Kamis, 23 Februari 2012
ASKEP ISK DAN BHP
ASKEP ASKEP INFEKSI SALURAN PERKEMIHAN DAN
ASKEP BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI
Oleh : Yayang Nur Enida
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI pada pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB I.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang ISK dan BPH dari materi yang dicari diluar bangku kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Infeksi Saluran Perkemihan
2.1.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %. Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998).
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
2.1.2 Etiologi
-Bakteri (Eschericia coli).
-Jamur dan virus.
-Infeksi ginjal.
-Prostat hipertropi (urine sisa).
2.1.3 Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih.
Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit .
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.
2.1.4 Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a.Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b.Hematogen.
c.Limfogen.
d.Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
Bendungan aliran urine.
1)Anatomi konginetal.
2)Batu saluran kemih.
3)Oklusi ureter (sebagian atau total).
Refluks vesi ke ureter.
Urine sisa dalam buli-buli karena :
4)Neurogenik bladder.
5)Striktur uretra.
6)Hipertropi prostat.
Gangguan metabolik.
7)Hiperkalsemia.
8)Hipokalemia
9)Agamaglobulinemia.
Instrumentasi
10)Dilatasi uretra sistoskopi.
Kehamilan
11)Faktor statis dan bendungan.
12)PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis.
Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.
2.1.5 Macam-macam ISK
1)Uretritis (uretra).
2)Sistisis (kandung kemih).
3)Pielonefritis (ginjal).
2.1.6 Gambaran Klinis
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1)Mukosa memerah dan oedema
2)Terdapat cairan eksudat yang purulent
3)Ada ulserasi pada urethra
4)Adanya rasa gatal yang menggelitik
5)Good morning sign
6)Adanya nanah awal miksi
7)Nyeri pada saat miksi
8)Kesulitan untuk memulai miksi
9)Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
10)Disuria (nyeri waktu berkemih)
11)Peningkatan frekuensi berkemih
12)Perasaan ingin berkemih
13)Adanya sel-sel darah putih dalam urin
14)Nyeri punggung bawah atau suprapubic
15)Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
16)Demam
17)Menggigil
18)Nyeri pinggang
19)Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis
1)Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2)Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1)Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
2)Biakan bakteri 102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
3)Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
2.1.8 Pengobatan Penyakit ISK
a.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
c.Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
2.1.9 Askep ISK
- Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1)Identitas klien
2)Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1)Riwayat infeksi saluran kemih
2)Riwayat pernah menderita batu ginjal
3)Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1)Palpasi kandung kemih
2)Inspeksi daerah meatus
a)Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b)Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1)Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2)Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
- Diagnosa Keperawatan
1.Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
2.Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.
3.Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
- Perencanaan
No dx Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1)Tanda vital dalam batas normal
2)Nilai kultur urine negatif
3)Urine berwarna bening dan tidak bau
1. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
2. Catat karakteristik urine
3. Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
4. Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
5. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
6. Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
1 Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2 Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3. Untuk mencegah stasis urine
4.Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5.Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6.Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra.
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1)Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2)Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3)Klien dapat bak dengan berkemih
1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
3. Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
4. Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
5. Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman.
1. Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2. Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3. Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4. Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5. Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1)Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2)Kandung kemih tidak tegang
3)Pasien nampak tenang
4)Ekspresi wajah tenang 1. Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
3. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
4. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi. 1. Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2. Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3. Untuk membantu klien dalam berkemih
4. Analgetik memblok lintasan nyeri
- Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000).
- Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1.Nyeri yang menetap atau bertambah.
2.Perubahan warna urine.
3.Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.
2.2 Benigna Prostat Hipertropi
2.2.1 Definisi
Benigna Prostat Hipertropi adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto D,2008). Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder) (Adel,2008). Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih (Doenges, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menyumbat aliran keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba (Syaifuddin, 2006).
2.2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan (Adel,2008).Menurut Smeltzer (2002) , apa yang menjadi penyebab terjadinya pembesaran kelenjar Prostat ini masih tetap menjadi misteri, masih belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakan untuk BPH ini seperti: a) teori tumor jinak (karena komponennya), b) eori rasial dan factor social, c) teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, d) teori yang berhubungan dengan aktifitas seks, dan e) teori ketidakseimbangan hormonal. Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormonal androgen turun, maka terjdi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak secara relatif ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.
2.2.4 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli - buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli - buli.
Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Price,2002).
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi dari benigna hipertropi prostat menurut Smeltzer (2002), adalah hydroureter, hydronefrosis dan gagal ginjal bila tidak terjadi infeksi serta dapat terjadi hematuria dan cystitis bila terjadi infeksi. Komplikasi lain yang mungkin timbul pada benigna hipertropi prostat menurut Adel (2008), yaitu: hemorrhoid, perdarahan, inkontinensia, uretritis dan traktus uretra, epindidimiorkhitis, trombosis, fistula (suprapubik, rektiprostatik), dan osteitis pubis.
2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2002), terapi untuk benigna hipertropi prostat (BPH) ada 2 macam yaitu konservatif dan operatif.
Konservatif, terapi konservatif dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan karena misalnya menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi operasi lainnya.Terapi konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena terjadinya atau adanya infeksi sekunder dengan peran antibiotik. Terapi untuk retensi urine yaitu dengan kateterisasi dengan 2 cara:1) Kateterisasi intermitten, buli-buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan, dan 2) Kateterisasi indwiling. sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengan kateter baru. Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya infeksi dengan memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.
Operatif, tindakan operatif:1) Pernah obstruksi atau retensi berulang, 2) Urine sisa lebih dari 50 cc, 3) Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas.
2.2.7 Askep BPH
- Pengakajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat A.A,2007). Adapun pengkajian pada klien Post ops Benigna Hipertropi Prostat menurut Doenges (2002) adalah:
1) Sirkulasi; ditandai peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2) Eliminasi, Gejala:a) Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan, b) Keragu-raguan pada berkemih awal, c) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih, d) Nokturia, dysuria, haematuria, e) Duduk untuk berkemih, f) Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria), g) Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum), Tanda:a) Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih, b) Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
3) Makanan/cairan, Gejala: a) Anoreksia, mual, muntah, b) Penurunan berat badan.
4) Nyeri/kenyamanan, gGejala:a) Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostates akut), dan b) Nyeri punggung bawah.
5) Keamanan.
6) Seksualitas, gejala: a) Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan sexual, b) Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim.c) Penurunan kekeuatan kontraksi ejakulasi.
7) Penyuluhan dan pembelajaran, gejala: a) Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, b) Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
8) Aktifitas/Istirahat; riwayat pekerjaan, lamanya istirahat, aktifitas sehari-hari, pengaruh penyakit terhadap aktifitas dan pengaruh penyakit terhadap istirahat.
9) Hygiene; penampilan umum, aktifitas sehari-hari, kebersihan tubuh, frekwensi mandi.
10) Integritas ego; penngaruh penyakit terhadap stress, gaya hidup, masalah financial.
11) Neurosensori; apakah ada sakit kepala, status mental, ketajaman penglihatan.
12) Pernapasan; apakah ada sesak napas, riwayat merokok, frekwensi pernapasan, bentuk dada, auskultasi.
13) Interaksi Sosial; status perkawinan, hubungan dalam masyarakat, pola interkasi keluarga, komunikasi verbal/nonverbal.
- Diagnosa keperawatan
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan nyeri pada daerah tindakan operasi, perubahan frekuensi berkemih, pemasangan catheter tetap.
adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat, urine berwarna kemerahan.
2. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan ditandai dengan pusing, flatus negatif, bibir kering.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
5. Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
- Perencanaan
No dx Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Tujuan : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
Catheter tetap paten pada tempatntya.
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi. 1. Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
2 Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
3 Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
4 Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
5 Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
6 Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini. 1 Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2 Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
3 Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
4 Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
5 Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
6 Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi catheter/aliran urine.
2 Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria :
Tanda-tanda vital normal.
Nadi perifer teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa baik.
Haluaran urine tepat.
1 Benamkan catheter, hindari manipulasi berlebihan.
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
2 Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
3 Evaluasi warna, komsistensi urine.
4 Awasi tanda-tanda vital.
5 Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah).
1 Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
2 Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3 Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
4 Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
5 Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.
- Pelaksanaan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).
- Evaluasi
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
- Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
- Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal
Nadi perifer baik/teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab dan haluaran urine tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut.
2. Pengobatan Penyakit ISK bisa dengan :
a.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
c.Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
3. Benigna Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menyumbat aliran keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
4. Menurut Smeltzer (2002), terapi untuk benigna hipertropi prostat (BPH) ada 2 macam yaitu konservatif dan operatif.
3.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Jika ada tanda dan gejala ISK ataupun BPH maka harus cepat datang ke pelayanan kesehatan untuk diberikan pengobatan ataupun perawatan secara tepat.
2. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan askep infeksi saluran perkemihan dan askep bhp, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan KMB I.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ; Jakarta.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/28/askep-infeksi-saluran-kemih/Barton MB, Elmore JG, SW Fletcher. Gejala payudara antara perempuan yang terdaftar dalam sebuah organisasi pemeliharaan kesehatan: Frekuensi, evaluasi, dan hasil. Ann Intern Med. 1999, 130: 651-657.
http://id.wordpress.com/tag/1-askep-zone/
Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.
Kumpulan Kuliah, 2001, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Makassar.
Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi I, Volume 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung.
Ns. Lukman, SKep.,M.M. asuhan keperawatan benigna hipertropi prostat. 2010. Muha Medika : Jakarta.
Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar