Kamis, 23 Februari 2012

ASKEP KEJANG PADA ANAK

ASKEP KEJANG PADA ANAK Oleh : Yayang Nur Enida
(makasih buat de zia sm de alea yg udah ikut gabung d blog ateu ^_^) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang-kejang merupakan gangguan neurologist yang lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 Kasus per 1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab yang paling lazim untuk rujukan pada praktek neurology anak. Adanya gangguan kejang tidak merupakan diagnosis tetapi gejala suatu gangguan system saraf sentral (SSS) yang mendasari dan pengamatan yang menyeluruh dan rencana manajemen. Pada kebanyakan anak, etiologi untuk kejang tidak dapat ditentukan, dan dibuat diagnosis epilepsy idiopatik. Pemeriksaan anak dengan gangguan kejang harus dimasukkan ke arah pencarian penyebab organik. Tekanan darah dicatat, dan lingkaran kepala, panjang dan berat badan anak digambarkan pada grafik pertumbuhan dan dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya. Temuan tanda wajah yang tidak biasa atau tanda fisik terkait seperti hepatosplenomegas mengarah pada penyakit metabolik atau penyakit penyimpanan sebagai penyebab gangguan neurologis. Pencarian cell vitiliginosa sklerosis tuberose dengan menggunakan sumber sinar ultraviolet, pemeriksaan untuk adenoma sebasea, bercak kasar (shagreen), banyak bintik cafĂ©-au-lait, atau nefus flammeus, dan adanya fakoma retina akan menunjukkan gangguan neurokutan sebagai penyebab kejang. Tanda neurologis setempat seperti hemiparesis yang tidak kentara dengan hiper refleksia, Babinski equivocal, dan tangan terekstensi lepas ke bawah dengan mata tertutup dapat menunjukkan lesi structural hemisferik kontralateral, sperti glioma lobus temporalis tumbuh-lambat, sebagai penyebab gangguan kejang. Penghentian pertumbuhan unilateral kuku ibu jari, tangan atau tungkai pada anak dengan gangguan kejang setempat menunjukkan keadaan kronis seperti kista proensefali, malformasi arteriovenosa, atau atrofi korteks pada hemisfer yang berlawanan. Dasar mata harus diperiksa mengenai adanya edema papil, perdarahan retina korioretinitis, koloboma, dan perubahan macula juga fakoma retina. Hiperventilasi selama masa 3 atau 4 menit menghasilkan kejang segera sebenarnya pada semua anak tanpa adanya epilepsi. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan anak. b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang kejang pada anak dari materi yang dicari diluar bangku kuliah. BAB II PEMBAHASAN 2.2 Konsep Dasar 2.2.1 Definisi Kejang Kejang (konvulsi) merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat singkat/ sementara, yang dapat disebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan. Terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malformasi otak kongenital, faktor genetis/ adanya penyakit seperti meningitis, ensefalitis serta demam yang tinggi/ dapat dikenal dengan istilah kejang demam, gangguan metabolisme, trauma, dan lain sebagainya. Apabila kejangnya bersifat kronis dapat dikatakan sebagai epilepsi yang terjadi secara berulang-ulang dengan sendirinya. 2.2.2 Etiologi Kejang Penyebabnya bervariasi dan diklasifikasikan sebagai idiopatik (defek genetik. perkembangan) dan didapat. Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada beberapa kasus yang mencakup insufisiensi vaskular, demam (pada masa kanak-kanak), cedera kepala, hipertensi, infeksi sistem saraf pusat, kondisi metabolisme dan toksis (seperti gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia, pestisida), tumor otak, kesalahan penggunaan obat dan alergi. 2.2.3 Klasifikasi Kejang Klasifikasi kejang penting untuk mengklasifikasi tipe kejang karena beberapa alasan. Pertama, tipe kejang dapat memberikan kuat pada penyebab gangguan kejang. Lagipula, penggambaran kejang yang tepat dapat memungkinkan suatu dasar yang kuat untuk membuat prognosis. Anak dengan epilepsi tonik-klonik menyeluruh biasanya dengan mudah dikendalikan dengan anti konvulsan, sedang penderita dengan kejang parsial dapat berjalan kurang baik. Bayi dengan epilepsi mioklonik benigus mempunyai harapan yang lebih baik daripada penderita dengan spasme infantile. Demikian juga anak umur sekolah yang menderita epilepsi parsial benigna dengan gelombang pada metrotemporal (epilepsi rolandik) mempunyai prognosis yang sangat baik dan tidak mungkin memerlukan pemberian anti konvulsan yang lama. Klasifikasi klinik kejang mungkin sukar karena manifestasi berbagai tipe kejang mungkin serupa. Misalnya, tanda klinik anak tanpa kejang mungkin hamper identik dengan tanda klinik penderita lain dengan epilepsi parsial kompleks. Elektroensefalogram (EEG) merupakan bantuan yang berguna untuk klasifikasi epilepsi karena berbagai ekspresi kejang pada kelompok ini. Klasifikasi berguna dalam menggambarkan epilepsi masa anak. • Kejang Parsial (Lokal/ Fokal) Kejang parsial merupakan bagian besar kejang masa anak, sampai dengan 40% pada satu seri. Kejang parsial terdiri atas dua yakni yang bersifat sederhana dan kompleks. Kejang yang sederhana memiliki ciri sebagai berikut: kesadarannya tidak terganggu, adanya tanda seperti kedutan pada wajah, tangan, atau salah satu bagian sisi tubuh, biasanya disertai dengan adanya muntah, berkeringat, muka merah, serta adanya dilatasi pada pupil dan adanya tanda keseimbangan terganggu seperti mau jatuh, adanya rasa takut. Sedangkan gejala dari kejang parsial yang kompleks memiliki ciri sebagai berikut adanya gangguan kesadaran meskipun pada awalnya sebagai gejala yang sederhana, adanya gerakan otomatis seperti mengecap-ngecapkan bibir, gerakan mengunyah gerakan, atau adanya gerakan tangan. • Kejang – Kejang Menyeluruh Kejang kejang linglung (petit mal) sederhana ditandai dengan pengehentian aktifitas motorik atau bicara mendadak, dengan ekspresi wajah kosong dan kelopak mata berkedip-kedip. Kejang ini tidak lazim sebelum umur 5 tahun, lebih lazim pada anak wanita, kejang ini jarang menetap lebih lama dari 30 detik. Tanda ini cenderung membedakan kejang-kejang linglung dengan kejang parsial kompleks. Penderita tidak kehilangan tonus otot tubuh, tapi kepala bisa agak terkulai kedepan. Segera sesudah kejang, penderita mulai lagi aktivitas prakejang tanpa petunjuk gangguan pascakejang. Kejang tonik-klonik dapat ditandai dengan hilangnya kesadaran, kaku pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah, yang dapat terjadi kurang dari satu menit. Kemudian disertai hilangnya kontrol pada kandung kemih dan usus, adanya gerakan klonik pada ekstremitas; atas dan bawah, serta adanya tanda letargi. Kejang mioklonik memiliki ciri adanya kedutan pada daerah otot yang dapat terjadi secara mendadak; sedangkan kejang mioklonik lanjutan dapat terjadi pada orang sehat selama tidur dan bila kondisi patologis dapat bersifat kedutan dan berlangsung kurang dari 5 detik serta kehilangan kesadaran hanya sesaat. • Kejang Demam Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan prognosis yang sangat baik secara serafgam. Namun, kejang demam dapat menandakan penyakit infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria sehingga setiap anak harus diperiksa secara cermat dan tepat diamati mengenai penyebab demam yang menertai. Kejang demam tergantung umur dan jarang terjadi pada umur sebelum 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan, dan insidennya sekitar 3%-4% anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Manifestasi klinik kejang demam terkait dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (malam) mencapai 39o atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-klonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca kejang. Kejang demam yang menetap lebih dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. EEG diindikasikan untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang epilepsi. Terapi yang dilakukan di kejang demam adalah pengelolaan rutin bayi normal yang menderita kejang demam sederhana meliputi pencarian yang teliti penyebab demam, cara-cara aktif untuk mengendalikan demam termasuk penggunaan antipiretik, dan menenangkan orangtua. Profilaksis antikonvulsan jangka pendek tidak terindikasi. Profilaksis antikonvulsan yang lama untuk mencegah kejang demam berulang dalam perdebatan & tidak lagi dianjurkan. Antiepilepsi seperti fenitoin dan karbamazepin tidak dianjurkan. Natrium valporat efektif pada pengelolaan kejang demam, tetapi kemungkina risiko obat tidak membenarkan penggunaan pada penyakit dengan prognosis yang sangat baik tanpa pengobatan. Diazepam oral dianjurkan sebagai metode yang efektif dan aman mengurangi resiko kejang demam berulang. Pada mulainya setiap sakit demam, diazepam 0,3 mg/kg/8 jam peroral (1mg/kg/24jam), diberikan untuk selama sakit (biasanya 2-3 hari). Efek samping biasanya ringan, tetapi gejala kelesuan, iritabilitas, dan ataksia dapat dikurangi dengan meyesuaikan dosis. • Kejang Neonatus Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul dalam asa neonatus/ dalam 28 hari sesudah lahir. Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik, toksik, struktural, dan infeksi lebih Mungkin menjadi nampak selama waktu ini daripada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang neonatus tidak sama kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi unik klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrite juga melinasi tidak sempurna pada otak neonatus. Discharge kejang karenanya tidak dapat dengan mudah dijalarkan keseluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang menyeluruh. Ada setidaknya lima tipe kejang yang dapat dikenali pada bayi baru lahir. Kejang setempat terdiri dari kedutan ritmik kelompok otot, terutama tungkai dan wajah. Kejang ini sering sekali terkait dengan lesi striktural juga dengan infeksi dan perdarahan subaraknoid. Kejang tonik ditandai dengan postur tungkai dan badan kaku. Kejang mioklonik merupakan jingkatan-jingkatan setempat/ menyeluruh tungkai atau badan. Kejang yang tidak kentara terdiri dari gerakan mengunyah, salvias berlebihan, dan perubahan dalam frekuensi pernafasan termasuk apnea, berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh pedal, dan perubahan warna. Klasifikasi kejang neonatus yang benar adalah penting untuk pemilihan tepat terapi antikonvulsan. Penelitian baru-baru ini dengan menggunakan EEG polygrafi dengan monitor video sudah sangat memperjelas tanda kejang-kejang neonatus dan manajemen pengobatannya. • Status Epileptikus Status epileptikus didefinisikan sebagai kejang terus menerus yang berlangsung lebih lama selama 30 menit/ terjadi kejang secara seri yang antaranya tidak pernah sadar. Status epileptikus dapat digolongkan sebagi menyeluruh (tonik-klonik, linglung)/parsial(sederhana , komplek/ dengan generalisasi sekunder). Kejang tonik-klonik menyeluruh dominan pada kasus status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan tampil agar meminimalkan mortalitas dan mordibitas yang menyertai. Ada tiga subtype utama status epileptikus pada anak kejang demam lama, status epileptikus idiopatik dimana kejang berkembang pada tidak adanya lesi/ serangan SSS yang mendasari, dan status epileptikus bergejala bila kejang terjadi bersama dengan gangguan neurologis atau kelainan metabolic yang lama. Kejang demam berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim. Mortalitas dan mordibitas pada penderita dengan kejang demam lama dan status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap berasal dari kelainan yang mendasari. Manajemen awal penderita mulai dengan penilaian system pernafasan dan kardiovaskuler. Anak harus dipindahkan ke unit perawatan intensif jika mungkin. Jalan nafas oral diperiksa keterbukaannya , dan nadi, suhu, pernapasan, dan tekanan darah direkam. Kateter IV segera dimasukan. Jika hipoglikemia diperkuat dengan dextrostix, infuse cepat 5 ml/kg 10% dekstrosa diberikan. Darah dan urin dapat di ambil untuk toksikologi memikirkan bahwa beberapa obat memperkuat atau memercepat status epileptikus. Pemeriksaan CSS merupakan suatu keharusan jika menginitis/ ensafilitis difikirkan, jika tidak ada kontraindikasi untuk tindakan ini, antibiotic yang tepat harus diberikan. Obat harus selalu diberikan secara IV pada penatalaksanaan status epileptikus; rute IM tidak dapat dipercaya karena beberapa obat terikat pada otot. Salah satu dari masalah utama pada penatalaksanaan status epileptikus adalah penggunaan antikonvulsan yang tidak tepat. Sangat sering dosis obat yang sangat rendah diberikan , dan karena tidak ada respons, antiepletik segera diberikan. 2.3 Asuhan Keperawatan Pemberian askep klien kejang dilakukan dengan menetapkan rencana perawatan medis, pemberian agen farmakologi, serta pemantauan respon klien terhadap intervensi. Perawat melakukan observasi pada klien untuk mendeteksi jika terjadi ada kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. 2.3.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data, pengelompokan, dan menganalisis, sehingga didapatkan masalah dan kebutuhan untuk perawatan klien (anak). Tujuan utama pengkajian adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan anak yang memungkinkan perawatan melakukan asuhan keperawatan. Perawat harus cepat dalam melakukan pengkajian klien yang mengalami kejang, hal ini berhubungan dengan komplikasi dari kejang seperti risiko tinggi trauma. Parameter Fokus Pengkajian Keluhan utama 1. Kaji keadaan klien sebelum kejang (penglihatan, stimulus, auditorius/ olfaktorius, stimulus taktil, gangguan emosi/ psikologis, tidur, hiperventilasi). 2. Apakah klien pernah mengalami gangguan metabolisme dan toksisk (seperti gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia, pestisida)? 3. Apakah klien pernah mengalami kesalahan penggunaan obat dan alergi ? 4. Apakah klien pernah mengalami stroke/ metatasis serebral? Riwayat penyakit dahulu 1. Kaji riwayat kejang sebelumnya. 2. Kaji riwayat insufisiensi vaskular, demam (pada masa kanak-kanak), cedera kepala, hipertensi, infeksi sistem saraf pusat. 3. Adakah riwayat tumor otak. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada generasi terdahulu yang mengalami riwayat kejang? Psiko-sosio-spiritual Kaji hal pertama yang dipikirkan klien saat kejang di mana gerakan atau kekauan mulai, menafsirkan posisi yang tepat& posisi kepala pada saat kejang dimulai. Informasi ini memberi petunjuk lokasi fokus epileptogenik pada otak (di dalam catatan, penting u/ menyatakan apakah mulainya kejang terlihat/ tidak). Pemeriksaan fisik fokus 1. Periksa adanya penurunan kesadaran. 2. Kaji jenis kejang, apakah kejang bersifat parsial/ kejang umum. 3. Periksa tipe gerakan pada bagian tubuh yang terkena. 4. Periksa ukuran kedua pupil. Apakah mata terbuka? Apakah mata dan kepala berputar ke salah satu sisi? 5. Apakah terlihat adanya gerakan otomatis (aktivitas motorik yang tidak disadari seperti bibir mengecap/ mnelan berulang)? 6. Periksa gerakan pada akhir kejang. 7. Periksa adanya inkontinensia urine / feses. 8. Kaji durasi setiap fase kejang. 9. Periksa kondisi adanya paralisis yang nyata atau kelemahan pada lengan setelah kejang. 10. Kaji ketidakmampuan untuk berbicara setelah kejang. 11. Apakah klien, tidur/ tidak setelah kejang. 12. Apakah klien konfusi/ tidak setelah kejang. Diagnostik Lakukan pemeriksaan EEG setelah kondisi membaik. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Dari pengkajian yang telah diuraikan, maka ada beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan yang dapat ditegakan, yaitu : 1. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan spasme gigitan pada lidah, trauma muskuloskeletal, penurunan tingkat kesadaran sekunder dari kejang. 2. Risiko terjadi aspirasi/ Hipoksia berhubungan dengan hilangnya kesadaran ditandai dengan adanya aktifitas motoris selama kejang yang tidak terkendali. 3. Perubahan proses keluarga yang berhubngan dengan penyakit yang dialami anak ditandai dengan anak membutuhkan perawatan yang serius. 2.3.3 Intervensi Keperawatan No dx Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional 1 Dalam waktu 1 x 24 jam perwatan klien bebas dari cedera yang disebabkan o/ kejang &penurunan kesadaran. Klien bebas dari cedera pada lidah dan terhindar dari cedera pada muskuloskeletal. Mandiri (Sebelum kejang) 1. Berikan privasi dan perlindungan pada klien dan orang lain yang ingin tahu. 2. Letakan dan amankan klien ke lantai, bila memungkinkan. 3. Lindungi kepala dengan bantal. 4. Lepaskan pakaian klien yang ketat. 5. Singkirkan perabot terdekat yang berbahaya. 6. Jika klien ditempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur. 7. Jika aura terdeteksi sebelum kejang, pasang spatel lidah. 8. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada saat spasme untuk memasukan sesuatu. 9. Letakan klien pada posisi miring. (Setelah kejang) 1. Pertahankan klien miring pada satu sisi 2. Orientasikan klien dengan lingkungan. 1. Adanya privasi yang optimal bisa menurunkan sensasi aura (penanda ancaman kejang) yang memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman dan pribadi. 2. Menghindari risiko cedera muskuloskeletal akibat kecenderungan klien untuk jatuh dari tempat tidur. 3. Mencegah cedera akibat benturan kepala ke lantai. 4. Melindungi klien dari fiksasi abdomen yang ketat. 5. Menghindari risiko cedera yang berlebihan dan tidak perlu terjadi. 6. Mengurangi risiko jatuh. 7. Menghindari trauma gigitan pada lidah pada saat terjadi kejang. 8.Menghindari patahnya gigi dan trauma pada bibir. 9. Memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. 1. Menghindari aspirasi saliva dan mukus serta berupaya untuk mematenkan jalan nafas. 2. Klien sering tidak menyadari apa yang telah terjadi. 2 Mencegah terjadinya distres pernafasan. Mandiri 1. Jangan melakukan restain dengan paksa. 2.Apabila anak dalam keadaan di kursi roda, bantu untuk tidur di lantai/tempat tidur. 3. Tempatkan selimut di bawah kepala. 4. Jangan menempatkan apa pun di mulut anak untuk mencegah sumbatan jalan napas. 5. Longgarkan pakaian. 6. Pertahankan agar penghalang tempat tidur tetap terpasang. 7. Atur posisi kepala anak tidak dalam keadaan hiperekstensi untuk meningkatkan ventilasi. 8. Apabila muntah miringkan badan dengan hati-hati. 1. Dengan melakukan restain secara paksa maka ditakutkan akan menimbulkan keadaan tidak nyaman bagi anak/ klien. 2. Mencegah cedera akibat benturan kepala ke lantai. 3. Memberikan klien posisi yang nyaman. 4. Menghindari risiko cedera yang berlebihan dan tidak perlu terjadi. 5. Melindungi klien dari fiksasi abdomen yang ketat. 6. Mengurangi risiko jatuh. 7. Menghindari risiko cedera yang berlebihan dan tidak perlu terjadi. 8. Menghindari aspirasi saliva dan mukus. 3 Mengurangi masalah proses keluarga Mandiri 1.Libatkan keluarga dalam perawatan kejang sebelum & sesudahnya. 2. Berikan dukungan yang cukup dalam melakukan perawatan anak. 1. Dengan melibatkan keluarga maka perawat sudah membantu proses penyembuhan bagi anak dan bisa membuat anak lebih tenang karena dekat dengan orang yang disayanginya. 2. Dengan meberikan dukungan dalam melakukan perawatan anak , maka perawat sudah membantu proses penyembuhan bagi anak selama dirawat di pelayanan kesehatan selama dia sakit. 2.3.4 Implementasi Keperawatan Setelah intervensi keperawatan, selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tindakan keperawatan harus mendetail. Agar semua tenaga keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat dapat langsung memberikan pelayanan kepada keluarga dan atau dapat juga didelegasikan kepada orang lain yang dipercayai dibawah pengawasan yang masih seprofesi dengan perawat. 2.3.5 Evaluasi Keperawatan Merupakan hasil perkembangan anak dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai. Evaluasi dari proses keperawatan adalah menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan perilaku anak dan untuk megetahui sejauh mana masalah anak dapat teratasi. Disamping itu, perawat juga melakukan umpan balik. Atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dan proses keperawatan segera dimodifikasi. Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain (hipertermi) pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, epinfrin peningkatan potensial membran peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dgn cepat fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat penurunan respon rangsangan dari luar spasma otot mulut, lidah, bronkus resiko cidera resiko penyempitan/ penutupan jalan nafas BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kejang pada anak bukan merupakan suatu diagnosis melainkan adanya gejala suatu gangguan sistem saraf sentral. Insiden nya yaitu 4-6 kasus/ seribu anak. 2. Klasifikasi dari kejang pada anak adalah : Kejang parsial, kejang- kejang menyeluruh, kejang demam, kejang neonatus, dan status epileptikus. 3.2. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Jika telah terjadi kejang pada anak sebaiknya segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat, supaya bisa cepat diketahui penyebabnya dan tertangani penyakitnya. 2. Kejang pada anak harus dipelajari, untuk lebih memaksimalkan dalam pemahaman ilmu keperawatan, khususnya pada keperawatan anak. 3. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan kejang pada anak, umumnya materi-materi yang berkaitan dengan keperawatan anak. DAFTAR PUSTAKA Sujono, Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu. Staf Pengajar FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika. Staf Pengajar FKUI. 1997. “Ilmu Kesehatan Anak”. Jakarta : Info Medika. Keperawatan Anak. 2009. “Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan”. Jakarta : Salemba Medika. Nelson. 2001. Kejang-kejang pada masa anak. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar