Kamis, 23 Februari 2012

MATERNITAS ASKEP KETUBAN PECAH DINI

MATERNITAS ASKEP KETUBAN PECAH DINI
KONSEP DASAR Definisi Ketuban pecah dini adalah pecahnya atau rupturnya selaput amnion sbelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi (Hossam, 1992). Etiologi Penyebab pasti dari ketuban pecah dini ini belum jelas. Akan tetapi, ada beberapa keadaan yang berhubunagn dengan terjadinya ketuban pecah dini ini, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Trauma : amniosintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual. 2. Peningkatan tekanan intrauterus kehamilan kembar, atau polihidromnion 3. Infeksi vagina, serviks atau korioamnionitis streptokokus, serta bakteri vagina. 4. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah/selaput terlalu tipis. 5. Keadaan abnormal dari fetus seperti mal persentasi. 6. Kelainan pada serviks atau alat genitalia seperti ukuran serviks yang pendek (< 25 cm). 7. multipara dan peningkatan usia ibu 8. Defisiensi nutrisi Manifestasi klinis Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan amnion/ketuban melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat terjadi korioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa telah terjadi infeksi ini adalah mula-mula dengan terjadinya takikardia janin. Takikardi pada ibu muncul kemudian, ketika ibu mulai demam. Jika ibu demam, maka diagnosis korioamnionitis dapat ditegakan, dan diperkuat dengan terlihat adanya pus dan bau pada sekret. Manajemen terapeutik Manajemen terapeutik KPD bergantung pada usia kehamilan serta apakah ada tanda infeksi atau tidak. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan apakah selaput amnion benar – benar ruptur. Inkontinensia urine dan peningkatan pengeluaran vagina merupakan tanda-tanda untuk perlu mencurigai terjdinya ruptur/pecahnya selaput amnion . Untuk membuktikannya, dengan cara menggunakan spekulum steril guna melihat kumpulan cairan amnion di sekitar serviks, atau dapat juga melihat langsung cairan amnion yang keluar melalui vagina. Analisis dengan kertas nitiozine akan menandakan keadaan alkali dari cairan amnion. Sekresi vagina pada wanita hamil memiliki nilai pH antara 7,0 – 7,2, jka kertas tidak menunjukan perubahan warna, berarti hasil tes negatif yang mengindikasikan bahwa selaput membran tidak ruptur. Jika hasil tes positif, maka terjadi perubahan warna kertas. Hal ini mungkin saja menandakan terjadinya keracunan karena urine, darah, dan pemberian antiseptik yang menyebabkan sekresi serviks menjadi alkali, sehingga mempunyai pH yang hampir sama dengan pH cairan amnion. Dapat juga dengan menggunakan test ferning. Tes ferning digunakan dengan meletakan sedikit cairan amnion di atas gelas kaca, kemudian tambahkan sedikit sodim klorida dan protein. Hasilnya akan berbentuk seperti tanaman pakis. Hasil test menjadi negatif pada kebocoran yang teah terjadi beberapa hari. Bisa juga digunakan tes kombinasi yitu pemeriksaan spekulum, test dengan kertas nitrazin atau tes ferning sehingga diagnosis menjadi lebih akurat. Pada kehamilan preterm, servks biasanya tidak baik untuk induksi. Faktor seperti usia kehamilan, jumlah cairan amnion yang tersisa, kematangan paru-paru janin, harus menjadi bahan pertimbangan. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya infeksi pada ibu dan janin. Saat usia kehamilan antara 32-35 minggu perlu dilakukan tes kematangan paru janin dari cairan yang ada di vagina. Tes tersebut di antaranya adalah tes-tes yang mengukur perbandingan surfaktan dengan albumin. Tes dengan menggunakan phospatidy, glycerol, atau tes yang menghitung perbandingan lesitin dengan spingomyelin. Aminiosintesis dan kultur kuman sering dilakukan jka terdapat tanda infeksi. Tes ini berguna untuk menghindari terjadinya Respiratory DisterssSyndrome (RDS) pada bayi jika dilahirkan. Liggins dan /howie (1972) menunjukan bahwa pemberian glukokortikoid (betametason) akan mempercepat pematangan paru-paru fetus dan akan menurunkan insiden terjadinya RDS. Namun, karena terjadi peningkatan insidensi kelaian neurologis dan potensi untuk meningkatkan insidensi infeksi pada bayi baru lahir yang diberi kortikostiroid, maka pemberian kortikostiroid belum dapat disarankan. Bila janin belum variabel (kurang dari 36 minggu) dan ingin mempertahankan kehamilannya. Ibu diminta untuk istirahat di tempat tidur (bedrest), berikan oabt-obatan seperti antibiotik profilaksis yang dapat mencegah infeksi juga spasmolitik untuk mengundurkan waktu sampai anak viabel. Tes kematangan paru-paru janin perlu dilakukan secara periodik, observasi adanya infeksi dan mulainya persalinan, kemudian persalinan dapat dilakukan setelah paru janin matang. Bila janin telah viabel (lebih dari 36 minggu) dan serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan oksitoksin 2-6 jam setelah periode laten, dan diberikan antibiotik profilaksis. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus oksitoksin. Pada kasus-kasus tertentu bila induksi partus gagal maka dilakukan tindakan operatif. Risiko infeksi KPD tinggi sekali, ini biasanya disebabkan oleh organisme E. Coli, Streptokokus B. Hemolikus, proteus, klebsieta, pseudonomas, dan stafilokokus. Namun beruntunglah insiden infeksi ini masih rendah. Hal ini karena walaupun risiko infeksi selama pemeriksaan dan persalinan sangat tinggi, namun cairan amnion memiliki fungsi bakteriostastik (thadepalli, Aplemin et al., 1997). Jika terdapat korioamnitis, diberi antibiotik dan akan lebi baik jika diberikan melalui intravena. Antibiotik yang paling efektif yaitu : gentamicin, cephalosporine, dan ampicilline. CONTOH KASUS KETUBAN PECAH DINI Seorang Ibu datang ke RSUD ciamis pada hari senin tanggal 11 Oktober 2010 pukul 09.00, ditemani oleh suaminya dibawa ke IGD RSUD Ciamis, lalu ibu mendapat No. Register 454. Lalu ibu mendapatkan diagnosa dari dokter dia mengalami ketuban pecah dini. Setelah dokter memberikan diagnosis medis lalu perawat bertanya kepada pasien tersebut dan didapatkan data dari pasien tersebut, nama pasien Ny. R, umur 30 tahun, jenis kelamin Perempuan, agama Islam, Suku bangsa sunda, sehari – hari menggunakan bahasa sunda, Pendidikan SMA, Profesi sebagai karyawati TOSERBA, status sudah menikah, alamat jalan sukasenang no. 3 Rt/Rw. 09/03 kecamatan cijeungjing kabupaten Ciamis. Setelah didapatkan data oleh perawat maka pasien dibawa ke ruang cempaka RSUD ciamis. Ny. R datang dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi. Ny.R mengatakan pada kehamilan yang pertama ibu mengalami kelainan pada otot serviks atau genital yaitu panjang serviks yang pendek, dan infeksi vagina/serviks oleh kuman streptokokus pada trimester I kehamilan yang kedua. Setelah dinyatakan rimayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan bahwa tidak adanya keluhan ibu yang lain yang pernah mengalami hamil kembar atau turunan kembar. Pasien terlihat Letargi dengan Berat badan sebelum sakit 60 Kg dan BB pasien sekarang 57 Kg, Tinggi pasien 155 cm status gizi pasien malnutrisi, mukosa bibir kering, turgor kulit (-), gigi karies (+), TD 100/65 MmHg, dengan suhu 370C (oral), denyut nadi 79/menit, Frekuensi pernapasan 20 x/menit, kedalaman tidak baik, simetris sama bilateral, kulit kepala, alis mata, leher normal. Setelah di auskultasi di daerah dada terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas nomal vesikular. Pada abdomen setelah di inspeksi tidak ada bekas operasi, Palpasi : kontraksi ada, posisi janin normal, auskultasi : DJJ (+) . Pada pemeriksaan ekstremitas pada tangan didapat kasar dan kering, pada kaki terasa dingin bilateral (masih hangat), warna kulit kaki pucat, kualitas rambut kasar, integritas kulit normal. Pada daerah genetalia setelah dilakukan inspeksi : kebersihan kurang baik, terdapat tanda-tanda REEDA (red, edema, discharge, approximalety), pengeluaran air ketuban dengan jumlah cukup banyak dengan lendir merah muda kecoklatan dan terdapat bau. Setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik ibu mengalami anemia dan infeksi. Golongan darah ibu (A). Tes ferning (+), ultrasonografi: ukuran janin normal, GJJ (+), lokasi plasenta normal. Pelvimetri : posisi janin normal. Sehari-hari pasien adalah seorang karyawati di toserba. Pasien kurang memperhatikan hygene setelah melakukan hubungan seksual. Pasien jarang memeriksakan kandungannya ke bidan ataupun pelayanan kesehatan lain. Pasien berada di daerah pedesaan dengan gaya hidup berkecukupan (kelas menengah). Terapi yang dilakukan pemberian antibiotik gentamicin ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN KETUBAN PECAH DINI PENGKAJIAN Tanggal/jam memeriksa : 11 Oktober 2010/ 09.00 WIB Ruang : Teratai RSUD Ciamis No. Register : 454 Dx. Medis : Ketuban pecah dini Tgl Pengkajian : 11 oktober 2010 A. IDENTITAS KLIEN Nama : Ny. R Suami/ Orang tua Umur : 30 Tahun Nama : Tn. D Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jln.sukasenang no. 3, Agama : Islam kec. Cijengjing kab ciamis Suku/ bangsa : Indonesia Pekerjaan : Karyawan Bahasa : Indonesia Pendidikan : SMA Pekerjaan : Karyawati Penanggung jawab Status : menikah Nama : Dr. rinda Alamat : jalan sukasenang Alamat : jalan cimekar no. 3 Rt/Rw. 09/03 no. 5 rt/rw. 02/03 kecamatan cijeungjing kec. ciamis kabupaten Ciamis. Kab. Ciamis B. KELUHAN UTAMA Pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu. C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Ny. R mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 37 minggu dengan jumlah yang cukup banyak, terdapat lendir merah muda kecoklatan dan terdapat bau. Upaya yang sudah dilakukan : Tidak ada upaya yang dilakukan oleh ny. R Terapi yang sudah diberikan : Tidak terapi yang dilakukan oleh Ny. R D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU Ny.R mengatakan pada kehamilan yang pertama ibu mengalami kelainan pada otot serviks atau genital yaitu panjang serviks yang pendek, dan infeksi vagina/serviks oleh kuman streptokokus pada trimester I kehamilan yang kedua. E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Tidak adanya keluhan ibu yang lain yang pernah mengalami hamil kembar atau turunan kembar. F. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status kesehatan umum a. Keadaan umum : Letargi b. Kesadaran : Letargi c. BB sebelum sakit : 60 Kg d. BB saat ini : 57 Kg e. Status gizi : Malnutrisi f. Status hidrasi : Dehidrasi ringan g. Tanda – tanda vital : TD : 100/65 MmHg, Suhu : 37,50 C (oral),, N : Cepat & kecil, RR : - GCS : Mata : 5 Verbal : 5 Gerakan : 3 TB : 155 Cm 2. Kepala : - 3. Leher : - 4. Dada : Terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas nomal vesikular. 5. Abdomen : Inspeksi tidak ada bekas operasi, Palpasi : kontraksi ada, posisi janin normal, auskultasi : DJJ (+) . 6. Tulang belakang : Lordosis 7. Ekstremitas : atas : kuku kotor Bawah : kuku kaki kotor 8. Genetalia & anus : Inspeksi : kebersihan kurang baik, terdapat tanda-tanda REEDA (red, edema, discharge, approximalety), pengeluaran air ketuban dengan jumlah cukup banyak dengan lendir merah muda kecoklatan dan terdapat bau. 9. Pemeriksaan neurologis : - 10. Pola fungsi kesehatan : Ny. R adalah seorang karyawati di toserba. Ny.R kurang memperhatikan hygene setelah melakukan hubungan seksual. Pasien jarang memeriksakan kandungannya ke bidan ataupun pelayanan kesehatan lain. 11. Psikologis sosial : Ny. R kurang bersosialisasi sehingga menyebabkan pasien kurang memperhatikan kesehatan kandungannya, dan Ny. R mengalami keguguran saat kehamilan yang pertama. 12. Pemeriksaan diagnostik : Ibu mengalami anemia dan infeksi. Golongan darah ibu (A). Tes ferning (+), Ultrasonografi: ukuran janin normal, GJJ (+), lokasi plasenta normal. Pelvimetri : posisi janin normal. 13. Terapi : Pemberian antibiotik (gentamicin) ANALISA DATA No. Data Etiologi Problem 1 Ds : Do : DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosis 1 : No. Dx Tgl/jam Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional Paraf 1 Tujuan : Infeksi maternal tidak terjadi. Kriteria hasil : Dalam waktu 3 x 24 jam ibu bebas dari tanda-tanda infeksi (tidak demam, cairan amnion jernih, hampir tidak berwarna, dan tidak berbau). Mandiri Lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi bila pola kontraksi atau perilaku ibu menandakan kemajuan. Pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden infeksi saluran assendens. Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina. Mencegah pertumbuhan bakteri dan kontaminasi pada vagina. Anjurkan perawatan perineum setelah eliminasi setiap 4 jam dan sesuai indikasi. Menurunkan risiko infeksi saluran assendens. Pantau dan gambarkan karakter cairan amnioti. Pada infeksi, cairan amnion menjadi lebih kental dan kuning pekat serta dapat terdeteksi adanya bau yang kuat. Pantau suhu, nadi, pernapasan, dan sel darah putih sesuai indikasi. Dalam 4 jam setelah membran ruptur, insiden korioamnionitis meningkat secara progresif, sesuai dengan waktu yang ditunjukan melalui TTV. Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan benar. Mengurangi perkembangan mikroorganisme. Kolaborasi Berikan cairan oral dan parental sesuai indikasi. Berikan enema pembersih bula sesuai indikasi. Meski tidak boleh sering dilakukan, namun evaluasi usus dapat meningkatkan kemajuan persalinan dan menurunkan risiko infeksi. Berikan antibotik profilaktik bila diindikasikan. Antibiotik dapat melindungi perkembangan konoanimionitis pada ibu berisiko. Dapatkan kultur darah bila gejala sepsis ada. Mendeteksi dan mengidentifikasi organisme penyebab terjadinya infeksi. Risiko tinggi infeksi maternal yang berubungan dengan prosedur invasif, pemeriksaan vagina berulang, atau ruptur membran amniotik. 2. Diagnosis 2 : Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan proses penyakit. No. Dx Tgl/jam Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional Paraf 2 Tujuan : Pertukaran gas pada janin kembali normal. Kriteria hasil yang diharapkan dalam waktu 1 x 24 jam : a. Klien menunjukan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam batas normal. b. Bebas dari efek – efek merugikan dan hipoksia selama persalinan. Mandiri Pantau DJJ setiap 15 – 30 menit. Takikardi atau bradikardi janin adalah indikasi dari kemungkinan penurunan yang mungkin perlu intervensi. Periksa DJJ dengan segera bila terjadi pecah ketuban dan periksa 5 menit kemudian, observasi perineum ibu untuk mendeteksi prolaps tali pusat. Mendeteksi distres janin kolaps alveoli. Perhatikan dan catat warna serta jumlah cairan amnion dan waktu pecahnya ketuban. Pada presentasi verteks, hipoksia yang lama mengakibatkan cairan amnion berwarna seperti mekonium karena rangsangan vagal yang merelaksasikan sfingter anus janin. Catat perubahan DJJ selama kontraksi. Pantau aktivitas uterus secara manual atau elektronik. Bicara pada Ibu atau pasangan dan berikan informasi tentang situasi tersebut. Mendeteksi beratnya hipoksia dan kemungkinan penyebab janin rentang terhadap potensi cedera selama persalinan karena menurunnya kadar oksigen. Kolaborasi Siapkan untuk melahirkan dengan cara yang baik atau intervensi bedah bila tidak terjadi perbaikan. Dengan penurunan viabilitas mungkin memerlukan kelahiran seksiocesaria untuk mencegah cedera janin dab kematian karena hipoksia. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain. No. Dx Tgl/jam implementasi Paraf 1 Mandiri melakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi bila pola kontraksi atau perilaku ibu menandakan kemajuan. menggunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina. menganjurkan perawatan perineum setelah eliminasi setiap 4 jam dan sesuai indikasi. memanntau dan menggambarkan karakter cairan amnioti. memantau suhu, nadi, pernapasan, dan sel darah putih sesuai indikasi. menekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan benar. Kolaborasi memberikan cairan oral dan parental sesuai indikasi. Berikan enema pembersih bula sesuai indikasi. memberikan antibotik profilaktik bila diindikasikan. mendapatkan kultur darah bila gejala sepsis ada. 2 Mandiri Memantau DJJ setiap 15 – 30 menit. memeriksa DJJ dengan segera bila terjadi pecah ketuban dan periksa 5 menit kemudian, observasi perineum ibu untuk mendeteksi prolaps tali pusat. memperhatikan dan catat warna serta jumlah cairan amnion dan waktu pecahnya ketuban. mencatat perubahan DJJ selama kontraksi. Pantau aktivitas uterus secara manual atau elektronik. Bicara pada Ibu atau pasangan dan berikan informasi tentang situasi tersebut. Kolaborasi menyiapkan untuk melahirkan dengan cara yang baik atau intervensi bedah bila tidak terjadi perbaikan. EVALUASI KEPERAWATAN Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kriteria hasil dan tujuan yang hendak dicapai. EVALUASI KEPERAWATAN Masalah Keperawatan Tgl/jam Catatan Perkembangan Paraf DAFTAR PUSTAKA Mitayani, Asuhan Keperawatan Maternitas, salemba medika, Jakarta, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar