernya adalah kadar karbondioksida (asam karbonat). Kadar karbondioksida merupakan penyebut dalam persamaan Henderson Hasselbalch Peningkatan PaCO2 akan menurunkan pH disebut sebagai asidosis respiratorik (juga dikenal sebagai hipoventilasi alveolar atau hiperkapnia). Penurunan PaCO2 akan meningkatkan pH dan disebut sebagai alkalosis respiratorik (juga dikenal sebagai hiperventilasi alveolar/ hipokapnea). Perhatikan bahwa perbandingan bikarbonat- asam bikarbonat 20:1akan berubah pada keempat ketidakseimbangan asam basa primer ini, dan menyebabkan penyimpangan pH normal yang sebesar 7,4. Asidosis metabolik/ respiratorik menurunkan perbandingan 20:1 dari bikarbonat- asam bikarbonat, sedangkan alkalosis metabolik/ respiratorik akan meningkatkannya.Dengan demikian, keempat gangguan asam-basa primer dapat diketahui dengan melihat perbandingan bikarbonat dan asam karbonat dalam persamaan Henderson Hasselbalch. Berbagai kombinasi gangguan asam basa disebut sebagai gangguan asam basa campuran. Salah satu contohnya adalah asidosis respiratorik dan asidosis metabolik. C. Respon Kompensatorik Terhadap Perubahan pH Apabila pH berubah akibat gangguan asam-basa primer maka tubuh segera menggunakan respons kompensatoriknya untuk mengembalikan pH ke nilai normal. Tiga respons kompensatorik yang telah dijelaskan diantaranya: (1) bUfer ICF dan ECF; (2) respn pernapasan terhadap PaCO2 melalui hipoventilasi atau hiperventilasi, dan (3) respons ginjal terhadap [HC031 atau [H+]. Asidosis metabolik primer (penurunan [HCO3- ] dikompensasi dengan hiperventilasi respiratorik, sehingga menurunkan PaCO2 dan memulihkan pH ke nilai normal. Alkalosis metabolik primer (peningkatan [HC03]) dikompensasi dengan hipoventilasi respiratorik, sehingga meningkatkan PaCO2 dan memulihkan pH ke nilai normal.. Respons kompensatorik pernapasan terjadi dalam heberapa menit.. Sebaliknya, kompens.asi ginjal untuk asidosis respiratorik primer (peningkatan PaCO2) atau alkalosis (penurunan Pa02) terjadi melalui retensi atau ekskresi ion HC03 aLan It. Namun demikian, kompensai yang dilakukan ginjal berlangsung lambat sehingga efeknya tidak dapat terlihat sampai kira-kira 24 jam. Kompensasi penuh memerlukan waktu sekitar 2 sampal 3 han. Dengan demikian, asidosis respiratorik diklasifikasikan sebagai keadaan aba bila tidak terjadi kompensasi ginjal dan HC03 masih dalam keadaan normal; [Ala terjadi kompensasi ginjal dan HC03 telah meningkat, maka keadaan ml dikiasifikasikan sebagal kronis. Alkalosis respiratorik primer juga dapat digolongkan dalam keadaan akut atau kronis, bergantung pada kompensasi ginjal yang terjadi sebagian atau lengkap. Apabila pembilang dalam persamaan HendersonHasselbalch meningkat, maka penyebut harus meningkat pula agar perbandingan tetap 20:1, dan memperkecil penyimpangan pH dan normal. Kompensasi selalu melibatkan perubahan kompensatorik pada pembilang (atau penyebut), dengan arah yang sama seperti pada gangguan primer. Tabel dibawah memperlihatkan ringkasan keempat gangguan asam basa primer. Gangguan asam basa sederhana Gangguan asam basa Sebab Bandinnagn bikarbonat- asam karbonat Kompensasi Asidosis respiratorik Hipoventilasi(CO2 tertahan) Perbandingan <20:1 Ginjal: retensi HCO3- ;eksresi garam asam ;meningkatnya pembentukan amonia Alkalosis respiratorik Hiperventilisasi(pelepasan CO2 berlebihan) Perbandingan >20:1 Ginjal:eksresi HCO3- Retensi garam asam Menurunnya pembentukan amonia Asidosis metabolik Retensi asam terfiksasi kehilangan bikarbonat basa Perbandingan <20:1 Paru-paru: Hiperventilasi Ginjal: seperti pada Asidosis respiratorik Alkalosis metabolik Kehilangan asam terfiksasi Peningkatan bikarbonat basa Penurunan K+ Perbandingan >20:1 Paru-paru: hipoventilasi Ginjal: Alkalosis respiratorik D. Penilaian Ketidakseimbangan Asam-basa Penegakan diagnosis dan penanganan gangguan asam-basa membutuhkan pengertian yang mendalam mengenai patogenesis dan patofisiologi gangguan-gangguan ini. Banyak penulis telah memperkenalkan berbagai metode yang disederhanakan untuk menafsirkan nilai-nilai komponen metabolik dan pemapasan dan gas darah arteri, untuk mengenali ketidakseimbangan utama primer (baik akut maupun yang sudah dikompensasi) atau gangguan campuran. Metode ini mencakup penggunaan nomogram asambasa, bikarbonat standar, dan mengukur kelebihan dan kekurangan basa untuk mengenali adanya gangguan metabolilk. Namun demikian harus ditekankan bahwa, tidak ada satu pun metode yang sempurna dan tidak dapat menimbulkan salah penafsiran. Nomogram asam-basa menggunakan ruas-ruas kepercayaan untuk mengenali adanya gangguan asam-basa primer akut atau yang telah terkompensasi, sedangkan pada gangguan campuran akan berada di antara ruas-ruas itu. Dapat terjadi suatu keadaan dengan pH yang normal meskipun terjadi gangguan asam-basa, seperti pada campuran asidosis respiratorik dengan alkalosis metabolik. Pada akhimya, gangguan campuran seperti ini akan sulit dibedakan dengan asidosis respiratorik kronis yang terkompensasi baik, jika tidak disertai keterangan klinis yang jelas. Kelebihan/ kekurangan basa dan HC03 standar juga merupakan metode yang populer dalam membantu menafsirkan gangguan asam-basa. HC03 standar dianggap mencerminkan kadar HC03 plasma yang sebenarnya, dan cara ini menggantikan pengukuran kadar karbondioksida yang klasik. Pengukuran karbondioksida mengandung komponen pernapasan atau H2C03 (meskipun sedikit). Kelebihan/kekurangan basa dapat dihitung dan HC03 standar dan dianggap merupakan cara yang pasti unftjk menilai komponen metabolik dan gangguan asam-basa. Namun banyak penulis yang mengecam keras penggunaan nilai HC03 standar dan kelebihan/kekurangan basa (Rose Post, 2001; Schwartz, Relman, 1963). Penulis-penulis inimenyatakan bahwa HC03 standar juga merupakan perkiraan dan bikarbonat plasma yang sebenarnya, dan tidak mempunyai kelebihan terhadap pengukuran kadar karbondioksida. Penggunaan metode kelebihan atau kekurangan basa ini tidak direkomendasikan karena nilai-nilai ini dapat menyesatkan. Yang terakhir, penting sekali untuk menafsirkan nilai-nilai laboratorium untuk menegakkan diagnosis gangguan asam-basa. PaCO2 tidak dapat ditafsirkan secara tersendiri sebagai suatu indikator dan dari gangguan pernapasan, demikian juga [HCO3-] tidak dapat dilihat secara terpisah sebagai petunjuk adanya gangguan metabolik. Kadar PaCO2 rendah dapat menunjukkan adanya alkalosis ratorik primer atau dapat disebabkan oleh kompensasi pernapasan yang bakal terjadi pada asidosis metabolik. Demikian pula, peningkatan [HCO3-] dapat mencerminkan adanya alkalosis metabolik primer respons kompensatorik terhadap asidosis respira kronis. Selain itu, kebanyakan dari gangguan asambasa sudah terkompensasi sebagian ketika pertama kali diketahui dan sering terjadi gangguan campuran. Singkatnya, tak ada jalan pintas untuk menilai adanya gangguan asam-basa. Variabel laboratorium dapat ditafsirkan secara terpisah, tapi harus dikaitkan dengan pengetahuan mengenai keadaan pengalaman, penilaian yang baik, dan pemahaman terhadap fisiologi asam-basa. Penilaian dimulai dengan menyadari bahwa gangguan asam-basa mungkin sulit dideteksi kecuali bila gangguan ini berat, selain itu gejala dan tanda yang ada cenderung tidak jelas tidak khas. Harus juga diperhatikan riwayat klinis, gejala dan tanda, serta data pemeriksaan laboratorium yang mengesankan bahwa proses penyakit ini kaitan dengan gangguan asam-basa. Penyebab serta gejala yang paling sering dijumpai pada gangguan asam basa akan dibicarakan kemudian. Berikutnya, kecurigaan klinis perlu cnteg2 melalui pemeriksaan sistematik dan vaniabel-va asam-basa. Langkah pertama adalah memeriksa pH untuk menentukan adanya asidemia atau alkalemia, jika ada, seberapa berat. Langkah kedua adalah memeriksa PaCO2 dan [HC03-] dalam kaitannya dengan pH, untuk mengetahui apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersiat respiratorik atau metabolik primer atau campuran. Persamaan Henderson-Hasselbaich atau nomogram asam-basa bisa bermanfaat dalam membuat dugaan. Pengetahuan mengenai keadaan klinis penting dalam pengambilan keputusan. Langkah ketiga adalah memperkirakan respons kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan asam primer. Juga kemungkinan gangguan asam-basa campuran bila respons kompensatoniknya lebih ringan atau lebih berat dari yang diperkirakan. Nomogram asam-basa juga dapat membantu. Selisih anion harus selalu dihitung untuk menentukan apakah asidosis metabolik disebabkan oleh retensi asam terfiksasi yang berkaitan dengan meningkatnya selisih anion (anion gap). [Na+] – ( [HCO3-] + [Cl-] ) Sebenarnya, selisih anion tidak pernah ada dalam kenyataan karena jumlah ion positif harus sama dengan jumlah ion negatif untuk mencapai muatan listrik yang netral (electroneutrality) dalam tubuh. Jadi, selisih anion mencerminkan jumlah anion yang tak terukur karena penjumlahan kadar klorida plasma dan HC03- lebih sedikit aibandingkan dengan kadar Na+ serum: 140 mEq/L - (104 rnEq/L + 24 mEq/L) = 12 mEq/L = selisih anion yg normal Peningkatan selisih anion juga harus dibandingkan dengan penurunannya [HC03-] untuk mendeteksi adanya gangguan campuran seperti alkalosis metabolik dengan asidosis metabolik. Selisih anion yang menurun menunjukkan adanya beberapa gangguan lain. Contohnya, kadar natrium serum dapat tetap normal sedangkan kadar HC03 dan C1- serum meningkat (sering terjadi pada hipoalbuminemia). Langkah terakhir dalam penilaian gangguan asambasa adalah mengetahui ketidakseimbangan primer dan mengenalinya sebagai keadaan akut atau kronis (terkompensasi), atau sebagai campuran dan dua macam gangguan/ lebih. Asidosis metabolik perlu dikiasifikasikan menurut selisih anionnya, yaitu normal atau meningkat. E. Asidosis Metabolik Asidosis metabolik (kekurangan HC03) adalah gangguan sistemik yang ditandal dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [H+]. [HCO3] ECF adalah kurang dan 22 mEq/L dan pH-nya kurang dan 7,35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metaboilk jarang terjadi secara akut. 1. Etiologi dan Patogenesis Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfiksasi (nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harlan, atau kehilangan bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, selisih anion dihitung dengan mengurangi kadar Na+ dengan jumlah dan kadar Cl- dan HC03- plasma. Nilai normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion tak terukur seperti asarn sulfat, asam fosfat,asam laktat, dan asam-asam organik lainnya. Apabila asidosis disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti pada diare), atau bertambahnya asam kionida (contohnya, pada pembenian amonium klorida), maka selisih anion akan normal. Sebaliknya, jika asidosis disebabkan oleh peningkatan produksi asam organik (seperti asam laktat pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (contohnya, pada gagal ginjal), maka kadar anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat (Gbr. 22—3). Pada asidosis metabolik dengan selisih anion normal, kehilangan HC03 dapat terjadi melalui saluran cerna atau ginjal. Diare, fistula usus halus, dan ureterosigmoidostomi dapat menyebabkan kehilangan HCO3 secara bermakna; sedangkan reabsorpsi HC03 oleh ginjal menurun pada asidosis tubulus proksimal ginjal atau pada orang yang mendapat pengobatan dengan inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid. Klonida berkompetisi dengan HC03 dalam mengikat Na+, sehingga berkaitan dengan keseimbangan asambasa tubuh. Apabila HC03 keluar tubuh dan [HC03-] serum menurun, maka timbul kompensasi berupa peningkatan [C19 plasma, karena jumlah anion dan kation dalam ECF harus sama untuk mempertahankan muatan listrik yang netral. Hal tersebu tmenyebabkan timbulnya asidosis metabolik hiperkioremik. Pemberian garam kiorida yang berfebihan (mis., NH4CI) juga dapat menyebabkan teijadinya asidosis metabolik hiperkioremik. Asidosis yang disebabkan oleh pemberian larutan garam TV secara cepat biasanya bersifat ringan, sementara, dan disebut sebagai asidosis dilusional. Keadaan-keadaan yang menyebabkan asidosis metabolik dengan selisih anion tinggi, Keadaan yang paling sering terjadi adalah syok atau perfusi jaringan yang tidak memadai karena berbagai sebab, sehingga menyebabkan penuinpukan sejumlah besar asam laktat. Ketoasidosis diabetik (DKA), kelaparan, dan intoksikasi etanol menyebabkan peningkatan selisih anion karena pembentukan asam-asam keto; gagal ginjal menyebabkan peningkatan selisth anion karena retensi asam sulfat dan asam fosfat. Keiacunan yang disebabkan oleh ovendosis salisilat, metanol, atau etilen glikol meningkatkan selisih anion melalui peningkatan asam organik (salisilat, format, oksilat). 2. Gambaran Klinis dan Diagnosis Gejala serta tanda asidosis metabolik cenderung tidak jelas, dan pasien dapat asimtomatik, kecuali jika [HC03-] serum turun sampai di bawah 15 mhq/L. Pernapasan Kussmaul (napas dalam dan cepat yang menunjukkan adanya hipenrentilasi kompensatorik) mungkin Iebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetik dibandingkan pada asidosis okibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utama asidosis metabolik adalah kelamnan kardiovaskular, neurologis, dan fungsi tulang. Apabila pH di bawab 7,1, maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap katekolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi perifer. Efek-efek ini dapat menyebabkan teijadinya hipotensi dan disritmia jantung. Gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma yang disebabkan oleh penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Gejala-gejala neurologik lebih ringan pada asidosis metabolik dibandingkan pada asidosis respiratorik, karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak dibandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme bufer H+ oleh bikarbonat tulang dalam asidosis metabolik penderita gagal ginjal kronis, akan menghambat peitumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai kelainan tulang (osteodistrofi ginjal). Diagnosis asidosis metabolik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan oleh hasil perneriksaan laboratorium yaitu pH, PaCO2, dan HC03 dengan menggunakan pendekatan sistematik seperti yang telah dijejaskan sebelumnya. Hasil pemenksaan menunjukkan: pH <7,35, HC03 <22 niEq/L, dan PaCO2 <40 mmHg tapi jarang sampai di bawah 12 mmHg. Derajat kompensasi yang diperkirakan harus dihitung untuk menentukan adanya gangguan asam-basa campuran yang menyertai. F. Alkalosis Metabolik Alkalosis metabolik (kelebihan HC03-) adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar HCO plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan [H+] [HCO3-] ECF lebih besar dan 26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7,45. Alkalosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume ECF dan hipokalemia. Kompensasi pernapasan berupa peningkatan PaCO2 melalui hivopentilasi, akan tetapi tingkat hivopentilasi, tapi tingkat hivopentilasi terbatas karena pernapasan terus berjalan oleh dorongan hipoksia. 1. Etiologi dan Patogenesis Penyebab alkalosis metabolik yaitu akibat kekurangan H+ (dan ion klorida) atau berlebihan retensi HCO3-. Alkalosis metabolik yang berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat oral/ parenteral jarang dijumpai karena beban bikarbonat dieksresi kedalam urine (kecuali jika disertai kekurangan klorida). Patogenesis alkalosis metabolik paling baik dipahami dengan memperhatikan ketiga tahapannya yaitu saat timbul, bertahan, dan pemulihan. 2. Gambaran Klinis dan Diagnosis Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogastrik, pengobatan diuretik, atau pasien yang baru sembuh dan gagal napas hiperkapnia. Selain itu dapat timbul gejala serta tanda hipokalemia dan kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang otot. Alkalemia berat (pH> 7,6) dapat menyebabkan terjadinya disritmia jantung pada orang normal dan terutama pada pasien penyakit jantung Apabila pasien mengalami hipokalemia, terutama jika menjalani digitalisasi, maka dapat dijumpai adanya kelainan EKG atau disritmia jantung. Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada pasien bila kadar Ca++ serum berada di batas rendah, dan terjadi alkalosis dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada pH basa, dan penurunan ion Ca++ dapat menyebabkan terjadinya tetani atau kejang. Diagnosis alkalosis metabolik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan basil pemeriksaan laboratorium yang mendukung, pH plasma meningkat diatas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dan 26 mEq/L. mungkin normal atau sedikit meningkat pening PaCO2 kompensasi diperkirakan sebesar 0,7 untuk tiap peningkatan HCO sebesar 1 mE rum biasanya <3,5 mEq/L dan CL serum m <98 mEq/L (alkalosis metabolik hipokloremik kalemik). Pengukuran Cl urine dapat membantu mengetahui sebab dan cara penanganan. Pada penderita alkalosis metabolik responsif-kiorida dengan volume ECF yang berkurang, klorida urine <10 L. Pasien dengan CL urine >20 mEq/L umurnnya mengalami penurunan volume cairan dan men alkalosis metabolik resisten-kiorida (lihat Kotak 22-S, alkalosis yang terãkhir ini jauh lebih jarang teijadi dihubungkan dengan kelebihan aldosteron. G. Asidosis Respiratorik Asidosis respiratorik (kelebihan H2C03) ditandai peningkatan primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan teijadinya penurunan pH: PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7,35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronis. Hipoksemia (Pa02 rendah) selalu menyertai asidosis respiratonik jika pasien bernapas dalam udara ruangan. 1. Etiologi dan Patogenesis penyebab mendasar asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar, istilah yang sebenarnya sinonim dengan penumpukan CO2. Dalam keadaan normal 15.000—20.000 mol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru. Sebagian besar CO2 dibawa ke paru dalam bentuk HCO3- darah (lihat persamaan bufer bikarbonat). Ketika CO2 jaringan memasuki darah, trejadi peningkatan kadar ion H+ yang merangsang pusat pernapasan, sehingga rnenyebabkan peningkatan ventilasi. Dalam keadaan normal, proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan pH tetap berada dalam batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu oleh hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh overproduksi CO2 akibat hipermetabolisme. Sampai sejauh ini, penyebab tersering asidosis respiratorik kronis adalah COPD. Pada pasien-pasien ini, gagal napas akut sering menunggangi retensi CO2 kronis jika terjadibronldtis akut terjadi sekunder akibat infeksi bakteri atau virus pada paru. Kifoskoliosis, sindrom Pickwickian, apnea waktu tidur adalah penyebab lain asidosis respiratorik kronis. Semua keadaan thu dibicarakan secara lebih terperinci di Bagian Tujuh. Kadar pH arteri dan HCO plasma berbeda pada asidosis respiratonik akut dan kronis. Respons terhadap asidosis respiratorik akut hanya melalui bufer sel, karena mekanisme kompensasi ginjal baru akan bermakna setelah 12—24 jam kemudian. Mekanisme bufer ECF dulakukan oleh protein plasma, tapi proses ini hanya sedikit berperan. (H2C03 yang meninggi merupakan bagian dart pasangan bufer utama ECF yaitu HC03 dan H2C03, sehingga pasangan ml Udak berperan langsung sebagai mekanisme pertahanan pada asidosis respiratorik). Hemoglobin merupakan bufer utama ICF. Sewaktu CO2 memasuki eritrosit (menghasilkan Hj, HC03 akan keluar dan bertukar dengan C1. Peningkatan HC03 serum diperkirakan sekitar I mEq/L untuk setiap peninkatan CO2 sebanyak 10 mmHg. Bufer sel saja tidak efektif untuk memulihkan pH normal. Dengan demikian, asidosis respiratorik akut hanya sedikit terkompensasi dan pH akan menurun cukup banyak. Berbeda dengan asidosis respiratorik akut, maka asidosis respiratorik kronis terkompensasi balk karena tersedia cukup waktu bagi ginjal untuk melakukan mekanisme kompensasi. Ginjal akan meningkatkan sekresi dan ekskresi H, disertai dengan resorpsi dan pembentukan HCO3 bat-ft. Peningkatan kompensatorik HC03 plasma mi membutuhkan waktu 2—3 han agar dapat berlangung sepenubnya. Dengan demiklan ada selang waktu 2—3 hat-i sebelun-i terjadi ekskresi HCO3melalui gifijal, dan mi mengakibatkan’timbulnya alkalosis metabolik hiperkapnia, seperti yang telah dibicarakan sebelumnya. Oleh karena itu, penderita asidosis respiratorik yang relatif terkompensasi dengan baik—terbukti dat-i pH yang mendekati normal—tidak boleh ditangani dengan terlalu terburuburu. PaCO2 yang terlalu cepat menurun akan mengakibatkan kelebihan HCO yang cukup besar dan menggeser keseimbangan asam-basa menjadi alkalosis akut. Peningkatan kompensatorik yang diperkirakan dat-i HCO plasma pada asidosis respiratorik kronis adalah 3,5 mEq/L untuk setiap peningkatan PaCO2sebanyak 10 mmHg di atas 40 mmHg. 2. Gambaran Klinis dan Diagnosis Gejala dan tanda retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2. Selain itu, asidosis respiratorik akut maupun kronis selalu disertai oleh hipoksemia, sehingga hipoksemia bertanggung jawab atas banyak tanda-tanda klinis akibat retensi CO2. Pada pmumnya, dengan semakin besar dan cepat peningkatan PaCO2, maka semakin berat gejala-gejala yang ditimbulkan. Peningkatan akut kadar PaCO2 hingga mencapai 60 xmnHg atau lebih akan menyebabkan terjadinya somnolen, kekacauan mental, stupor, dan ak}drnya koma. PaCO2 yang tinggi menyebabkan semacam sindrom metabolik otak, sehingga dapat timbul asteriksis (flapping tremor) dan miokionus (kedutan otot). Retensi CO2menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, sehingga kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan terjadinya peningkatafl tekanan intrakranial (ICP). Peningkatan tekanan intrakranial dapat bermanifestasi sebagai papiledema (pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemeril45 mmHg, dengan sedikit peningkatan kompensatonik HC03 (kurang dan 30 mEq/L). Tentu saja, pada keadaan obstruksi jalan napas akut, gambaran klinis yang mendominasi adalah gejala penekanan pernapasan yang berkaitan dengan hip okemia. Asidosis respiratonik kronis tampaknya lebil-i dapat ditoleransi dibandingkan dengan keadaan akut. Dapat timbul sedikmt gejala dan tanda yang berkaitan dengan retensi CO2 dan asidosis, kecuali jika PaCO2 >60 mniHg PaCE)2 yang lebth besar dan 45 mmHg dan HCO yang lebih besar dan 30 mEq/L menunjukkan adanya kompensasi ginjal. pH serum dapat normal atau sedikil menurun pada asidosis jespiratorik kronis yang terkompensasi dengan balk. Pada hiperkapnia kronis sering teuladi polisitemia kompensatonik. Kadar hemoglobin dapat mencapai 16—22 g/L. Pada umumn gejala dan tanda COPD mendominasi (dengan ata tanpa disertai kor pulmonale). Asidosis respmratorik akut dan kronis dibedakan berdasarkan pada anamnesis dan pemeniksaan analis gas darah arteri. H. Alkalosis Respiratorik Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer PaCO2 (hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCE)2 <35 nunHg dan I-I >7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi dengan akibat lebih sedikit absorpsi HC03-. Penurunan HCO3- serum berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis. 1. Etiologi dan Patogenesis Penyeebab mendasar alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar atau ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi tidak boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea), yang dapat atau tidak menyertai hiperventilasi. Pada frekuensi pernapasan normal dapat terjadi hiperventilasi jika volume tidak meningkat. Hiperventilasi hanya dapat diidentifikasi melalui PaCO2 yang menurun. Alkalosis respiratorik mungkin merupakan gangguan keseimbangan asambasa yang paling sering terjadi, meskipun sering tidak dikenali. Hiperventilasi mungkin sulit dikenali secara klinis, dan seringkali diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan gas darah. Alkalosis respiratorik bisa terjadi akibat rangsangan pusat pemapasan di medula oblongata. Sejauh ini, penyebab tersering adalah hiperventilasi fungsional akibat kecemasan dan stres emosional (sindrom hiperventilasi atau hiperventilasi psikogenik). Apabila kita memperhatikan situasi hidup manusia yang penuh stres baik dalam lingkungan rumah sakit (mis., nyeri, menunggu hasil pemeriksaan keganasan) maupun dalam masyarakat, maka tidak mengherankan jika sindrom hiperventilasi ini cukup sering terjadi. Hampir setiap orang pernah mengalami sindrom hiperventilasi dalam hidupnya. Keadaan lain yang merangsang pusat pernapasan adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh demam atau tirotoksikosis serta lesi CNS seperti gangguan pembuluh darah otak, meningitis, cedera kepala, atau tumor otak. Salisilat adalah obat terpenting yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik, agaknya melalui rangsangan langsung pada pusat pemapasan di meclula oblongala. Hipoksia adalab penybab lazim hiperventilasi primer yang menyertai pneumonia, edema paru atau fibrosis paru, dan gagal jantung’kongestif. Umumnya, diperlukan penurunan PaO2 dibawth 60 mmHg untuk merangsang ventilasi. Koreksi hipoksiajaringan menyebabkan cepat pulilinya alkalosis respiratorilc. Hiperventilasi kronis teijadi sebagai respons penyesuaian terhadap ketinggian (tekanan oksigen lingkungan yang rendah). Aikalosis respiratorik sering disebabkan faktor iatrogenik akibal ventilasi mekanis dengan ventilator siklus volume atau tekanan. Alkalosis respiratorik sering teijadi pada sepsis gram negatif dan sirosis hati. Akhirnya, meskipun hiperpnea merupakan respons penyesuaian terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat selama latihan fisik, tapi kadang juga dapat menimbulkan alkalosis respiratorik sementara. Respons segera terhadap penurunan akut PaCO2 adalah suatu mekanisme bufer intrasel. H+ dilepas dari bufer jaringan intrasel, yang memperkecil alkalosis dengan menurunkan HCO plasma. Alkalosis akut juga merangsang pembentukan asam laktat dan piruvat di dalam sel dan membantu pelepasan It lebih banyak ke dalam ECF. Bufer ekstrasel oleh protein plasma hanya sedikit menurunkan HC03 plasma. Efek mekanisme bufer ECF dan ICF adalah sedikit menurunkan HC03 plasma. Apabila hipolcapnia tetap berlangsung, maka penyesuaian ginjal mengakibatkan lebih banyak HCO plasma yang berkurang. Teijadi hainbatan reabsorpsi tubulus ginjal dan pembentukan HCO3 barn. Seperti halnya pada asidosis respiratonik, kompensasi pada alkalosis respiratorik kronis jauh lebih sempurna dibandingkan pada keadaan akut. Pada keadaan akut, penurunan kadar HC03 plasma diperkirakan sebesar 2 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg; penurunan HCO diperkirakan 5 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar10 mmHg pada keadaan kronis. I. Gangguan Asam Basa Campuran Gangguan asam-basa campuran adalah keadaan terdapatnya sayu/lebih gangguan asam-basa sederhana yang terjadi bersamaan. Gangguan asam-basa campuran ini mencakup: (1) Asidosis metabolik dan asidosis respiratonik, (2) Alkalosis metabolik dan alkalosis respiratorik, (3) Asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik, dan (4) Alkalosis metabolik dan asidosis respiratorik. Setiap gangguan asam-basa sederhana dapat tumpang tindih dengan yang lain. Dengan melihat kombinasi ketidakseimbangan asam-basa campuran, jelas terlihat bahwa komponen masing-masing gangguan ini dapat menambah atau mengurangi keadaan plasma, sehingga perubahan pH dapat menjadi sangat berat atau seakan-akan lebih ringan. 1. Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik Keadaan yang paling sering menyebabkan terjadinya asidosis metabolik dan asidosis respiratorik adalah henti kardiopulmonar yang tidak ditangani. Henti napas tanpa ventilasi alveolar rnenyebabkan terjadinya enumpukan CO2 yang cepat dan hipoksia jaringan. uoksiajaningan yang disebabkan oleh tidak adanya sigenasi akan mengaktivasi metabolisme anaerobik, sehingga terjadi penumpukan asam laktat, Contoh lainnya adalah penderita COPD (asidosis respiratorik kronis) yang jatuh ke dalam keadaan syok (asidosis metabolik). Contoh ketiga adalah pasien gagal ginjal kronis (asidosis metabolik) yang mengalami komplikasi insufisiensi pernapasan akibat beban cairan yang berlebihan dan edema paru. Pasien gagal ginjal kronis seringkali sulit menjalankan diet pembatasan garam, dan jika lalai dapat menyebabkan terjadinya beban cairan yang benlebih dan edema paru. Keadaan lain yang tidak begitu kentara menyebabkan gangguan campuran adalah pasien ketoasidosis diabetik yang mendapat pengobatan narkotik atau sedatif kuat, sehingga menyebabkan depresi pusat pernapasan. Pada masing-masing contoh ini, kelainan sistem pemapasan menghambat penurunan kompensatorik PaCO2 pada asidosis metabolik, dan kelainan metabolik menghambat mekanisme sistem bufer dan ginjal untuk meningkatkan HCO sebagai upaya untuk mengatasi asidosis respiratorik. Akibatnya, data laboratorium menunjukkan peningkatan PaCO2dan penurunan HC03, dan sangat mènurunnya pH plasma. Kunci untuk mengenali gangguan campuran mi adaah perubahan komponen pernapasan dan metabolik dan perubahan persamaan reaksi bufer ke arah yang berlawanan. Riwayat klinis akan jelas mengarahkan diagnosis pada kasus henti kardiopulmonar, tetapi tidak begitu jelas pada penderita COPD (asidosis metabolik kronis) yang mengalami ketoasidosis diabetik. Pengobatan gangguan campuran asidosis respiratorik dan metabolik ditujukan untuk menangani setiap penyakit yang mendasari. Pada kasus henti kardiopulmonar, tujuannya adalah untuk memulihkan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan memulihkan fungsi jantung dan pam. Pemberian sedikit NaHCO3 juga diperlukan unfttk meningkatkan pH ke tingkat optimal (7,2) sehingga fungsi jantunig dapat berespons terhadap usaha resusitasi. 2. Alkalosis Metabolik dan Alkalosis Respiratorik Menurut Schrier, gabungan alkalosis metabolik dan respiratorik merupakan salah satu gaugguan asambasa campuran yang paling sering terjadi (1997). Contoh Minis yang sering ditemukan adalah penderita COPD (asidosis respiratorik terkompensasi dengan peningkatan HCO3 yang mengalami hiperventilasi akibat respirator. Asidosis respiratorik dengah cepat berubah menjadi alkalosis respiratonik, memperberat alkalosis metabolik akibat peningkatan kompensatonik HCO yang memang sudah terjadi. Contoh lainnya adalah penderita gagal jantung kongestif yang mengalami hiperventilasi (alkalosis respiratorik) dan diobati dengan diuretik kuat (alkalosis metabohk dan hipokalemia) atau mengalami muntah atau penyedotan nasogastrik yang lama. Faktor pencetus yang sama juga bisa timbul pada pasien sirosis hati yang mengalami hiperventilasi. Contoh lain lagi adalah penderita hipen’entilasi neurogenik sentral pada trauma batang otak yang mendapat pengobatan diuretik. Pada gangguan alkalosis campuran ini, masing-masing gangguan akan menghambat respons kompensatorik satu dengan lainnya. Akibatnya, pH meningkat secara jelas. PaCO2 dan HCO3 bergeser dad batas normal dalam arah yang berlawanan. Selain anamnesis, hasil pemenksaan laboratorium yang dapat membantu mengenali gangguan campuran ini adalah hipokalemia. Pada pasien yang menggunakan ventilal penentuan ventilasi dan kadar oksigen harus benar-benar diperhatikan agar Pa02 dipertahankan pa kadar aman minimal sekitar 60—70 mmHg, d sementara itu PaCO2 diturunkan dengan san perlahan, sehingga memberikan kesempatan b ginjal untuk menurunkan HCO yang menin Pendenita hiperkapnia kronis bergantung p rangsangan bipoksia untuk pernapasanñya dan re tidak peka terhadap rangsangan CO2. Dengani de klan, peningkatan tekanan oksigen dan penui tekanan karbondioksida ke nilai normal pada derita COPD dapat menekan dorongan pe pasamiya, sehingga dapat mémperburuk kead Gangguan campuran lain yang disebutkan di diatasi dengan NaC1 dan KC1 sebagai upaya tin menurunkan HC03 dan memulihkan pH ke ha aman, karena sulit (atau tidak mungkin) untuk dapat langsung menaikkan PaCO2. 3. Asidosis Metabolik dan Alkalosis Respiratorik Gangguan campuran asidosis metabolik dan Alkalosis Respiratorik dapat diketahui jika kadar PaCO HC03 plasma sama-sama rendah, dan pH nc atau mendekati normal oleh karena kedua gang, mu cenderung saling menutupi satu dengan yang lain. Alkalosis respiratonik primer dapat timbul bersamaan dengan berbagai tipe asidosis metabolik sering timbul pada asidosis laktat sebagai penyulit syok septik. Syok septik disertai oleh hiperver Alkalosis respiratorik juga sering menyertai asic ginjal pada sindrom hepatorenal dan asidosis org pada intoksikasi salisulat. Pada gangguan campuran antara asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik, penurunan PaCO3- lebih besar dan perkiraan kompensasi asidosis metabolik primer, dan penurunan HC03- lebih besar perkiraan sebagai kompensasi alkalosis respiratorik primer. Penanganan harus ditujukan terhadap penyebab tertentu yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan asam-basa campuran, karena pH normal atau mendekati normal. 4. Alkalosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik Diagnosis campuran antara asidosis respiratorik alkalosis metabolik dapat ditegakkan bila ka HC03 plasma dan PaCO2 sama-sama meningkat dengan pH yang normal atau mendekati normal. Gangguan campuran mi cukup sering terjadi dan paling sering terjadi pada pasien COPD (asidosis respiratorik kronis) yang mendapat pengobatan diuretik kuat atau yang mengalami gangguan lain yang menyebabkan tetjadinya alkalosis metabolik, seperti numtah, penyedotan nasogastrik, atau terapi steroid. Gangguan asam-basa ganda ini juga terjadi pada sindrom distres pernapasan dewasa (Adult respiratory distress syndrome, ARDS). Deteksi terjadmnya alkalosis metabolik yang ringan sekalipun pada pasien COPD dan hiperkapnia kronis perlu dilakukan, karena dorongan bernapasnya sebagian bergantung pada asidosis yang menyertai. Dengan demikian, setiap penurunan H+ (peningkatan pH) dengan peningkatan HC03- akan menekan ventilasi dan menyebabkan semakin meningkatnya PaC02 dan menurunnya Pa02. Pada kasus yang demikian, penanganan alkalosis dapat memperbaiki ventilasi secara bermakna. Diet tinggi kiorida atau pengobatan KCl akan membantu menurunkan kadar HCO3- plasma. BAB III PENUTUP 4.1. Kesimpulan Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen ([H+]) pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Meskipun rendah, kadar ([H+]) yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel. Perubahan ([H+]) yang relatif kecil dapat sangat memengaruhi seseorang karena berefek terhadap enzim sel. Ketidakseimbangan metabolik teijadi jika gangguan primernya adalah kadar bikarbonat. Bikarbonat adalah pembilang pada persamaan Henderson Hasselbalch, sehingga peningkatan kadar bikarbonat akan meningkatkan pH, yang disebut sebagagai alkalosis metabolik. Penurunan kadar bikarbonat nenyebabkan penurunan pH, disebut sebagai asidosis metabolik. Kadar karbondioksida merupakan penyebut dalam persamaan Henderson Hasselbalch Peningkatan PaCO2 akan menurunkan pH disebut sebagai asidosis respiratorik Berbagai kombinasi gangguan asam basa disebut sebagai gangguan asam basacampuran. Salah satu contohnya adalah asidosis respiratorik dan asidosis metabolik. 4.2. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Perubahan keseimbangan asam basa harus dipelajari untuk lebih memaksimalkan dalam pemahaman ilmu keperawatan. 2. Pihak akademik perlu menyelenggarakan seminar tentang Perubahan keseimbangan asam basa. 3. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan perubahan keseimbangan asam basa, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan patofisiologi. DAFTAR PUSTAKA • Sylvia Price, Lorraine Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC. Hal. 374-395. • www.keperawatan.net • www.blog.kes.com • www.keperawatan online.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar