Jumat, 10 Februari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI KRISIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI KRISIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Klien yang dirawat di rumah sakit umum dengan masalah fisik juga mengalami masalah psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, merasa kecewa, putus asa, malu dan tidak berguna disertai keragu-raguan dan percaya diri yang kurang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien seperti laboratorium, CT scan dan tindakan seperti suntikan, infus, observasi rutin sering membuat klien merasa sebagai objek. Keluarga juga sering merasa khawatir dan ketidakpastian keadaan klien ditambah dengan kurangnya waktu petugas kesehatan seperti dokter dan perawat untuk membicarakan keadaan klien terutama pada ruangan gawat darurat, tim kesehatan fokus pada penyelamatan klien dengan segera. Klien dan keluarga kurang diberi informasi yang dapat mengakibatkan perasaan sedih, ansietas, takut marah, frustasi dan tidak berdaya karena infomasi yang kurang jelas disertai ketidakpastian. Dengan melakukan asuhan keperawatan pada konsep diri klien yang diintegrasikan secara komprehensif, diharapkan klien dan keluarga sesegera mungkin dapat berperan serta sehingga self care atau perawatan diri dan family support (dukungan keluarga dapat terwujud). Keadaan klien dan keluarga ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Salah satu aspek yang dapat dilakukan adalah asuhan keperawatan psikososial yang akan membhas tentang penyakit terminal, penyakit kronis, kehilangan, ansietas, gangguan konsep diri, dan masalah krisis. Dalam kehidupan, manusia harus mengatasi masalah terus menerus untuk menjaga keseimbangan atau balance antara stress dan mekanisme koping. Jika tidak seimbang maka akan bisa terjadi kondisi KRISIS. Krisis merupakan bagian dari kehidupan yang dapat terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda, dengan penyebab yang berbeda, dan bisa eksternal/internal. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Untuk memberi wawasan tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Krisis 2. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Krisis adalah konflik/masalah/gangguan internal yang merupakan hasil dari keadaan stressful/adanya ancaman terhadap self. Krisis adalah suatu kondisi individu tak mampu mengatasi masalah dengan cara penanganan (koping) yang biasa dipakai. Krisis adalah ketidakseimbangan psikologis yang merupakan hasil dari peristiwa menegangkan/mengancam integritas diri. Krisis adalah suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat mecahkan masalah. Krisis adalah ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yang dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman. Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu. Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan psikologis. B. Konsep krisis • Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis • Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik • Krisis bersifat personal • Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu ) • Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik C. Faktor yang berpengaruh • Pengalaman problem solving sebelumnya • Persepsi individu terhadap suatu masalah • Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain • Jumlah dan tipe krisis sebelumnya • Waktu terakhir mengalami krisis • Kelompok beresiko • Sense of mastery • Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi terhadap keberhasilan koping dengan stress lain. Faktor perlindungan antara lain kompetensi social, ketrampilan memecahkan masalah, otonomi, berorientasi pada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga, dukungan social. Resilient ( individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya guna, mempunyai keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasan dalam hubungan interpersonal. D. Faktor resiko Faktor resiko yang mengalami krisis adalah : • Wanita • Etnik minoritas • Kondisi social ekonomi rendah • Problematik predisaster functioning and personality Faktor Pencetus Terjadinya Krisis : • Kehilangan : Kehilangan orang yang penting, Perceraian, Pekerjaan • Transisi : Pindah rumah, Lulus sekolah, Perkawinan, Melahirkan • Tantangan : Promosi, Perubahan karir Kualitas dan Maturitas Ego dinilai berdasarkan ( G. Caplan 1961) : • Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta mempertahankan keseimbangan. • Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan problem. • Kemampuan untuk mengatasi problem serta mempertahankan keseimbangan social. E. Faktor Pengimbang ( Balancing Factory ) Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu : • Persepsi individu terhadap kejadian  Arti kejadian tersebut pada individu  Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu  Pandangan realistic & tidak realistic terhadap kejadian • Situasi yang mendorong / dukungan situasi  Ada orang / lembaga yang dapat mendorong individu • Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu  Sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya. F. Macam krisis Macam-macam krisis diantaranya : • Krisis maturasi/krisis perkembangan  Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan  Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan  Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah, menjadi orang tua, pensiun dll • Krisis situasional Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat suatu kejadian yang spesifik seperti : kehilangan, kehamilan yang tidak diinginkan, atau penyakit akut, kehilangan orang yang dicimtai, kegagalan. Krisis situasi terjadi jika peristiwa eksternal tertentu menimbulkan ketidakseimbangan yang berupa :  Dapat diduga Peristiwa kehidupan : mulai sekolah, gagal sekolah Hubungan dalam keluarga : bertambah anggota keluarga, perpisahan, perceraian Diri sendiri : putus pacar, dll.  Tidak dapat diduga Peristiwa yang sangat traumatic dan tidak pernah diduga/diharapkan. Contoh : kematian orang yang dicintai, PHK, diperkosa, dipenjara. • Krisis social Disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan dilingkungannya sepertiu gunung meletus, kebakaran, banjir, perang, terorisme, gempa bumi. Krisis ini tidak dialami oleh semua orang seperti halnya krisis maturasi. Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006): • Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal • Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang normal yang diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan kendali • Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksternal yang tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya atau bahkan tidak mempunyai control diri. • Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak dapat dipecahkan • Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline personality • Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan yang parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis, psikosis akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan halusinogenik G. Tahap perkembangan krisis Tahap-tahap perkembangan krisis ada 4 fase, diantaranya : • Fase 1 diantaranya :  Individu dihadapkan pada stressor pemicu  Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa digunakan • Fase 2 diantaranya :  Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving sebelumnya  Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung • Fase 3 diantaranya :  Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal  Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi • Fase 4 diantaranya :  Kegagalan resolusi  Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik H. Gejala Umum Individu yang Mengalami Krisis Gejala umum yang mengalami krisis diantaranya : • Gejala Fisik  Keluhan somatik (misal : sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit.  Gangguan nafsu makan (misal : peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan)  Gangguan tidur (misal : insomnia, mimpi buruk)  Gelisah : sering menangis, iritabilitas • Gejala Kognitif  Konfusi sulit berkonsentrasi  Pikiran yang kejar mengejar  Kewtidakmampuan mengambil keputusan • Gejala Perilaku  Disorganisasi  Impulsif ledakan kemarahan  Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa  Menarik diri dari interaksi sosial • Gejala Emosional  Ansietas : marah, merasa bersalah  Sedih : depresi  Paranoid : curiga  Putus asa : tidak berdaya I. Pengaruh Faktor Keseimbangan Pada Keadaan Krisis Individu Keadaan yang Keadaan seimbang Kejadian yang Menekan menekan Tidak seimbang Ada balacing factor Satu atau lebih balacing factor Persepsi terhadap kejadian. Persepsi terhadap kejadi- Dapat dukungan situasi yang an didistorsikan tidak da- Adekuat dan koping adekuat pat disituasi yang mendu- kung koping tidak adekuat Kembali seimbang Tetap tidak seimbang dan Terjadi krisis kembali J. Proses Terjadinya Krisis Menurut Stuart dan Sundeen Fase I Individu menggunakan Terjadi ketegangan koping yang biasa dipakai Atau ansietas (jika tidak efektif) Ansietas meninggi Respon pemecahan yang Biasa (jika tidak berhasil) Ansietas menaik “All” koping dikerahkan Mencari koping baru mi- Salnya bantuan oral (jika Tetap tidak efektif) Ansietas berat Minta bantuan orang/ Tenaga profesional. Penghentian usaha Gangguan orientasi Realitas K. Intervensi Krisis Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya. • Bantuan Bantuan untuk individu yang mengalami krisis meliputi konseling melalui telepon, hotlines, dan konseling krisis singkat (1 sampai 6 sesi). Bantuan untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis.  Tim bantuan krisis Tim interdisipliner inimemberikan layanan bagi kelompok atau komunitas yang mengalami kejadian krisis tertentu.  Tim bantuan bencana Tim ini memiliki rencana yang terorganisir untuk membantu segmen-segmen besar populasi yang terkena bencana alam.  Konseling stres akibat krisis Bantuan ini ditujukan untuk kelompok profesional, seperti petugas rumah sakit, polisis dan pemadam kebakaran, yang terlibat dalam situasi krisis. • Peran perawat Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis da bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994). Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluarga berespons terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan kematian. Perawat di lingkunagn masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor) memnerikan bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional dan perkembangan. Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasi dimana krisis dapat terjadi.  Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.  Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan, cedera traumatik, atau anak menjelang ajal.  Keperawatan medikal-bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosis penyakit serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian dan menjelang ajal.  Keperawatan gerontologi. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.  Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan kematian.  Keperawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri. Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi situasi krisis. L. Prinsip intervensi krisis • Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis. • Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari fungsi individu. • Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematis (serupa dengan proses keperawatan), yang meliputi:  Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji: kelebihan dan kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.  Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas.  Memberikan penanganan langsung(mis., menyediakan rumah singgah bila klien diusir rumah, merujuk klien ke ”rumah perlindungan” bila terjadi penganiyaan oleh suami atau istri).  Mengevaluasi hasil dari intervensi. • Hierarki Maslow. Kerangka kerja hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat membantu menentukan prioritas intervensi.  Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (mis., makanan, rumah singgah, keselamatan).  Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (mis., dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dukungan komunitas).  Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (mis., penguatan yang positif, pencapaian tujuan). • Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi beriut ini :  Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.  Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.  Memberikan anjuran dan alternatif (mis., membuat rujukan ke lembaga yang tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).  Membantu klien memilih alternatif.  Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.  Menganalisa situasi yang penuh stress  Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian  Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan  Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan  Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )  Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance M. Asuhan Keperawatan • Pengkajian Mengingat batas waktu krisis dan penyelesaiannya sangat singkat yaitu paling lama enam minggu, maka pengkajian harus dilaksanakan secara spesifik dan pada maslah yang aktual. Beberapa aspek yang harus dikaji adalah :  Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang terancam oleh kejadian dan gejala yang timbul misalnya : o Kehilangan orang yang dicintai, baik karena perpisahan maupun karena kematian o Kehilangan bi-psiko-sosio seperti kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, sosial, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya o Kehilangan milik pribadi misalnya harta benda, kewarganegaraan, rumah digusur o Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup o Perubahan-perubahan seperti pergantian pekerjaan, pindah rumah, garis kerja yang berbeda o Ancaman-ancaman lain yang dapat diidentifikasi, termasuk semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.  Mengidentifikasi persepsi pasien terhdap kejadian Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis termasuk pokok-pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut : o Apa mnakna/arti kejadian bagi individu o Pengaruh kejadian terhadap masa depan o Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistik  Mengidentifikasi sikap dan kekuatan dari sistem pendukung meliputi : keluarga, sahabat dan orang-orang penting bagi pasien yang mungkin dapat membantu o Dengan siapa tinggal? Sendiri? Dengan keluarga? Dengan teman? o Apakah punya teman tempat mengeluh/curhat? o Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga o Apakah ada orang/lembaga yang dapat memberi bantuan? o Apakah punya keterampilan untuk mengganti fungsi orang hilang dan sebagainya.  Mengidentifikasikan hal kekuatan dan mekanisme koping sebelumnya yang meliputi strategi koping yang berhasil dan tidak berhasil. o Apakah yang biasa dilakukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi o Cara apa yang pernah berhasil dan tidak berhasil serta apa saja yang menyebabkan kegagalan tersebut o Apa saja yang sudah dilakukan untuk mengtasi masalah sekarang o Apakah suka meninggalkan lingkungan untuk sementara agar dapat berfikir dengan jernih? o Apakah suka mengikuti latihan olah raga untuk mengurangi ketegangan? Apakah mencetuskan perasaannya dengan menangis? Beberapa gejala yang sering ditunjukkan oleh individu dalam keadaan krisis antara lain :  Perasan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan bunuh diri atau membunuh orang lain  Perasaan diasingkan oleh lingkungannya  Kadang-kadang menunjukkan gejala somatic Pada krisis malapetaka (bencana) perilaku individu dapat diidentifikasi berdasarkan fase respon terhadap musibah yang dialami. Lima fase respon terhadap musibah yang dialami diantaranya :  Dampak emosional Fase ini termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut : syok, panik, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.  Pemberani (heroic) Terjadi satu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga dan tim kedaruratan mengatasi kecemasan dan depresi. Akan tetapi aktivitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.  Honey moon (bulan madu) Fase ini mulai terlihat satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka. Bantuan orang lain berupa uang, sumber daya serta dukungan dari berbagai pihak terkumpulkan, akan membantu membentuk masyarakat baru. Masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.  Kekecewaan Fase ini berakhir dalam 2 bulan sampai satu tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya dan mulai tumbuh rasa benci/bermnusuhan terhadap orang lain.  Rekontruksi reorganisasi Individu mulai menydari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalahnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan hidupnya. Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadinya musibah Data yang dikumpulkan berkaitan dengan koping individu tak efektif, sbb :  Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan.  Perasaan tidak berdaya, kebingungan, putus asa.  Perasaan diasingkan oleh lingkungan.  Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.  Mengungkapkan ketidakpastian terhadap pilihan – pilihan.  Mengungkapkan kurangnya dukungan dari orang yang berarti.  Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan.  Perasaan khawatir, ansietas.  Perubahan dalam partisipasi social.  Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.  Tampak pasif, ekspresi wajah tegang.  Perhatian menurun. • Perencanaan Dinamika yang mendasari krisis ditetapkan alternative penyelesaian, langkah-langkah untuk mencapai penyelesaian masalah seperti : menentukan lingkungan pendukung dan memperkuat mekanisme koping. • Tujuan  Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.  Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin)  Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri. • Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari urutan yang paling dangkal sampai paling dalam, yaitu :  Manipulasi lingkungan Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.  Dukungan umum (general support) Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.  Pendekatan genetic (genetic approach) Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu – individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunh diri / membunuh orang lain.  Pendekatan individual (individual approach) Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain. • Diagnosa Keperawatan  Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang lain yang dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah. Tujuan : Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas. Intervensi : o Membina hubungan saling percaya dengan lebih banyak memakai komunikasi non verbal. o Mengizinkan pasien untuk menangis. o Menunjukkan sikap empati. o Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien belum mau berbicara. o Mengatakan kepada pasien bahwa perawat dapat mengerti apabila dia belum siap untuk membicarakan perasaannya dan mungkin pasien merasa bahwa nanti perawat akan mendengarkan jika dia sudah bersedia berbicara. o Membantu pasien menggali perasaan sertagejala – gejala yang berkaitan dengan perasaan kehilangan.  Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah. Tujuan : Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain. Intervensi : o Melakukan pendekatan kepada anggota keluarga dengan sikap yang hangat, empati dan memberi dukungan. o Menanyakan kepada keluarga tentangpenyakit yang diderita oleh anggota keluarganya, seperti timbulnya penyakit, beban yang dirasakan, akibat yang diduga timbul karena penyakit yang didertita oleh anggota keluarga tersebut. o Menanyakan tentang perilaku keluarga yang sakit. o Menanyakan tentang sikap keluarga secara keseluruhan dalam menghadapi keluarga yang sakit. o Mendiskusikan dengan keluarga apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi perasan cemas, takut, dan rasa bersalah. • Evaluasi Beberapa hal yang dievaluasi antara lain :  Dapatkah individu menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum krisis terjadi ?  Sudah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan tercantum oleh kejadian yang menjadi factor pencetus ?  Apakah perilaku maladaptif atau symptom yang ditunjukkan telah berkurang ?  Apakah mekanisme koping yang adaptif sudah berfungsi kembali ?  Apakah individu telah mempunyai pendukung sebagai tempat ia bertumpu/berpegang ?  Pengalaman apa yang diperoleh oleh individu yang mungkin dapat membantunya dalam menghadapi keadaan krisis dikemudian hari ? BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan psikologis. Gejala Fisik, Keluhan somatik (misal : sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit. Gangguan nafsu makan (misal : peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan). Gangguan tidur (misal : insomnia, mimpi buruk). Gelisah : sering menangis, iritabilitas. Gejala Kognitif: Konfusi sulit berkonsentrasi, Pikiran yang kejar mengejar, Kewtidakmampuan mengambil keputusan, Gejala Perilaku, Disorganisasi, Impulsif ledakan kemarahan, Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa, Menarik diri dari interaksi sosial, Gejala Emosional, Ansietas : marah, merasa bersalah, Sedih : depresi, Paranoid : curiga, Putus asa : tidak berdaya B. Saran - Penulis lebih memperbanyak referensinya untuk lebih meningkatkan wawasan. DAFTAR PUSTAKA Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Psikososial. Jakarta : TIM. Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta: EGC. Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC. Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Sura baya. Airlangga University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar