Kamis, 23 Februari 2012
ASKEP ISK DAN BHP
ASKEP ASKEP INFEKSI SALURAN PERKEMIHAN DAN
ASKEP BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI
Oleh : Yayang Nur Enida
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI pada pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB I.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang ISK dan BPH dari materi yang dicari diluar bangku kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Infeksi Saluran Perkemihan
2.1.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %. Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998).
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
2.1.2 Etiologi
-Bakteri (Eschericia coli).
-Jamur dan virus.
-Infeksi ginjal.
-Prostat hipertropi (urine sisa).
2.1.3 Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih.
Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit .
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.
2.1.4 Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a.Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b.Hematogen.
c.Limfogen.
d.Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
Bendungan aliran urine.
1)Anatomi konginetal.
2)Batu saluran kemih.
3)Oklusi ureter (sebagian atau total).
Refluks vesi ke ureter.
Urine sisa dalam buli-buli karena :
4)Neurogenik bladder.
5)Striktur uretra.
6)Hipertropi prostat.
Gangguan metabolik.
7)Hiperkalsemia.
8)Hipokalemia
9)Agamaglobulinemia.
Instrumentasi
10)Dilatasi uretra sistoskopi.
Kehamilan
11)Faktor statis dan bendungan.
12)PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis.
Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.
2.1.5 Macam-macam ISK
1)Uretritis (uretra).
2)Sistisis (kandung kemih).
3)Pielonefritis (ginjal).
2.1.6 Gambaran Klinis
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1)Mukosa memerah dan oedema
2)Terdapat cairan eksudat yang purulent
3)Ada ulserasi pada urethra
4)Adanya rasa gatal yang menggelitik
5)Good morning sign
6)Adanya nanah awal miksi
7)Nyeri pada saat miksi
8)Kesulitan untuk memulai miksi
9)Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
10)Disuria (nyeri waktu berkemih)
11)Peningkatan frekuensi berkemih
12)Perasaan ingin berkemih
13)Adanya sel-sel darah putih dalam urin
14)Nyeri punggung bawah atau suprapubic
15)Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
16)Demam
17)Menggigil
18)Nyeri pinggang
19)Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis
1)Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2)Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1)Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
2)Biakan bakteri 102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
3)Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
2.1.8 Pengobatan Penyakit ISK
a.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
c.Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
2.1.9 Askep ISK
- Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1)Identitas klien
2)Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1)Riwayat infeksi saluran kemih
2)Riwayat pernah menderita batu ginjal
3)Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1)Palpasi kandung kemih
2)Inspeksi daerah meatus
a)Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b)Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1)Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2)Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
- Diagnosa Keperawatan
1.Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
2.Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.
3.Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
- Perencanaan
No dx Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1)Tanda vital dalam batas normal
2)Nilai kultur urine negatif
3)Urine berwarna bening dan tidak bau
1. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
2. Catat karakteristik urine
3. Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
4. Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
5. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
6. Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
1 Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2 Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3. Untuk mencegah stasis urine
4.Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5.Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6.Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra.
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1)Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2)Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3)Klien dapat bak dengan berkemih
1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
3. Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
4. Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
5. Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman.
1. Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2. Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3. Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4. Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5. Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1)Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2)Kandung kemih tidak tegang
3)Pasien nampak tenang
4)Ekspresi wajah tenang 1. Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
3. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
4. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi. 1. Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2. Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3. Untuk membantu klien dalam berkemih
4. Analgetik memblok lintasan nyeri
- Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000).
- Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1.Nyeri yang menetap atau bertambah.
2.Perubahan warna urine.
3.Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.
2.2 Benigna Prostat Hipertropi
2.2.1 Definisi
Benigna Prostat Hipertropi adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto D,2008). Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder) (Adel,2008). Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih (Doenges, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menyumbat aliran keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba (Syaifuddin, 2006).
2.2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan (Adel,2008).Menurut Smeltzer (2002) , apa yang menjadi penyebab terjadinya pembesaran kelenjar Prostat ini masih tetap menjadi misteri, masih belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakan untuk BPH ini seperti: a) teori tumor jinak (karena komponennya), b) eori rasial dan factor social, c) teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, d) teori yang berhubungan dengan aktifitas seks, dan e) teori ketidakseimbangan hormonal. Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormonal androgen turun, maka terjdi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak secara relatif ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.
2.2.4 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli - buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli - buli.
Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Price,2002).
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi dari benigna hipertropi prostat menurut Smeltzer (2002), adalah hydroureter, hydronefrosis dan gagal ginjal bila tidak terjadi infeksi serta dapat terjadi hematuria dan cystitis bila terjadi infeksi. Komplikasi lain yang mungkin timbul pada benigna hipertropi prostat menurut Adel (2008), yaitu: hemorrhoid, perdarahan, inkontinensia, uretritis dan traktus uretra, epindidimiorkhitis, trombosis, fistula (suprapubik, rektiprostatik), dan osteitis pubis.
2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2002), terapi untuk benigna hipertropi prostat (BPH) ada 2 macam yaitu konservatif dan operatif.
Konservatif, terapi konservatif dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan karena misalnya menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi operasi lainnya.Terapi konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena terjadinya atau adanya infeksi sekunder dengan peran antibiotik. Terapi untuk retensi urine yaitu dengan kateterisasi dengan 2 cara:1) Kateterisasi intermitten, buli-buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan, dan 2) Kateterisasi indwiling. sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengan kateter baru. Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya infeksi dengan memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.
Operatif, tindakan operatif:1) Pernah obstruksi atau retensi berulang, 2) Urine sisa lebih dari 50 cc, 3) Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas.
2.2.7 Askep BPH
- Pengakajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat A.A,2007). Adapun pengkajian pada klien Post ops Benigna Hipertropi Prostat menurut Doenges (2002) adalah:
1) Sirkulasi; ditandai peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2) Eliminasi, Gejala:a) Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan, b) Keragu-raguan pada berkemih awal, c) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih, d) Nokturia, dysuria, haematuria, e) Duduk untuk berkemih, f) Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria), g) Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum), Tanda:a) Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih, b) Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
3) Makanan/cairan, Gejala: a) Anoreksia, mual, muntah, b) Penurunan berat badan.
4) Nyeri/kenyamanan, gGejala:a) Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostates akut), dan b) Nyeri punggung bawah.
5) Keamanan.
6) Seksualitas, gejala: a) Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan sexual, b) Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim.c) Penurunan kekeuatan kontraksi ejakulasi.
7) Penyuluhan dan pembelajaran, gejala: a) Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, b) Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
8) Aktifitas/Istirahat; riwayat pekerjaan, lamanya istirahat, aktifitas sehari-hari, pengaruh penyakit terhadap aktifitas dan pengaruh penyakit terhadap istirahat.
9) Hygiene; penampilan umum, aktifitas sehari-hari, kebersihan tubuh, frekwensi mandi.
10) Integritas ego; penngaruh penyakit terhadap stress, gaya hidup, masalah financial.
11) Neurosensori; apakah ada sakit kepala, status mental, ketajaman penglihatan.
12) Pernapasan; apakah ada sesak napas, riwayat merokok, frekwensi pernapasan, bentuk dada, auskultasi.
13) Interaksi Sosial; status perkawinan, hubungan dalam masyarakat, pola interkasi keluarga, komunikasi verbal/nonverbal.
- Diagnosa keperawatan
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan nyeri pada daerah tindakan operasi, perubahan frekuensi berkemih, pemasangan catheter tetap.
adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat, urine berwarna kemerahan.
2. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan ditandai dengan pusing, flatus negatif, bibir kering.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
5. Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
- Perencanaan
No dx Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Tujuan : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
Catheter tetap paten pada tempatntya.
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi. 1. Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
2 Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
3 Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
4 Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
5 Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
6 Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini. 1 Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2 Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
3 Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
4 Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
5 Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
6 Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi catheter/aliran urine.
2 Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria :
Tanda-tanda vital normal.
Nadi perifer teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa baik.
Haluaran urine tepat.
1 Benamkan catheter, hindari manipulasi berlebihan.
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
2 Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
3 Evaluasi warna, komsistensi urine.
4 Awasi tanda-tanda vital.
5 Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah).
1 Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
2 Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3 Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
4 Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
5 Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.
- Pelaksanaan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).
- Evaluasi
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
- Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
- Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal
Nadi perifer baik/teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab dan haluaran urine tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut.
2. Pengobatan Penyakit ISK bisa dengan :
a.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
c.Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
3. Benigna Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menyumbat aliran keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
4. Menurut Smeltzer (2002), terapi untuk benigna hipertropi prostat (BPH) ada 2 macam yaitu konservatif dan operatif.
3.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Jika ada tanda dan gejala ISK ataupun BPH maka harus cepat datang ke pelayanan kesehatan untuk diberikan pengobatan ataupun perawatan secara tepat.
2. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan askep infeksi saluran perkemihan dan askep bhp, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan KMB I.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ; Jakarta.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/28/askep-infeksi-saluran-kemih/Barton MB, Elmore JG, SW Fletcher. Gejala payudara antara perempuan yang terdaftar dalam sebuah organisasi pemeliharaan kesehatan: Frekuensi, evaluasi, dan hasil. Ann Intern Med. 1999, 130: 651-657.
http://id.wordpress.com/tag/1-askep-zone/
Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.
Kumpulan Kuliah, 2001, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Makassar.
Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi I, Volume 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung.
Ns. Lukman, SKep.,M.M. asuhan keperawatan benigna hipertropi prostat. 2010. Muha Medika : Jakarta.
Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta.
ASKEP PADA BAYI DENGAN SEPSIS
ASKEP PADA BAYI DENGAN SEPSIS
Oleh : Yayang Nur Enida
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di masa lalu, ketika kebersihan medis diketahui, infeksi luka adalah komplikasi umum dan sangat ditakuti operasi. Luka pembusukan (sepsis) dipersalahkan menjadi penyebabnya.
Meskipun Sepsis istilah ini terkait erat dengan perawatan intensif modern, konsep medis agak lebih tua. Kata "sepsis" pertama kali diperkenalkan oleh Hippocrates (sekitar 460-370 SM) dan berasal dari kata Yunani sipsi ("membuat busuk"). Ibnu Sina (979-1037 SM) mengamati kebetulan pembusukan darah (septicemia) dan demam. Konsep sepsis yang diperkenalkan di zaman kuno klasik digunakan hingga abad ke-19. Hanya beberapa contoh penyelidikan patofisiologi dikenal. Boerhave Herrmann (1668-1738), seorang dokter di Leiden, berpikir bahwa zat beracun di udara adalah penyebab sepsis. Pada awal abad ke-19, kimiawan Justus von Liebig teori diperluas dengan menyatakan bahwa kontak antara luka dan oksigen bertanggung jawab untuk pengembangan sepsis.
Ignaz Semmelweis (1818-1865) adalah peneliti pertama yang mengembangkan pandangan modern sepsis. Ia adalah seorang dokter kandungan di Rumah Sakit Umum Wina pada saat kematian perempuan dalam nifas dari demam nifas adalah komplikasi umum. departemen-Nya memiliki angka kematian terutama tinggi ca. 18 %. Semmelweis menemukan bahwa hal itu biasa bagi mahasiswa kedokteran untuk memeriksa wanita hamil langsung setelah pelajaran patologi. Hygenic tindakan seperti mencuci tangan atau sarung tangan bedah tidak praktek adat.
Semmelweis dikurangi bahwa demam nifas disebabkan oleh "hal hewan membusuk yang memasuki sistem darah". Sebagai soal fakta, ia berhasil menurunkan tingkat kematian untuk ca. 2,5% dengan memperkenalkan mencuci tangan dengan larutan kapur klor sebelum setiap pemeriksaan ginekologi. Namun, meskipun keberhasilan klinis, tindakan higienis tidak diterima, dan rekan dilecehkan dia, memaksa dia untuk meninggalkan kota. Ini membawanya sampai 1863, lebih dari 15 tahun setelah penemuannya, untuk menerbitkan karyanya "Etiologi, terminal dan pencegahan demam nifas" (Die Aetiologie, und der Begriff des mati Profilaksis Kindbettfiebers). Kegagalan untuk mencapai reputasi profesional dan oposisi henti dari lembaga kesehatan mungkin telah memfasilitasi pengembangan gejala kejiwaan. Semmelweis akhirnya berkomitmen untuk sebuah rumah sakit jiwa di mana ia meninggal dari infeksi luka mungkin sebagai akibat dari pemukulan ia menjalani sanaIni adalah ironi nasib bahwa ia meninggal karena penyakit yang ia mengabdikan hidupnya untuk melawan.
Kimiawan Perancis Louis Pasteur (1822-1895) menemukan bahwa kecil organisme sel tunggal menyebabkan pembusukan. Ia memanggil mereka bakteri atau mikroba dan benar dikurangi bahwa mikroba dapat menyebabkan penyakit. Dia juga membuat penemuan penting bahwa bakteri dalam cairan bisa dibunuh oleh pemanasan. Ini berarti bahwa cairan bisa disterilkan.
Joseph Lister (1827-1912) bekerja sebagai dokter bedah di Glasgow Royal Infirmary. Pada saat ia menjadi ketua departemen bedah sekitar 50% dari pasien dengan amputasi meninggal karena sepsis. Lister menarik korelasi antara observasi Semmelweis ', temuan Pasteur dan kematian di rumah sakit. Dengan studi ilmiah hampir modern, pertama dengan hewan, maka dengan manusia, ia memeriksa efek kulit dan desinfeksi instrumen dengan asam karbol (metode antiseptik disebut). Dengan demikian, Lister mampu secara drastis menurunkan angka kematian pasca-amputasi. Tidak seperti Semmelweis, Lister berhasil membujuk rekan-rekannya dari kewajaran metode antiseptik nya. Pada tahun 1887, Robert Koch (1843-1910) memperkenalkan sterilisasi uap dan halus sehingga teknik Lister.
Di Jerman dokter H. Lennhartz, yang bekerja sebagai direktur medis di Rumah Sakit Eppendorf, memprakarsai perubahan pemahaman sepsis dari konsep kuno pembusukan ke tampilan modern penyakit bakteri. Saat itu, bagaimanapun, muridnya Hugo Schottmüller (1867-1936), yang pada tahun 1914 membuka jalan bagi definisi modern sepsis: "Sepsis hadir jika fokus telah dikembangkan dari yang bakteri patogen, terus-menerus atau secara berkala, menyerang aliran darah sedemikian rupa sehingga hal ini menyebabkan gejala subyektif dan obyektif. " Dengan demikian, untuk pertama kalinya, sumber infeksi sebagai penyebab sepsis datang ke fokus. Schottmüller menjelaskan: "terapi seharusnya tidak diarahkan terhadap bakteri di dalam darah tetapi terhadap racun " dirilis bakteri. Dengan pemikiran ini ia jauh sebelum waktunya.
Walaupun prosedur antiseptik berarti sebuah terobosan medis besar, segera menjadi jelas bahwa sejumlah pasien masih berkembang sepsis. Saat ini pra-antibiotik, angka kematian sangat tinggi. asien-pasien ini sering menunjukkan tekanan darah sangat rendah. Kondisi ini disebut syok septik. Hanya dengan pengenalan antibiotik setelah PD II bisa angka kematian sepsis dapat dikurangi lebih lanjut. Dengan kemajuan teknologi, obat perawatan intensif mulai berkembang dan pasien sepsis segera menjadi fraksi pasien utama di unit perawatan intensif (ICU).
Pada tahun 1967 Asbough dan rekan mengamati penyakit paru-paru parah yang dikembangkan pada pasien perawatan intensif dengan sesak nafas berat, kehilangan kepatuhan paru-paru, dan menyebar infiltrasi alveolar. Penyakit ini disebut Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan sering komplikasi fatal. Itu segera paham bahwa khususnya pasien sepsis menderita komplikasi ini. Selain itu, ternyata bahwa pembangunan ARDS ini merupakan hasil dari reaksi inflamasi dan dengan demikian disebabkan oleh zat yang diproduksi dalam tubuh yang sakit. Pada 1980-an ditemukan bahwa ini adalah reaksi inflamasi tidak hanya terlihat di paru-paru tetapi di seluruh tubuh. Oleh karena itu menjadi jelas bahwa terjadinya sepsis tidak berasal dari fokus menular saja, tetapi bahwa respon host terhadap infeksi harus dalam beberapa cara memainkan role.In 1989, US-Amerika ICU spesialis Roger C. Bone (1941-1997) menawarkan definisi sepsis yang masih berlaku sampai hari ini: "Sepsis didefinisikan sebagai invasi mikroorganisme dan / atau racun mereka ke dalam aliran darah, bersama dengan reaksi organisme terhadap invasi ini."
Pada tanggal 19 Desember 2005, Dr med. Frank Martin Brunkhorst /Frank Martin Brunkhorst dianugerahi Salib Federal Merit (Bundesverdienstkreuz) untuk prestasinya di bidang penelitian sepsis.
Segala bentuk infeksi yang terjadi pada bayi merupakan hal yang lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada anak atau dewasa. Sistem imun pada bayi muda belum cukup berkembang untuk melawan infeksi yang terlalu berat. Ini merupakan alasan mengapa bayi harus dirawat dengan ketat bila dicurigai mengalami infeksi.
Sepsis yang terjadi pada anak-anak merupakan satu keadaan yang harus diawasi ketat oleh para dokter. Bayi yang berusia sampai dengan 3 bulan yang mengalami gejala-gejala atau tanda-tanda sepsis (terutama demam) harus segera diperiksa oleh dokter, menjalani uji laboratorium untuk mencari sumber infeksi, diawasi secara ketat, dan umumnya dirawat di rumah sakit.
Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian. Sepsis dapat mengenai orang dari usia berapapun, tetapi paling sering pada :
• Bayi di bawah 3 bulan, sistem kekebalan tubuhnya belum cukup matang untuk melawan infeksi yang berat
• orang lanjut usia
• orang dengan penyakit kronik
• orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti dengan infeksi HIV
jika bayi Anda (<3 bulan) mengalami demam (>38oC pengukuran melalui anus), terlihat tidak respon, tidak mau makan, kesulitan bernapas atau tampak sakit berat segera hubungi dokter Anda.
Pada anak gejala dapat demam, tidak responsif, rewel, kebingungan, kesulitan bernapas, ruam di kulit, tampak sakit atau mengatakan jantungnya berdebar-debar maka Anda dapat menghubungi dokter Anda.
Sepsis timbul saat infeksi berat menyebabkan respon tubuh normal terhadap infeksi menjadi berlebihan. Bakteri dan racun yang dihasilkan dapat mengakibatkan perubahan suhu, frekuensi jantung dan tekanan darah dan dapat mengakibatkan gangguan organ tubuh.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan anak.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit sepsis dari materi yang dicari diluar bangku kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar
2.2.1 Definisi Sepsis
Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri, yang bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih atau kulit yang menghasilkan toksin/racun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri.
Sepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah.
Sepsis merupakan respons tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Tubuh mengadakan respons keradangan secara luas terhadap infeksi yang dapat terjadi secara berlebihan diluar kendali dan meningkatkan resiko bahaya. Sepsis merupakan suatu keadaan yang sangat serius. Bahkan walaupun sepsis telah diketahui dan dirawat dini, ia dapat menyebabkan kedaan syok, kerusakan organ, cacat permanen, atau kematian. Sepsis kadang-kadang disebut juga dengan bakteriemia (bakteria di dalam darah) atau septikemia.
Walaupun sepsis dapat terjadi pada segala usia, ia lebih berbahaya bila terjadi pada bayi atau orang yang mengalami kelainan sistem imun, seperti orang tua dan orang yang mengalami sakit menahun.
2.2.2 Etiologi dan Epidemiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit Escherichia coli dan Streptokokus grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70%), Staphylococus areus, enterokok, Klebsiella-Enterokok, klebsillia-enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes dan organisme yang anaerob.
Berbagai macam kuman seperti bakteria, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteria.
Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
• Perdarahan
• Demam yang terjadi pada ibu
• Infeksi pada uterus atau plasenta
• Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
• Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
• Proses kelahiran yang lama dan sulit.
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
Major Pathogens in the Etiology of Sepsis
Aerobes Anaerobes
Gram-positive
Gram-negative
Gram-positive
Gram-negative
Streptococci E. Coli Peptostreptococcus Bacteroides
Staphylococci Klebsiella Peptococcus B. Fragilis
Proteus Clostridia B. Bivius
Enterobacter B. Disiens
Pseudomonas Fusobacterium
2.2.3 Patofisiologi
2.2.4 Manifestasi Klinis
Tidak seperti pada anak yang lebih tua atau pada dewasa, sepsis yang terjadi pada neonatus dan bayi muda memiliki beberapa gejala jelas. Biasanya, bayi-bayi ini tiba-tiba merasa tidak enak atau “tampak tidak sehat” oleh pengasuhnya. Gejala-gejala dini sepsis atau infeksi dapat bervariasi dari satu anak ke anak lain. Sebagian bayi menunjukkan gejala yang sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali sebelum akhirnya mereka benar-benar sakit.
Beberapa tanda atau gejala umum sepsis pada neonatus atau bayi muda, antara lain:
• Apatis atau kesulitan makan
• Demam atau kadang-kadang temperatur tubuh yang rendah dan tidak stabil (hiper atau hipotermi)
• Rewel
• Letargi
• Tonus menurun
• Perubahan dalam detak nadi – baik lebih cepat dari pada normal (sepsis dini) atau lebih lambat dari biasanya (sepsis lanjut, biasanya juga terjadi syok)
• Bernafas sangat cepat atau kesulitan bernafas
• Periode dimana bayi tampak berhenti bernafas lebih dari 10 detik (apnea)
• Jaundice (sakit kuning)
2.2.5 Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis
Diagnosis sepsis tergantung pada isolasi agen etiologik dari darah, cairan spinal, air kemih atau cairan tubuh lain dengan cara melakukan biakan dari bahan-bahan tersebut.
Gejala sepsis seringkali tidak khas pada bayi, maka diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis sepsis :
• Tes darah (termasuk hitung sel darah putih) dan kultur darah untuk menentukan apakah ada bakteri di dalam darah. Tes darah lainnya dapat memeriksa fungsi organ tubuh seperti hati, ginjal
• Urin diambil dengan kateter steril untuk memeriksa urin di bawah mikroskop dan kultur urin untuk mengetahui ada tidaknya bakteri
• Pungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang) untuk mengetahui apakah bayi terkenan meningitis
• Rontgen, terutama paru-paru, untuk memastikan ada tidaknya pneumonia
• Jika bayi menggunakan perlengkapan medis di tubuhnya, seperti infuse, kateter , maka cairan dalam perlengkapan medis tersebut akan diperiksa ada tidaknya tanda-tanda infeksi
Bayi yang sepsis atau dicurigai mengalami sepsis akan ditatalaksana di rumah sakit, tempat dokter dapat memantau keadaannya dan memberikan pengobatan untuk melawan infeksi.
Bila bayi didiagnosis sepsis maka dokter dapat memberikan cairan infus, mengarut tekanan darah dan pernapasan dan memberikan antibiotik.
Pengobatan awal hendaknya tersendiri dari ampisilin dan gentamisin atau kanamisin secara intravena atau intramuscular. Pengobatan suportif termasuk penatalaksanaan kseimbangan cairan dan elektrolit, bantuan pernafasan, tranfusi darah lengkap dan segar, transfusi leukosit, transfusi tukar, pengobatan terhadap DIC, dan tindakan-tindakan lain yang merupakan bantuan yang penting bagi pengobatan antibiotik.
2.2.6 Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10-40%. Angka tersebut berbeda beda tergantung pada cara dan waktu awal penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi dan unit perawatan.
2.2.7 Pencegahan
Pencegahan sepsis karena streptokokus grup B dari ibu ke bayi selama persalinan dapat dicegah dengan memeriksa ibu pada usia kehamilan antara 35 dan 37 minggu apakah terdapat bakteri tersebut pada jalan lahir.
Peningkatan penggunaan fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas perawatan intensif bayi neonatal dan pengembangan alat pengangkutan yang modern, mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi dan merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.
Imunisasi dan cuci tangan adalah upaya pencegahan infeksi yang dapat mencegah terjadinya sepsis. Orang yang dekat dengan bayi Anda sebaiknya tidak sakit dan telah mendapat vaksinasi sebelumnya. Anak yang memakai perlengkapan medis yang menetap dalam tubuh seperti kateter atau infus harus dipastikan untuk memperhatikan petunjuk dokter untuk membersihkan dan merawat tempat alat medis tersebut masuk ke tubuhnya.
Hubungi dokter Anda jika bayi Anda mengalami :
• Muntah atau kesulitan bernapas atau tidak mau minum
• Suhu >38oc melalui anus pada bayi baru lahir dan bayi muda
• Kesulitan bernapas
• Perubahan warna kulit (pucat atau kebiruan)
• Tidak responsive
• Perubahan suara tangisan bayi atau tangisan yang tidak berhenti
• Bayi menjadi lemas
• Denyut jantung menjadi lebih cepat atau lebih lambat dari biasanya
• Ubun-ubun membonjol
• Penurunan jumlah urin
• Perilaku pada bayi yang membuat anda khawatir
2.2 Asuhan Keperawatan
Pemberian askep klien sepsis dilakukan dengan menetapkan rencana perawatan medis, serta pemantauan respon klien terhadap intervensi. Perawat melakukan observasi pada klien untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi.
Askep pada klien dengan sepsis dapat dijadikan melalui 5 tahapan proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pendekatan yang istematis untuk mengumpulkan data, pengelompokan, dan menganalisis, sehingga didapatkan masalah dan kebutuhan untuk perawatan anak/ bayi. Tujuan utama pengkajian adalah untuk memberikan gambarana secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan anak yang memungkinkan perawatan melakukan asuhan keperawatan.
1. Identitas klien
2. Riwayat penyakit
-Keluhan utama
Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau menghisap, lemah.
-Riwayat penyakit sekarang
Pada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari kedua, tapi kejadian ikterik ini berlangsung lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi, hilangnya refleks rooting, kekakuan pada leher, tonus otot meningkat sera asfiksia dan hipoksia.
-Riwayat penyakit dahulu
Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi.
-Riwayat penyakit keluarga
Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
3. Riwayat tumbuh kembang :
Riwayat prenatal : Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan,
Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
Riwayat imunisasi
4 Pemeriksaan fisik
-inspeksi
a. kulit kekuningan
b. sulit bernafas
c. Letargi
d. Kejang
e. Mata berputar
-Palpasi
a. tonus otot meningkat
b. leher kaku
-Auskultasi
-Perkusi
Studi diagnosis
Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect, golongan darah ibu dan bayi, Ht, jumlah retikulosit, fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian yang telah diuraikan, maka ada beberapa kemugkinan diagnosis keperawatan yang dapat ditegakan.
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kadar bilirubin yang ditandai dengan kulit bayi kekuningan, bilirubin total : 4,6 ,bilirubin direct : 0,3 ,bilirubin indrect : 4,3.
2. Resiko tinggi injury (internal) berhubungan dengan kerusakan hepar sekunder fisioterapi ditandai dengan kulit bayi terlihat kekuningan.
3. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang perjalanan penyakit dan terapi yang diberikan pada bayi ditandai dengan klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan, Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.
2.3.1 Intervensi Keperawatan
No dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Bayi akan terhindar dari kerusakan kulit
Mandiri
1. Catat kondisi selama diberikan sinar setiap 6jam dan laporkan bila perlu.
2. Monitor baik langsung atau tidak langsung tingkat bilirubin.
3. Jaga kulit bayi agar tetap bersih dan kering.
1. Untuk mengetahui kondisi bayi, sehingga dapat melakukan intervensi lebih dini.
2. Untuk menilai kondisi kekuningan pada kulit.
3. Menurunkan iritasi dan resiko kerusakan kulit.
2 Injuri tidak terjadi
Mandiri
1. Monitor kadar bilirubin sebelum melakukan perawatan dengan sinar, laporkan bila ada peningkatan.
2. Inspeksi kulit, urin tiap 4jam u/ melihat warna kekuningan, laporkan apa yang terjadi.
1. Mengetahui kadar bilirubin serta membantu keefektifan pemberian terapi.
2. Mengetahui seberapa besar kadar bilirubin.
3 Orang tua mengerti tentang perawatan, keluarga dapat berpartisipasi mengidentfikasi gejala-gejala u/ menyampaikan pada tim kesehatan. Mandiri
1.Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi ikterus.
2. Berikan penjelasan tentang : penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatannya.
3. Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan.
4. Diskusikan tentang keadaan bayi dan program – program yang akan dilakukan selama di rumah sakit.
5. Ciptakan hubungan yang akrab dengan keluarga selama melakukan perawatan.
1. Memberikan bahan masukan bagi perawat sebelum melakukan pendidikan kesehatan pada keluarga.
2. Dengan mengerti penyebab ikterus, program terapi yang diberikan keluarga dapat menerima segala tindakan yang diberikan kepada bayinya.
3. Informasi yang jelas sangat penting dalam membantu mengurangi kecemasan keluarga.
4. Hubungan yang akrab dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam merawat bayi ikterus.
2.3.1 Implementasi Keperawatan
Setelah intervensi keperawatan, selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tindakan keperawatan harus mendetail. Agar semua tenaga keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat dapat langsung memberikan pelayanan kepada klien dan atau dapat juga didelegasikan kepada orang lain yang dipercayai dibawah pengawasan yang masih seprofesi dengan perawat.
2.3.1 Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan anak/bayi dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai. Evaluasi dari proses keperawatan adalah menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan pada klien dan untuk megetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu, perawat juga melakukan umpan balik. Atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dan proses keperawatan segera dimodifikasi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah.
2. Penyebab Sepsis yaitu berbagai macam kuman seperti bakteria, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteria.
3.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mencegah supaya tidak terjadi sepsis adalah peningkatan penggunaan fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas perawatan intensif bayi neonatal dan pengembangan alat pengangkutan yang modern, mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi dan merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.
2. Sepsis harus dipelajari untuk lebih memaksimalkan dalam pemahaman ilmu keperawatan.
3. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan sepsis, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan keperawatan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Shapiro NI, GD Zimmer, AZ Barkin. Sindrom sepsis. Dalam: Marx, red JA.: Darurat Rosen, Kedokteran Konsep dan Praktek Klinis. 6th ed. 6th ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier, 2006: chap 136.
http://nursingforuniverse.blogspot.com/ http://3.bp.blogspot.com/_BhXL8jLqZAw/Sf6jVqMf8I/AAAAAAAAAJM/kOcH n5UuDE/s1600/sed.jpg
http://www.uofmchildrenshospital.org/kidshealth/article.aspx?artid=20810
http://milissehat.web.id/?author=2
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://sepsis gesellschaft.de/DSG/Englisch/What%2Bis%2BSepsis%253F/Sepsis%2Bhis ory%3Fiid%3D1
Selasa, 21 Februari 2012
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS
(Terimakasih untuk pa H.Deni Wahyudi, S.Kp untuk materi dan semua ilmu yg sudah diberikan.......)
GAWAT DARURAT
Filosofi Gawat Darurat :
When
Where Berikan Pertolongan Gawat Darurat
Who
Prinsip PPGD :Pertolongan Penderita Gawat Darurat
PPGD Hindarkan Kematian
Cegah Kecacatan
Prinsip penolong :
Cepat dan Tepat
Pertolongan segera oleh orang yang menemukan pertama kali
Tindakan yang dilakukan :
a. non medis
b. medis :Basic life support, Advanced life support
Penderita Gawat Darurat
a. Immediataly Life Threatening Case : Kasus : perlu segera : ancaman kematian
Obstruksi jalan napas
Asphixia
Keracunan CO
Tensian pneumotoraks
Cadiac arrest
Tamporade jantung
b.Potentially Life Threatening Case : Potensial ancaman kematian
Kontusio paru / jantung
Pendarahan
Koma
c.Limb Threatening : ancaman Kecacatan
Fraktur tulang disertai cedera pada persyarafan
Crush injury pada ekstremitas atas / bawah
Sindroma kompartemen
Lingkup PPGD
Primary survey : tahu kondisi GD tanpa alat bantu diagnostik & tind awal dlm mengatasi masalah
Secondary survey : penilaian ulang , Px Dgnst + Tahapan tindakan yg harus dilakukan :
A : Airway Management : Bebaskan jalan nafas
B : Breathing mng : Fx pernafasan (ventilasi)
C : Circulation mng : Ggn sirkulasi
Tiga tindakan diatas : BHD (Basic life support)
D : Drug management (mng)
D : Defibrilator
D : Disability: menentukan ggn pd sist lain, ex : neurologi
D : Differential diagnosis : diagn banding
E : EKG, E : Exposure
Peran, Fungsi dan Tugas Perawat dalam Gawat Darurat
Definisi :
Peran :
Adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang dengan kedudukan dalam suatu system
Fungsi :
Adalah pekerjaan/segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai perannya
Gawat Darurat :
Peristiwa yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba yang dapat membahayakan jiwa, sehingga memerlukan tindakan dengan segera dan tepat.
Peran Perawat :Lokakarya Nasional
Keperawatan tahun 1993
Pelaksanan
Pengelola
Pendidik
Peneliti
Fungsi Perawat :
Tiga fungsi utama :
Fungsi independen : care
Fungsi dependen
Fungsi kolaburatif
ASPEK LEGAL UGD/IGD BAGI PERAWAT
UU. No. 6 tahun 1963 Tenaga Kesehatan
Sarjana Muda / Menengah / Rendah
Asisten Apoteker
Bidan, Perawat
UU No. 23 tahun 1992
Mengabdikan Bidang Kesehatan
Melalui pendidikan
Ada kewenangan
UU. No. 8 tahun 1999 UU Konsumen
Hak Keamanan / Kenyamanan / Keselamatan
Hak Informasi secara jujur
Tidak Diskriminatif
Hak Konvensasi
Wajib : Bertekad Baik
Sesuai dengan standar
Tersedia Fasilitas
Menepati janji pelayanan
UU. No. 5 tahun 1997 Psikotropika
14. Penyerahan : Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, Dokter, Resep Dokter
32. Wajib Membuat laporan
42. Alat-alat dalam pengawasan pemerintah
51. Teguran / Ijin Praktek dicabut
Pidana : Menggunakan 4 – 15 tahun / 150-750 juta memiliki
membawa 5 th/100 juta tidak lapor 1 th/20 juta
KUHP Pidana :
-Ps. 359 : karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati
- Ps 360 : karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka
UU. Narkotik No. 22 tahun 1997
Masalah Pidana : Perawat / bidan sembunyikan kematian KUHP 181/9 Bln
204. Menjual barang berbahaya 15 tahun
205. Karena salahnya 9 bulan
253. Memalsu tanda tangan 7 tahun
263. Membuat surat palsu 6 tahun
267. Membuat keterangan palsu 7 tahun
277. Asal usul kelahiran tak tentu 6 bln
304. Membiarkan orang sengsara 2 tahun 8 bln
320. Menista orang mati 4 bln 2 minggu
322. Membuka rahasia
Bioetik Keperawatan
Defenisi: Adalah studi tentang isu etik dalam pelayanan kesehatan.
Kode etik dalam memberikan pelayan profesional keperawatan kepada klien
Kebutuhan psikososial klien & klg dlm Kegawatdaruratan
Stress krisis & adaptasi : penyakit, kecacatan, kematian – Ggn aman& nyaman
Stress : suatu stimulus yg mengakibatkan ketidakseimbangan fx fisiologis & psikologis
Tujuan askep adalah tercapainya keseimbangan fisologik & emosional
Perilaku koping yg tdk efektif
Ansietas terjadi bila : ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan kehilangan fx & harga diri, kegagalan membentuk pertahanan, perasaan asing & terisolasi, takut mati
Perilaku yg sering muncul : mengingkari, marah, pasif atau agresif
Respon fisiologis ansietas : Peningkatan nadi, RR, BP, dilatasi pupil, mulut kering, vasokontriksi perifer
Membantu Koping Klien :
Kaji perilaku koping
Dukung koping yg efektif
Bantu klien dlm memodifikasi koping
Mengajarkan koping baru
Menguatkan pengendalian diri & meningkatkan rasa otonomi klien melalui ;
- Pemberian perintah & kemungkinan
- Memungkinkan adanya pilihan
- Mengikutsertakan klien dlm pengam- bilan keputusan
- Kejelasan informasi
Pada saat klien dlm tahap mengingkari , perawat menunjukan penerimaan dengan:
- nada suara
- ekspresi wajah yg sesuai
- menggunakan sentuhan
- refleksi pernyataan yg tdk akurat
- menghindari lelucon dg klien ttg masalah yg serius
Pengintegrasian Proses Keperawatan dan Diagnosa keperawatan dalam keperawatan kritis
Memberikan kerangaka yang sistematik dalam memberikan asuhan keperawatan, meliputi; langkah-langkah
Pengkajian (pengumpulan informasi)
Menentukan diagnosa keperawatan aktual atau potensial
Mengidentifikasi hasil yang dapat diukur dan menggambarkan respon klien
Mengembangkan intervensi terhadap klien yang bertujuan mencapai hasil
Evaluasi pencapaian tujuan
Menilai rencana keperawatan didasarkan pada penggunaan proses keperawatan
Format Dokumentasi Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
Pengkajian primer (pengkajian airway, breathing, circulation, disability)
Pengkajian sekunder (meliputi pengkajian riwayat keperawatan dan pemeriksaan head to toe)
Pemeriksaan penunjang (Pemeriksaan laboratorium,radiologi
Diagnosa keperawatan
Prinsip-prinsip tindakan keperawatan (meliputi tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi serta rasional tindakan
Monitor klien (monitori/pengkajian berkelanjutan yang dilakukan dan hasil yang didapat
evaluasi
PENATALAKSANAAN GIGITAN ULAR BERBISA
PENATALAKSANAAN GIGITAN ULAR BERBISA
(Yayang ingin bilang terimakasih untuk bu Ratna Astuti untuk materinya.)
PENDAHULUAN
Insidensi : USA : 8000 kasus/tahun
98 % digigit di ekstremitas
Etiologi : 70 % : Rattlesnake
RSHS : 1998 180 kasus
SIFAT BISA ULAR
Bisa ular merupakan suatu polipeptida yang bersifat enzimatik :
Fosfolipase
Fosfomenoesterase
ATP-ase
RNA-ase
DNA-ase
5 Nukleotidase
Kolinesterase
Protease
Hialuronidase
EFEK BISA ULAR
Neurotoksik
Hemorargik
Trombigenik
Hemolitik
Sitotoksik
Antifibrin
Antikoagulan
Kardiotoksik
Gangguan vaskuler (merusak tunika intima)
Menghasilkan zat-zatseperti kinin, histamindan slow reacting substance
JENIS ULAR BERBISA BERDASARKAN FAMILINYA
Famili Elapidae : ular welung, welang, sendok, ular anang, ular cabai
Famili Crotalidae : ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo
Famili Hydropidae : ular laut
Famili Colubridae : ular pohon
ULAR BERBISA YANG BANYAK DI INDONESIA
HEMATOTOKSIK:
Trimeresurus albolaris (ular hijau)
Ankristrodon rhodostoma (ular tanah)
NEUROTOKSIK :
Bungarus Fasciatus (ular welang)
Naya sputarix ( ular sendok)
Ular kobra
Ular laut
CIRI-CIRI ULAR BERBISA
Bentuk kepala segi tiga
Dua gigi taring besar dirahang atas
Dua luka gigitan utama akibat gigi taring
GEJALA KILINIS
LOKAL : edema, nyeri, nyeri tekan, ekhimosis (dalam 30 menit – 24 jam)
SISTEMIK : hipotensi, kelemahan, berkeringat, menggigil, mual, muntah, dan nyeri kepala
GEJALA KHUSUS
HEMATOTOKSIK :perdarahan ditempat gigitan, pulmo, jantung, ginjal, peritonium, otak, gusi, hemathemesis, melena, kulit, hemoptoe, hematuria, DIC (Diasseminated Intravascular Coagulation)
NEUROTOKSIK : Hipertonik, fasokulasi, paresis, paralisis pernafasan, ptosis, Paralisis otot laring, reflek abnormal, kejang dan koma
KARDIOTOKSIK : Hipotensi, henti jantung
SINDROMA KOMPARTEMEN
KALISFIKASI (menurut Schwartz)
DERAJAT 0 : luka +, nyeri +/-, edema/ eritema < 3cm/12 jam
DERAJAT I : Luka +, nyeri +, edema/eritema 3 – 12 cm/12 jam
DERAJAT II : Luka +, nyeri +++, edema/eritema 12 – 25 cm/12 jam, neurotoksik, pusing, mual syok
DERAJAT III : Luka +, nyrei +++, edema eritema > 25 cm/12 jam, Perdarahan kulit, syok
DERAJAT IV : Luka +, nyeri +++, edema/eritema > ekstremitas< GGA, koma, perdarahan
GAMBARAN KLINIS
• GIGITAN ELAPIDAE
EFEK LOKAL : sakit ringan, sedikit atau tanpa pembengkakan atau kerusakan kulit dekat gigitan. Pada beberapa ular dari afrika dan beberapa kobra asia : sakit berat, melepuh, kulit rusak dekat gigitan
SEMBURAN KOBRA PADA MATA : Sakit berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak disekitar mulut, kerusakan pada lapisan luar mata
GEJALA SISTEMIK : muncul 15 menit-10 jam setelah gigitan : paralisi urat-urat wajah, bibir, lidah dan tenggorokan, kelopak mata menurun, susah menelan, lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah pandangan kabur, mati rasa disekitar mulut selanjutnya dapat terjadi paralisis otot pernafasan, TD turun, nadi lambat, kesadarn menurun
• GIGITAN VIPERIDS
EFEK LOKAL : 15 menit – beberapa jam: bengkak dan sakit dekat gigitan dan cepat menyebar
EFEK SISTEMIK : 5 menit – beberapa jam: muntah, berketringat, kolik, diare, perdarahan pada gigitan, lubang dan luka yang dibuat taring, muntahan, urin, feses. Beberap hari kemudian timbul, melepuh dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, oedema paru
GIGITAN HYDROPIDS
GEJALA CEPAT : sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat dan muntah
SETELAH 30 menit – beberapa jam: kaku dan nyeri menyeluruh, spasm otot rahang, paralisis otot, urine warna coklat gelap, ginjal rusak, henti jantung
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LAB :Hb, Ht, T, Kr, Urea N, elektrolit, BT/CT, PT/APTT, D-dimer, tes faal hepar, cross match
EKG
THORAX FOTO
PENATALAKSANAAN
TUJUAN
Menghalangi/memperlambat absorbsi bisa
Menetralkan bisa yang sudah masuk kesirkulasi
Mengatasi efek lokal dan sistemik
Penataksanaan jalan nafas
Penatalaksanaan fungsi pernafasan
Penatalaksanaan sirkulasi
Pertolongan pada luka gigitan
Pemeriksaan lab
Apus tempat gigitan dengan Venom Detection
SABU : gejala venerasi sistemik, adanya edema hebat pada bagian luka
PEDOMAN PEMBERIAN SABU
(Schwartz, Way)
DERAJAT 0 – I : belum diberikan, nilai dalam 12 jam, bila derajat meningkat diberikan
DERAJAT II : 3 – 4 vial
DERAJAT III : 5 – 15 vial
DERAJAT IV : berikan penambahan 6 8 vial
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Monitor lab setelah pemberian SABU, jika koagulopati membaik monitor ketat. Jika koagulopati tidak membaik ulangi pemberian SABU, ulangi lab setelah 1 – 3 jam
Terapi profilaksis : ATS, TT, AB spektrum luas
Gangguan koagulasi berat : FFP (Fresh-Frozen Plasma)
Perdarahan : transfusi darah segar atau komponen darah, firinogen, Vit K
Hipotensi : infus dengan kristaloid
Monitor pambengkakan lokal
Segera lepas cincin atau yang mengikat
Sindroma kompartemen : fasciotomi
Gangguan neurotoksik : asetilkolinesterase, SA
Rabu, 15 Februari 2012
TERAPI MODALITAS UNTUK LANSIA
TERAPI MODALITAS UNTUK LANSIA
Oleh : Yayang Nur Enida (S1-KEPERAWATAN)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan gerontik.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang terapi modalitas untuk lansia dari materi yang dicari diluar bangku kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Program Pada Lansia
1) Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :
a. Aktivitas di tepat tidur
Positioning, alih baring, latihan pasif&aktif lingkup gerak sendi
b. Mobilisasi
Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll
2) Program Okupasiterapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.
3) Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll.
4) Program Terapi Wicara
Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll
5) Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll
6) Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
2.2 Peran Tim Medis
1) Fase Perawatan Intensif (Intensive Care)
Yang menonjol peran perawat, baru kemudian fisioterapis dan mungkin petugas sosial medik sudah mulai berperan.
2) Fase Perawatan Antara (Intermediate Care)
Perawat masih diperlukan, fisioterapis makin menonjol, terapis okupasi mulai berperan, mungkin terapis wicara atau psikolog mulai berperan. Juga bila alat bantu diperlukan, misalnya walker, dynamic-splint, dll. Maka ortoris-prostetis yang akan membuat susuai dengan kondisi penderita.
3) Fase Perawatan Sendiri (Self Care)
Okupasi terapi sangat penting untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari. Mulai dari aktiviats untuk pribadi sampai dengan pada aktivitas dalam kehidupannya dalam pekerjaan.
4) Fase Rawat Jalan (Day Care)
Tergangtung pada gangguan/dissabilitas yang dideritanya. Biasanya terapi okupasi suportif sangat membantu, dan dalam hal ini program bisa diberikan dalam bentuk kegiatan yang menghasilkan sesuatu. Pada keadaan ini seluruh tim akan berperan, dan dokter selalu memantau pada setiap fase yang dijalani.
2.3 Terapi Modalitas Pada Lansia
Selain perhatian secara umum terhadap therapy pada usila seperti tersebut diatas, pertimbangan yang serius harus secara nyata diberikan kepada beberapa therapy pilihan pada orang tua dengan distress. Sayangnya ruang lingkup gerontology masih relatif baru, keinginan untuk membicarakan tentang therapy modalitas yang spesifik dengan usila pada banyak kasus didahului evaluasi dari efektifitas. Sebagai konsekwensinya, dalam bahasan berikut harus betul-betul memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan suatu metode therapy. Tanpa memandang tingkat kepopuleran suatu tehnik yang diberikan, keefektifan pencapaian tujuan haruslah yang pertama terdefinisikan dalam ingatan seseorang, begitupun halnya tujuan/sasaran klien usila.
Sekarang ini banyak pendekatan yang ada untuk individu usila yang membutuhkan pertolongan (baik dimasyarakat maupun diinstitusi). Sungguhnpun demikian suatu model khusus untuk pemilihan therapy telah diajukan oleh Gottesman, Quarterman dan Cohn (1973) (dalam kenyataannya tidak ada criteria untuk suatu therapy dan gangguan), Penulis ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan therapy haruslah selalu mencakup :
1. Kapasitan (fisik, emosi, kognitif) dari orang usila.
2. Kebutuhan bermasyarakat (social demand) yang menyangkut “penyesuaian” perilaku untuk orang usila.
3. Harapan (keinginan-keinginan) dari orang tertentu lainnya
4. Harapan-harapan (keinginan-keinginan) dari usila sendiri untuk dirinya sendiri)
Misalnya, seperti yang dibecarakan Gottesman dkk, usila ingin mengemudi mobil, akan tetapi ia tidak cukup kuat untuk mengemudi secara fisik (post stroke), penolong harus lebih menganjurkan untuk lebih menyadari keterbatasan fisiknya atau merekomendasikannya dengan suatu rancangan lain yang cocok (misal : meminta teman atau anggota keluarganya untuk mengendarai atau menggunakan bus). Kemungkinan sumber masalah barangkali berkaitan masalah social (batasan usia yang diijinkan untuk mengemudi) atau beristirahat dengan anggota keluarga (mereka mungkin mengharapkan agar anggota keluarga yang telah tua tetap senantiasa dapat mandiri karena masing-masing anggota selalu mandiri). Intervensi dalam kasus begini diarahkan pada pengubahan yang memungkinkan usila dapat mengemudi atau berfokus pada mengubah harapan/keinginan keluarga yang mempunyai anggota yang berusia lanjut.
Kemungkinan, Gottesman (1980) mengjarkan bahwa perhatian utama haruslah berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan tidak hanya pada kuantitas hidup.
Lebih khusus lagi tujuan therapy yang dimaksudkan oleh Gottesman adalah :
1. Berwawasan pada pola perilaku seseorang
2. Menghilangkan gejala
3. Menghilangkan hal-hal yang terkait
4. Memperlambat memperburuknya keadaan
5. Adaptasi terhadap keadaan yang ada
6. Memperbaiki kemampuan self care/perawatan diri
7. Meningkatkan aktifitas
8. Memperbesar atau meningkatkan kemandirian
Tiap tujuan mempunyai kekurangan dan kelebihan tergantung dari beberapa faktor, misalnya : kesehatan atau tingkat dukungan yang ada pada klien sehingga apakah inimerupakan pendekatan jangka pendek atau jangka panjang atau pendekatan rawat jalan (community – based) atau klien yang ada dirumah sakit yang membutuhkan keputusan secara pribadi. Beberapa tipe untuk therapy (individu, kelompok, keluarga) berlaku baik untuk sebagaian individu (dan atau beberapa dokter atau therapist) disbanding yang lainnya. Sementara beberapa yang lain akan cocok untuk tertentu dibanding yang lainnya. Beberapa (therapy individu) merupakan tipe yang lebih mahal daripada lainnya (therapy kelompok) (Hayslip dan Kooken 1982 : 289). Jadi pendekatan /tehnik pribadi kurang baik untuk orang tua mungkin lebih berhasil pada semua situasi atau untuk semua tipe klien.
Kenyataan ini lebih disukai (Eisdorfer dan Stotsky, 1977) bahwa pendekatan pribadi lebih besar daripada tehnik lainnya, sebenarnya menjamin sedikit akan meningkatkan mutu dan menolong memberi pengalaman yang baik untuk klien dan konselor.
(Hayslip dan Kooken, 1982) yang mempunyai teori ada beberapa macam dari bentuk psikhotherapi dan dari bentuk-bentuk ini tidak bermakna. Salah satu yang harus dicatat bahwa jumlah investigasi eksperimen yang dapat dilakukan pada klien yang lebih tua lebih sedikit dibanding dengan studi yang dapat dilakukan pada kelompok usia lainnya.
Karena itu pada beberapa kasus adalaha tidak mungkin untuk mengatakan suatu pendekatan tertentu yang efektif akan dilakukan. Dalam hal ini berbagai pendekatan therapy haruslah dipandang sebagai sesuatu yang dinilai diskriptif, tidak dapat dites atau didasarkan atas dasar pengetahuan sedikit.
Pengertian
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
Tujuan
a. Mengisi waktu luang bagi lansia
b. Meningkatkan kesehatan lansia
c. Meningkatkan produktifitas lansia
d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
Jenis Kegiatan :
a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader, Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
c. Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan
d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll
e. Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll
f. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
h. Life Review Terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
i. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.
j. Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.
k. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menua merupakan proses fisologis dengan berbagai perubahan fungsi organ tubuh dan bukan suatu penyakit. Adapun gangguan yang menyebabkan penderita harus berbaring lama sedapat mungkin dihindarkan. Pemberian terapi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemulihan kesehatan pada lansia. Seperti pemberian modalilitas alamiah ataupun dengan menggunakan peralatan khusus biasanya hanya menggurangi keluhan yang bersifat sementara, akan tetapi latihan-latihan yang bersifat pasif maupun aktif yang bertujuan untuk mempertahankan kekuatan pada sekelompok otot-otot tertentu agar mobilitas tetap terjaga sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga pencegahan disabilitas primer diminimalkan dan disabilitas sekunder bisa dicegah, dan pada akhirnya tidak terjadi handicap.
3.2. Saran
Peran perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan pada lansia dalam taraf setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan. Dengan demikian, lansia masih dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Oleh karena itu perkembangan ilmu dan praktika dalam pembelajaran sangat penting untuk memenuhi kualitas sumber daya yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Martono, Hadi dan Kris Pranarka.2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Maryam, R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika
Mubarak, Wahid Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.Jakarta : Salemba Medika
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo.2003.Fisioterapi Pada Lansia.Jakarta : EGC
Stockslager, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik.Edisi II.Jakarta : EGC
Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia.Jakarta : EGC
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN MASYARAKAT
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN MASYARAKAT
Oleh : YAYANG NUR ENIDA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai (Dinas Kesehatan, 2007). Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai dengan lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit, pelayanan kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi pada kenyataanya, pembangunan kesehatan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan kesehatan masih banyak terjadi. Beberapa diantaranya adalah: penyakit-penyakit seperti DBD, flu burung, dan sebagainya yang semakin menyebar luas, kasus-kasus gizi buruk yang semakin marak khususnya di wilayah Indonesia Timur, prioritas kesehatan rendah, serta tingkat pencemaran lingkungan yang semakin tinggi.
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan pemerintah lah yang salah, sehingga masalah-masalah kesehatan di Indonesia seakan tak ada ujungnya. Akan tetapi, kita tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah saja dalam hal ini. Karena bagaimanapun juga, sebenarnya individu yang menjadi faktor penentu dalam menentukan status kesehatan. Dengan kata lain, selain pemerintah masih banyak lagi faktor-faktor atau determinan yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
b. Mengetahui hubungan konsep Blum dengan status kesehatan masyarakat.
c. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat dari materi yang dicari diluar bangku kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber : http://www.geocities.ws/klinikikm/kesehatan-lingkungan/status-kesehatan.jpg
Berdasarkan pendekatan Teori Blum terdapat 4 faktor yang mempengaruhi status kesehatan dalam masyarakat, yaitu: faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan.
2.1 Faktor Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yan optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup : perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah), rumah hewan ternak (kandang).
Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya.
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.
2.2 Faktor Perilaku
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2014.Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2014. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan.
Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti: berolah raga, tidur, merokok, minum, dll. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang bagus dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh.Sekali-kali atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu yang lebih lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan harian. Namun, bagaimanapun juga sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar sehat. Tubuh kita memerlukan tidur, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni : sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup :
2.2.1 Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga, dan sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour), adalah respons untuk melakukan pence-gahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain,
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobat¬an ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesma, mantri, dokter praktik, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melaku-kan diet, mematuhi anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.
2.2.2 Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan.
2.2.3 Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour)
Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan tubuh kita.
2.2.4 Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour)
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higiene pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk di dalamnya system pembuangan sampah dan air limbah, serta dampak pembuatan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.
Menurut Ensiklopedi Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian, maka tentu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi-energi dalam impuls-impuls saraf. Impuls-impuls saraf indra pendengaran, penglihatan, pembauan, pencicipan dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai pe'rsepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakikatnya merupakan faktor turunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek tersebut di atas akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan.
Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor-faktor intern dan ekstern.
Faktor intern mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik seperti: iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan respons menurut cara tertentu terhadap suatu objek.
2.3 Faktor Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat mencakup pelayanan kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub-sistem pelayanan kesehatan, yang tujuannya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan rakyat banyak, maka peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :
2.3.1 Potensi Masyarakat Dalam Arti Komunitas
Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misalnya masyarakat RT, RW, kelurahan, dsb), misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dsb adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
2.3.2 Menggalang Potensi Masyarakat Melalui Organisasi
Menggalang potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesmas oleh LSM-LSM pada hakikatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesmas.
2.3.3 Menggalang Potensi Masyarakat Melalui Perusahaan
Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas, Balkesmas, dsb), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain:
o Penanggung Jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun demikian, pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan, dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (Puskesmas), maupun swasta (Balkesmas) adalah di bawah koordinasi Departemen Kesehatan.
o Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan, dengan adanya 'Baku Pedoman Puskesmas'.
o Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas yang menggambarkan hubungan kerja baik horizontal maupun vertikal.
o Pengorganisasian Potensi Masyarakat
Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia), karena adanya keterbatasah sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat ini.
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar perananya. Sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer. Peranan tim kesehatan sebagai manager yang memiliki kompetensi di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga masyarakat tidak banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare, demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke, diabetes militus dan lainnya. Penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan masyarakat paham dan melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat walafiat sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentang tersebut. Demikian pula 'sakit' ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum dapat dibagi dalam tiga tingkat, yakni: sakit ringan (mild), saking sedang (moderate) dan sakit parah (severe). Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan kesehatan yang berbeda pula. Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan canggih. Namun sebaliknya, untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan pelayanan yang sederhana saja, melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik. Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni:
o Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care).
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini di dalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (ba¬sic health services), atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesma pembantu,Puskesmas keliling, dan Balkesmas.
o Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health ser-vices).
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
o Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services):
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks, dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di Indonesia: Rumah Sakit tipe A dan B.
Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, namun berada dalam suatu sistem, dan saling berhubungan.
2.4 Faktor Keturunan
Faktor keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan, diantaranya diabetes melitus, asma bronhiale, dsb.
Seperti apa keturunan generasi muda yang diinginkan?. Pertanyaan itu menjadi kunci dalam mengetahui harapan yang akan datang. Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya.Oleh sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
2.5 Determinan Yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974) mengatakan bahwa adanya 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Empat determinan tersebut secara berturut-turut besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah: a). lingkungan, b). perilaku, c). pelayanan kesehatan, dan d).keturunan atau herediter. Keempat determinan tersebut adalah determinan untuk kesehatan kelompok atau komunitas yang kemungkinan sama di kalangan masyarakat. Akan tetapi untuk kesehatan individu, disamping empat faktor tersebut, faktor internal individu juga berperan, misalnya : umur, gender, pendidikan, dan sebagainya, disamping faktor herediter. Bila kita analisis lebih lanjut determinan kesehatan itu sebenarnya adalah semua faktor diluar kehidupan manusia, baik secara individual, kelompok, maupun komunitas yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehidupan manusia itu. Hal ini berarti, disamping determinan-determinan derajat kesehatan yang telah dirumuskan oleh Blum tersebut masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi atau menentukan terwujudnya kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.
o Faktor makanan
Makanan merupakan faktor penting dalam kesehatan kita. Bayi lahir dari seorang ibu yang telah siap dengan persediaan susu yang merupakan makanan lengkap untuk seorang bayi. Mereka yang memelihara tubuhnya dengan makanan yang cocok, menikmati tubuh yang benar-benar sehat.Kecocokan makanan ini menurut waktu, jumlah, dan harga yang tepat. Hanya saat kita makan secara berlebihan makanan yang tidak cocok dengan tubuh kita, maka tubuh akan bereaksi sebaliknya. Sakit adalah salah satu reaksi tubuh, dan bila kemudian dicegah atau dirawat dengan benar, tubuh kembali sehat.Penyakit merupakan peringatan untuk mengubah kebiasaan kita.Perlu diingat selalu bahwa tubuh kita hanya memerlukan makanan yang tepat dalam jumlah yang sesuai.
o Pendidikan atau tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan membentuk cara berpikir dan kemampuan seseorang untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatannya. Pendidikan juga secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam menjaga kesehatannya. Biasanya, orang yang berpendidikan (dalam hal ini orang yang menempuh pendidikan formal) mempunyai resiko lebih kecil terkena penyakit atau masalah kesehatan lainnya dibandingkan dengan masyarakat yang awam dengan kesehatan.
o Faktor sosioekonomi
Faktor-faktor sosial dan ekonomi seperti lingkungan sosial, tingkat pendapatan, pekerjaan, dan ketahanan pangan dalam keluarga merupakan faktor yang berpengaruh besar pada penentuan derajat kesehatan seseorang.Dalam masalah gizi buruk misalnya, masyarakat dengan tingkat ekonomi dan berpendapatan rendah biasanya lebih rentan menderita gizi buruk.Hal tersebut bisa terjadi karena orang dengan tingkat ekonomi rendah sulit untuk mendapatkan makanan dengan nilai gizi yang bisa dibilang layak.
o Latar belakang budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki beribu-ribu suku dengan adat istiadat yang berbeda-beda pula. Sebagian dari adat istiadat tersebut ada yang masih bisa dibilang “primitif” dan tidak mempedulikan aspek kesehatan.Misalnya saja, pada suku Baduy yang tidak memperbolehkan masyarakat menggunakan alas kaki.
o Usia
Setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon yang berbeda-beda terhadap perubahan kesehatan yang terjadi.
o Faktor emosional
Setiap pemikiran positif akan sangat berpengaruh, pikiran yang sehat dan bahagia semakin meningkatkan kesehatan tubuh kita. Tidak sulit memahami pengaruh dari pikiran terhadap kesehatan kita.Yang diperlukan hanyalah usaha mengembangkan sikap yang benar agar tercapai kesejahteraan.
o Faktor agama dan keyakinan
Agama dan kepercayaan yang dianut oleh seorang individu secara tidak langsung mempengaruhi perilaku kita dalam berperilaku sehat.Misalnya, pada agama Islam.Islam mengajarkan bahwa “anna ghafatul minal iman” atau “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Sebagai umat muslim, tentu kita akan melaksanakan perintah Allah SWT. untuk berperilaku bersih dan sehat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Untuk mencapai status kesehatan yang baik, baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau mengantisipasi keadaan lingkungan agar menjadi lebih baik. Kesehatan, sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan konsep yang positif yang menekankan pada sumber-sumber sosial dan personal. Dengan teori Blum ini kita dapat memperbaiki status kesehatan dengan menerapkan secara baik dan sungguh-sungguh tentang teori Blum yaitu genetik, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.
3.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Melihat kondisi kesehatan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, maka perlu peran aktif semua pihak dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Penyedia layanan kesehatan, masyarakat, pemerintah dan perusahaan perlu menjabarkan peta jalan pengembangan kesehatan masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan. Mengingat wilayah Indonesia sangat luas, dibutuhkan kerjasama dalam merumuskan dan mengembangkan program kesehatan masyarakat sesuai karakteristik daerah setempat sehingga tahap perubahan menuju masyarakat sehat dalam pengelolaan kesehatan masyarakat menjadi bagian kesadaran dan pengetahuan masyarakat dan pada akhirnya memiliki self belonging bahwa kesehatan merupakan milik dan tanggung jawab bersama. Dengan partisipasi semaksimal mungkin dari organisasi aktif yang berada di masyarakat seperti Kader Posyandu, PKK, Taruna Karya, Pramuka, Sarjana Penggerak Pedesaan dan organisasi lainnya serta didukung oleh MUSPIDA setempat.
2. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi status kesmas, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan Keperawatan Komunitas.
3. Meningkatkan anggaran untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. Tersedia dalamhttp://www.geocities.ws/klinikikm/kesehatan-ingkungan/status kesehatan.jpg [diakses 23 November 2011]
wimee in kesehatan. Teori H. L Blum. tersedia dalam http://wimee.wordpress.com/2011/06/20/teori-h-l-blum/ [diakses 24 November 2011]
Safira. Determinan yang mempengaruhi status kesehatan. Tersedia dalam http://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang mempengaruhi-status-kesehatan-2/ [diakses 24 November 2011]
Langganan:
Postingan (Atom)