Rabu, 15 Februari 2012

ASKEP LANSIA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS dan OLAHRAGA

ASKEP LANSIA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS dan OLAHRAGA Oleh : Yayang Nur Enida BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan (HealthyPeople,1997). Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991). Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah satu terbesar di dunia. Dibandingkan dengan jantung dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes (Health-News,2007). Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982) Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994) Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991). Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ). Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit. BAB II PEMBAHASAN A. Kasus Pemicu Ibu G 65 tahun tinggal dengan anak, menantu dan 1 orang cucu, keadaan fisiknya gangguan sendi lutut kanan dan sulit berjalan. Ibu G mempunyai kebiasaan makan seafood. Aktivitas dan olahraga kurang, riwayat asam urat tinggi 3 tahun yang lalu, saat ini ibu G nyeri lutut merah dan bengkak. B. Teori penuaan yang terkait dengan kondisi klien • TEORI BIOLOGI Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologis. Teori penuan yg b.d kasus adalah Teori biologi yaitu teori Wear and Tear Theory Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan. • TEORI PSIKOLOGI (PSYCHOLOGIC THEORIES AGING) Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua. Teori penuan yg b.d kasus adalah Teori Psikologi adalah teori Kompensasi Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan arena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi lansia. C. Perubahan akibat proses penuaan terkait kondisi klien • Perubahan akibat proses penuaan Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat. Perubahan-perubahan yang terjadi diantaranya perubahan Anatomik, Fisiologik Biomekanis dalam tubuh sehingga mempengaruhi fungsi sel. Terjadi penurunan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis. Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut. Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai berikut : - Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal - Metabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget - Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati - Radang : polymyalgia rheumatica, temporal (giant cell) arthritis, gout - Pengaruh obat • Perubahan akibat proses penuaan b.d kondisi klien diantaranya adalah : o Muskuloskeletal : Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kitosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis. - Keadaan fisik terganggunya sendi lutut kanan dan sulit berjalan. - Nyeri lutut - Lutut merah - Pembengkakan sendi (lutut) - Rentang gerak berkurang D. Data – data yang diperlukan pada klien tersebut diatas 1. Tanda – tanda vital • Terjadi peningkatan suhu tubuh • Nafas 20x/mnt (normal : 14 – 20 x/mnt) • Frekuensi senyut nadi 99x/mnt (normal : 60-100 x/mnt) 2. Pemeriksaan Fisik : • Kulit daerah lutu agak kemerahan • Penurunan BB (± 0,5 Kg) • Bising usus (8x/menit) 3. Perilaku : • Gelisah • Demam • Lemas • Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan • Sakit jika berjalan • Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar ±30 menit E. Identifikasi masalah yang muncul Dari masalah diatas didapatkan data : • Gangguan sendi lutut kanan. • Sulit berjalan. • Jarang/ kurang melakukan olahraga. • Jarang/ kurang melakukan aktivitas. • Klien, suka mengkonsumsi makanan seafood (punya riwayat asam urat). Jadi masalah yang mungkin terjadi pada Ny. G adalah : Masalah • Dx.1 Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. • Dx.2 : Gangguan aktifitas sehari-hari (defisit self care) berhubungan dengan terbatasnya gerakan. • Dx.3 : Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot. • Dx. 4. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. • Dx. 5: Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. • Dx. 6: Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi. F. Alternatif pemecahan masalah Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah melakukan pendidikan kesehatan yang cukup kepada klien/ keluarga, Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan. Lalu dengan upaya-upaya yang dapat dilakukan sendiri di rumah bisa dimulai tanpa obat, yaitu dengan :  Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak dapat mengurangi nyeri. • Caranya dengan menyediakan air hangat dalam mangkuk dan handuk kecil. Celupkan handuk ke dalam air dan tekan-tekankan pada persendian yang terganggu tersebut. Ulangi cara ini berkali-kali sampai bagian yang sakit berkurang rasa nyerinya. • Cara lain, dengan memasukkan air panas ke dalam botol. Kompreskan botol hangat ini pada persendian yang sakit, sampai terasa nyaman. • Sinar matahari pun dapat dipakai untuk memanaskan persendian punggung yang sakit. Untuk cara ini, dibutuhkan alas tidur yang menyerap panas, misalnya terpal. Jemurlah alas ini di bawah sinar matahari sampai beberapa lama, kemudian berbaringlah di atas terpal hangat ini dengan nyaman.  Istitahat, istirahat menjadi begitu penting karena arthritis rheumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat.  Pemberian diit yang seimbang, tidak dibutuhkan diit khusus pada penderita arthritis rheumatoid.  Latihan-latihan yang spesifik mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit.  Terapi pengobatan Terapi pengobatan adalah bagian penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit ini. Pemberian obat yang utama pada arthritis rheumatoid adalah dengan obat-obatan AINS. Pemberian obat lain baru menjadi indikasi apabila AINS tidak dapat mengendalikan nyeri. Tujuan utama dari program pengobatan adalah : • Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan. • Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal pada pasien. • Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas. o OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan: • Aspirin (Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl). • Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. o DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka. Jenis-jenis yang digunakan adalah: • Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik. • Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan & diganti dengan yang lain/ dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia. • D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari u/ mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria/ mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus. • Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia&aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis. • Obat imunosupresif /imunoregulator. Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. • Kortikosteroid hanya dipakai u/ pengobatan artritis reumatoid dengan komplikasi berat&mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah(seperti prednison 5-7,5 mg 1x/hr)sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat. G. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien tersebut FORMAT PENGKAJIAN LANJUT USIA Identitas : Nama : Ny. G Umur : 75 Tahun Alamat : Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Nama Orang terdekat : anak pertama Jumlah anak : 1 Cucu : 1 RIWAYAT MEDIS / EVALUASI FISIK : BLM A. RIWAYAT MEDIS 1. Keluhan utama pasien ( dalam bahasa penderita/keluarga ) Ny. G mengalami nyeri lutut. 2. Riwayat Pembedahan/operasi - 3. Riwayat Opname rumah sakit - 4. Riwayat Kesehatan lain  Pemeriksaan Lutut Lutut merah dan bengkak. 5. Riwayat Alergi - 6. Kebiasaan  Klien suka memakan makanan seafood  Klien jarang melakukan olahraga  Klien jarang beraktivitas B. Ringkasan gejala 1. Penilaian penderita atas kesehatannya sendiri Lumayan 2. Ringkasan gejala khas. Beri tanda A bila akut, bila kronik K. Berikan penjelasan ringkas pada gejala yang ada : Anoreksia - Lelah / Capai ................................ - BB turun ....................................... - Insomnia ...................................... - Nyeri kepala ................................. - Gg. Penglihatan ........................... - Gg. Pendengaran ........................ - Gg. Gigi palsu .............................. - Batuk /mengi ............................... - Sesak nafas ................................. - Tak enak dada pd ........................ - Sesak waktu tdr ........................... - Sembab dikaki ............................. - Jatuh ............................................ - Pingsan ........................................ - Nyeri tekan .................................... A (di lutut) Nyeri perut ................................... - Gg. BAB ....................................... - Kotoran + darah .......................... - Gg. BAK ....................................... - Kencing malam ........................... - Gg. Kaki ....................................... - Lemah............................. - Gg. Rasa ...................................... - Gg. Penglihatan sementara - Sering lupa .................................. - Depresi ........................................ - Mengembara/kelakuan aneh - C. PEMERIKSAAN FISIK a. Kulit Rubor di lutut sebelah kanan b. Muskuloskeletal Tak ada bahu siku Tangan Pinggul Lutut Kaki Deformitas - - - - - - - Grk trbts + + a. Umum Normal Abnormal (jelaskan) Motorik : Kekuatan Tonus + +/- + Pada kaki kanan lututnya bengkak Gerak langkah +/- Bengkak di lutut kanan & sulit berjalan b. Tanda – tanda lain  Nyeri sendi karena gerakan +/-  Tremor saat istirahat -/-  Gerakan tak sadar -/- Rencana Keperawatan Dx.1 Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Kriteria Hasil: - Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol, - Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan. - Mengikuti program farmakologis yang diresepkan, - Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri. Intervensi Rasional a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal b.Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. f. Berikan masase yang lembut g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan a. Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program. b. Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri. c.Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. d. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi. e.Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan f. meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri. g.Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping. h. Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat. i. Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi. j. sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas. k. Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut. Dx.2 : Gangguan aktifitas sehari-hari (defisit self care) berhubungan dengan terbatasnya gerakan. Tujuan: Klien akan mandiri sesuai kemampuan dalam memenuhi aktifitas sehari-hari Kriteria Hasil : - Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. Intervensi Rasional a. Ajarkan aktifitas sehari-hari. b. Bantu klien untuk makan, berpakaian, dan kebutuhan lain selam memang diperlukan. a Agar klien mulai terkondisi untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuanya dan bertahap. b. Mengajarkan kepada klien untuk tidak ketergantungan penuh kpd perawat. Dx.3 : Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot. Kriteria Hasil : - Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur. - Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh. - Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. Intervensi Rasional a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu. c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan. d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). a. (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi) b. (R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan) c. (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan:lat tdk adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yg berlebihan bs merusak sendi) d. (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit) e. (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor) f. (R/ Mencegah fleksi leher) g. (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas) h. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh) i. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat) j. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas) k. (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut) Dx. 4. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. Kriteria Hasil : - Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan. - Menyusun rencana realistis untuk masa depan. Intervensi Rasional a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. b. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan i. Berikan bantuan positif bila perlu. j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. proses jangka k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. a. (R/Berikan kesempatan untuk mengientifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung) b. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut) c. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri) d. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi) e. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut) f. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri) g. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi) h. (R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri) i. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri) j. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan panjang/ ketidakmampuan) k. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif Dx. 5: Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Kriteria Hasil : - Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual. - Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. - Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri. Intervensi Rasional a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. b.Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. d.Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. a. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini). b. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional) c. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri) d. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran) e. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual) f. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah) H. Peran keluarga dan perawat gerontik dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perannya terhadap lansia yaitu : a. Aspek Psikologis 1. Melakukan pembicaraan terarah 2. Mempertahankan kehangatan keluarga 3. Membantu melakukan persiapan makan bagi lansia 4. Membantu dalam hal transportasi 5. Membantu memenuhi sumber – sumber keuangan 6. Memberikan kasih sayang 7. Menghormati dan menghargai 8. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia 9. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian 10. Jangan menganggapnya sebagai beban 11. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama 12. Mintalah nasihatnya dalam peristiwa – peristiwa penting 13. Mengajaknya dalam acara keluarga 14. Membantu kecukupan hidupnya 15. Memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan – kegiatan b. Aspek Keperawatan a. Perawat diharapkan bisa menciptakan hubunga harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan. b. Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis, istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat – obatan, terapi fisik, manajemen stress dan manajemen nyeri supaya memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada pasien. c. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. d. Perlu diperhatikan porsi makanan. Contoh menu : • Pagi : Bubur ayam Jam 10.00 : Roti • Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepayaJam 16.00 : Nagasari • Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang e. Banyak minum dengan banyak minum dapat memperingan kerja ginjal. f. Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikanhal-hal sebagai berikut : • Makanlah makanan yang mudah dicerna • Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan • Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik,makanan harus lunak/lembek atau dicincang • Makan dalam porsi kecil tetapi sering • Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan pada makalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut : o Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. o Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit peradangan sistemik dan kronis yang penyebabnya tidak diketahui dan bermanifestasi pada lapisan dalam sendi (membran sinovial persendian). Penyakit ini mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, begitu pula manifestasi pada beratnya sendi yg terkena dan juga manifestasi di luar persendian walaupun jarang tetapi juga sangat bervariasi. Akhir-akhir ini sebagian besar ahli sepakat bahwa Reumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai dengan sinovitis erosif (peradangan erosif lapisan dalam sendi) dan terjadinya simetris antara bagian tubuh kanan dengan kiri. o Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi. o Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita. o Komplikasi dari Arthritis rheumatoid dapat menyababkan anemia normositik normokrom melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia defesiensi besi sebagai akibat pemberian obat-obatan untuk peyakit ini. o Meskipun prognose untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai. o Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformaitas. B. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : o Lakukanlah terapi Fisik untuk memelihara pergerakan aktif pada sendi dan kekuatan otot untuk mencegah terjadinya atrofi, dilakukan program fisioterapi di rumah sakit dan di rumah. o Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat , dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Akademik hendaknya menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan askep teumatoid pada lansia umumnya materi-materi yang berkaitan dengan keperawatan gerontik. DAFTAR PUSTAKA 1. Anderson RJ., 1993, Rheumatoid Arthritis. Clinical features and laboratory. Dalam : Schumacher Jr. HR, Klippel JH. Koopman WJ, eds. Primer on the Rheumatic Diseases. The Arthritis Foundation, Atlanta: 90-95. 2. Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Ed.III, hal. 536-539. Jakarta: Media Aeculapius. 3. Anonim, 2004, Arthritis, http://www.arthritis.org. 4. Anonim, 2004, Rheumatoid Arthritis, http://mayoclinic.com. 5. Arnett FC, Edworthy SM, Bloch DA, et al., 1988, The American Rheumatism Association 1987, Revised Criteria for the Classification of Rheumatoid of Rheumatoid Arthritis. Arthritis Rheum; 31 (3):315-24. 6. Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 7. Brunner dan suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta:EGC 8. D.N. Baron, 1995, Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC,Jakarta. 9. Daud. R. dan Adnan H.M., 1996, Artritis Reumatoid Dalam: Noer S. (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III. Hal. 62-70. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 10. Dessureault M, Carette S.,1989, Etiology and Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. Triangle; 28: 5-14. 11. Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta 12. Edmonds JP, Scoot DL, Furst DE, et al., 1993, Antirheumatic drugs: a proposed new classification. Editorial. Arthritis Rheum; 36 (3): 336-39. 13. Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC 14. Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. Dalam: Kelley WN, Harris ED, Ruddy S, Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. 4th Ed. W.B. Saunders Co., Philadelpia; 833-873. 15. Howard L. Weiner, Lawrence P. Levitt, 2001, Buku Saku Neurologi, Edisi V, hal. 232, Jakarta: EGC. 16. Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 17. Kraag GR., 1989, Clinical Aspects in Rheumatoid Arthritis. Triangle; 29: 15-24. 18. Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing. 19. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar